Free Gift

Cek Kesehatan Gratis: Inisiatif Pemerintah Membangun Budaya Preventif Masyarakat

Sabo – Pemerintah tengah menggenjot program Cek Kesehatan Gratis (CKG) sebagai salah satu langkah preventif terbesar dalam sejarah layanan kesehatan di Indonesia. Meski diwarnai keterbatasan anggaran dan fasilitas, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan program ini tetap dijalankan demi memastikan masyarakat lebih peduli pada kesehatan sejak dini.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, target jangka panjang dari program ini adalah menjangkau 280 juta jiwa dalam lima tahun. Namun, ia realistis bahwa capaian tersebut tidak bisa langsung terpenuhi dalam satu tahun. Anggaran yang tersedia saat ini memungkinkan pelayanan bagi sekitar 120 juta jiwa, dari total hitungan awal 220 juta jiwa.

“Saya realistis, kalau tahun pertama bisa menjangkau 100 juta orang saja, saya sudah senang. Data dari pemeriksaan ini akan sangat penting, karena bisa dipakai untuk melihat kondisi kesehatan masyarakat dan mengubah perilaku mereka ke arah yang lebih baik,” ujar Budi di Surabaya, Senin (10/2).

Layanan Serentak di 10.200 Puskesmas

Program CKG ini sendiri telah resmi dimulai serentak di seluruh Indonesia pada Senin (10/2) lalu. Dirjen Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, menyebutkan ada 10.200 puskesmas yang langsung melayani masyarakat. Waktu pemeriksaan berbeda-beda, sekitar 20 menit untuk anak-anak dan bisa mencapai setengah jam bagi dewasa dan lansia.

Setelah pemeriksaan, masyarakat akan menerima laporan hasilnya. Jika ditemukan masalah yang membutuhkan penanganan lanjutan, pasien akan dirujuk ke rumah sakit. “Misalnya untuk hipertensi atau gula darah tinggi yang butuh EKG, itu di puskesmas belum tersedia. Maka akan diarahkan ke rumah sakit terdekat. Dinas Kesehatan sudah menyiapkan peta rujukan ini,” jelas Endang.

AA1KFh0g

Fasilitas Belum Merata

Meski digelar nasional, 40 persen Puskesmas di Indonesia masih belum memiliki fasilitas lengkap untuk melakukan CKG. Kondisi ini terutama terjadi di luar Jawa dan Bali. Untuk sementara, masyarakat di daerah dengan fasilitas terbatas akan diarahkan ke puskesmas lain atau laboratorium milik daerah.

“Kita akan memenuhi secara bertahap. Dalam dua sampai tiga tahun ke depan, 40 persen puskesmas ini akan dilengkapi alat kesehatan yang dibutuhkan,” ungkap Endang.

Masalah Sosialisasi dan Partisipasi

Meski terbuka untuk semua, partisipasi masyarakat dalam program ini ternyata masih timpang. Direktur Promosi Kesehatan dan Kesehatan Komunitas Kemenkes, Elvieda Sariwati, mengungkapkan dari 8 juta peserta di 38 provinsi, sebanyak 62 persen adalah perempuan, sedangkan laki-laki hanya 38 persen.

“Dua dari tiga peserta itu perempuan. Ini yang jadi pertanyaan, kenapa laki-laki masih kurang semangat ikut CKG?” ujarnya.

Lebih jauh, ia menambahkan bahwa dari hasil CKG, masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan adalah obesitas sentral. Data menunjukkan 1 dari 2 perempuan peserta memiliki obesitas sentral, sementara pada laki-laki angkanya 1 dari 4. Kondisi ini meningkatkan risiko hipertensi dan diabetes hingga dua kali lipat dibandingkan orang dengan lingkar pinggang normal.

Karena itu, Elvieda menekankan pentingnya pemeriksaan dini agar risiko penyakit serius seperti jantung, stroke, hingga gagal ginjal bisa diantisipasi lebih awal.

AA1KEXZ1

CKG di Sekolah: Fokus pada Anak dan Remaja

Tak hanya untuk masyarakat umum, Kemenkes juga meluncurkan CKG Sekolah dengan target 53 juta peserta didik dari SD hingga SMA/SMK di seluruh Indonesia sepanjang 2025. Program ini bahkan sudah lebih dulu digelar di 72 sekolah rakyat berasrama.

Menkes Budi menyebut program ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo untuk memperluas layanan kesehatan preventif sejak usia dini. Dari hasil awal, keluhan gigi menempati urutan teratas, disusul masalah penglihatan, anemia, dan gangguan kesehatan mental akibat penggunaan gawai.

Untuk pertama kalinya, skrining kesehatan mental juga dimasukkan dalam layanan sekolah. Pemeriksaan mencakup deteksi dini kecemasan dan depresi agar masalah psikologis bisa ditangani lebih cepat.

Jenis pemeriksaan disesuaikan dengan jenjang sekolah:

SD/sederajat: 13 jenis pemeriksaan, termasuk status gizi, tekanan darah, kesehatan gigi, mata, telinga, mental, hingga riwayat imunisasi.

SMP/sederajat: 15 jenis pemeriksaan, ditambah skrining talasemia dan tes kadar hemoglobin.

SMA/sederajat: 14 jenis pemeriksaan, dengan tambahan skrining kesehatan reproduksi.

Pemeriksaan dilakukan di ruang kelas, lapangan olah raga, serta melibatkan tenaga kesehatan puskesmas dan guru. Hasilnya bisa berupa tindak lanjut individu (dirujuk ke puskesmas) atau kelompok, misalnya edukasi khusus bagi siswa obesitas.

Kick-off nasional CKG untuk siswa digelar 4 Agustus 2025 di 12 sekolah/madrasah/pesantren di berbagai daerah, termasuk Jakarta, Bandung, Semarang, Sidoarjo, dan Tangerang.

Harapan dan Tantangan

Meski menghadapi hambatan anggaran, fasilitas, dan kurangnya sosialisasi, pemerintah optimistis program ini dapat mencapai target besar. Budi Gunadi menekankan, kesehatan bukan hanya urusan pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama.

“Kesehatan itu harus jadi milik kita semua, tidak bisa hanya dipaksa oleh pemerintah. Sehat itu pilihan, dan harus menjadi gaya hidup masyarakat,” pungkasnya.

Want a free donation?

Click Here