Banyak orang penasaran, sebenarnya berapa lama manusia bisa bertahan tanpa tidur? Pada pertengahan abad ke-20, para peneliti sempat melakukan studi deprivasi tidur total. Namun, penelitian semacam itu kini sangat jarang. Bukan karena rasa ingin tahu hilang, melainkan karena tidak etis meminta seseorang tidak tidur sangat lama atau sengaja menahan orang untuk tidak tidur berhari-hari.
Satu hal yang pasti, tidur itu sangat penting untuk mendukung kesehatan. Para ahli merekomendasikan orang dewasa tidur minimal tujuh jam setiap hari. Ketika kebutuhan ini tak terpenuhi, tubuh masuk ke kondisi kurang tidur.
Meskipun kurang tidur itu sendiri tidak langsung membunuh, tetapi kondisi ini dapat meningkatkan risiko kecelakaan atau cedera yang mengancam jiwa di tempat kerja maupun saat mengemudi. Sebaliknya, kurang tidur jangka panjang jelas dapat berkontribusi pada kematian dini, seperti meningkatkan risiko penyakit jantung atau stroke hingga dua, tiga, bahkan empat kali lipat.
Yang terjadi saat kamu kurang tidur
Kurang tidur pelan-pelan menggerus cara kamu bekerja, menjalin hubungan, dan berfungsi dalam aktivitas sehari-hari. Entah karena beberapa malam berturut-turut begadang, atau karena “utang tidur” yang menumpuk sedikit demi sedikit, dampaknya cenderung makin berat seiring waktu.
-
Mengantuk sepanjang hari
Kalau malam sebelumnya kamu kurang tubuh, tubuh lebih mudah lelah pada siang hari. Kantuk berlebih ini bisa menurunkan kualitas hidup dan kinerja di tempat kerja. Pada titik tertentu, kamu bisa mengalami microsleep—episode tidur singkat yang terjadi tanpa disadari—yang jelas berisiko jika terjadi saat belajar, bekerja, atau mengemudi.
-
Dampak kesehatan yang meluas
Deprivasi tidur berhubungan dengan banyak masalah kesehatan jangka panjang, seperti perubahan suasana hati dan kesehatan mental, diabetes, penyakit ginjal, stroke, hingga penyakit jantung. Risiko obesitas dan sindrom metabolik juga meningkat ketika tubuh terus-menerus kekurangan waktu istirahat.
-
Kekebalan tubuh menurun
Sistem imun tidak bekerja optimal tanpa tidur yang cukup. Jika kekurangan tidur berlangsung lama, kamu lebih mudah tertular penyakit dan lebih sulit pulih saat terkena infeksi, karena respons pertahanan tubuh tidak seefektif ketika ritme tidur terpenuhi.
Yang terjadi ketika kamu tidak tidur selama 24 jam
Tanda-tanda kurang tidur mulai tampak jelas. Bertahan terjaga selama 24 jam bisa memberi efek kognitif setara dengan kadar alkohol dalam darah 0,10 persen—lebih tinggi dari batas legal mengemudi.
-
Dampak pada emosi dan kinerja: Riset menunjukkan, setelah 24 jam tanpa tidur, banyak orang mulai merasa lebih cemas atau gelisah. Mmakin lama terjaga, kinerja tugas terus menurun: kesalahan makin sering terjadi, dan isyarat sosial lebih mudah disalahartikan.
-
Gangguan persepsi visual: Usai semalam penuh kehilangan tidur, perubahan pada persepsi visual bisa muncul. Kedalaman bidang pandang menjadi sulit diukur, begitu juga kemampuan mengenali bentuk dan ukuran objek dengan akurat.
Gejala yang mungkin kamu alami antara lain:
-
Waktu reaksi lebih lambat.
-
Kesulitan memperhatikan.
-
Kesulitan berpikir dan menjadi logis.
-
Gangguan memori jangka pendek.
Yang terjadi ketika kamu tidak tidur selama 36 jam
Jika kamu tidak tidur selama 36 jam, kamu mungkin mengalami gejala-gejala ini:
-
Sakit kepala.
-
Nafsu makan meningkat.
-
Kelelahan dan keletihan yang ekstrem.
-
Kehilangan kesadaran singkat (microsleep).
-
Halusinasi sesaat, termasuk melihat atau mendengar hal yang sebenarnya tidak ada.
Yang terjadi ketika kamu tidak tidur selama 48 jam
Karena cuma sedikit penelitian yang meminta partisipan untuk tetap terjaga dalam waktu lama, sulit untuk mengetahui apa yang dialami setelah 48 jam kurang tidur. Pengetahuan tentang tingkat kurang tidur ini hanya berdasarkan sejumlah kecil penelitian terdahulu.
Penelitian menunjukkan bahwa halusinasi kemungkinan besar terjadi setelah 48 jam tanpa tidur. Kamu mungkin mulai mengalami penglihatan kabur atau ganda, yang dapat berkembang menjadi distorsi realitas dan halusinasi. Setelah sekitar dua hari tanpa tidur, halusinasi dapat melibatkan banyak indra dan mungkin menjadi lebih sulit untuk membedakannya dari kenyataan.
Tidak tidur selama dua hari juga dapat menyebabkan depersonalisasi dan mengalami kesulitan memahami waktu. Depersonalisasi dapat membuat kamu merasa berada di luar tubuh dan pikiran mereka sendiri. Akibatnya, kamu mungkin tampak tidak emosional atau ceroboh.
Setelah 48 jam tanpa tidur—sering disebut kelelahan tidur ekstrem—kemampuanmu untuk tetap terjaga menurun drastis. Selain microsleep yang makin sering, kamu kemungkinan juga akan mengalami:
-
Cemas dan mudah tersinggung.
-
Kelemahan otot.
-
Mudah terdistraksi (sulit mempertahankan fokus).
-
Distorsi waktu/ruang (merasa “terlepas” dari waktu atau lokasi).
-
Distorsi visual dan persepsi, misalnya dinding tampak membengkok atau melengkung.
Yang terjadi ketika kamu tidak tidur selama 72 jam
Berdasarkan sedikit penelitian yang melibatkan partisipan terjaga lebih dari tiga hari, tampaknya setelah 72 jam tanpa tidur seseorang bisa mulai berbicara tidak jelas (melantur) atau berjalan tidak stabil atau sempoyongan. Setelah titik ini, halusinasi cenderung menjadi makin sering dan makin kompleks.
Saat mendekati 120 jam tanpa tidur, orang dapat mengalami penurunan kesehatan mental yang cepat dan berat. Kondisi ini bisa mencakup gejala psikosis, ketika seseorang terlepas dari realitas disertai waham (delusi) kompleks dan perilaku kekerasan.
Yang terjadi ketika kamu tidak tidur selama 96 jam
Setelah 96 jam tanpa tidur, kemampuanmu untuk tetap terjaga hampir tidak mungkin. Kalaupun masih terjaga, kamu mungkin mengalami gejala psikosis yang berat, termasuk:
-
Berbicara tidak koheren (melantur/tidak nyambung).
-
Mengulang kata-kata yang tidak bermakna.
-
Gerakan tubuh yang tidak teratur.
-
Halusinasi atau waham yang terus-menerus.
-
Paranoia yang sangat berat.
-
Ledakan perilaku irasional atau kekerasan.
-
Hilangnya respons atau ekspresi sepenuhnya (katatonia).
-
Kemungkinan kejang.
Rekor tidak tidur terlama: 264 jam
Rekor terlama tanpa tidur yang pernah dicatat adalah sekitar 264 jam—sedikitnya lebih dari 11 hari berturut-turut. Rekor ini dipecahkan oleh Randy Gardner asal California, Amerika Serikat, lelaki kelahiran 1948 yang memecahkan rekor pada tahun 1964. Pada waktu itu ia berusia 17 tahun.
Meski belum jelas berapa lama manusia bisa bertahan hidup tanpa tidur, tetapi dampak deprivasi tidur biasanya cepat terlihat. Dan, walaupun kematian akibat kurang tidur sangat jarang, tetapi itu tetap bisa terjadi. (Catatan: biasanya terkait komplikasi kesehatan berat atau kondisi khusus seperti fatal familial insomnia, bukan sekadar begadang biasa.)
Bagaimana kurang tidur bisa menyebabkan kematian yang tidak disengaja
Tidur adalah waktu bagi tubuh untuk merawat dan memperbaiki diri agar bisa berfungsi normal. Ketika kamu tidak mendapat tidur yang cukup, kemampuan untuk fokus, memperhatikan, bereaksi, dan mengkoordinasikan gerakan dapat turun drastis.
Kombinasi gangguan ini bisa secara tidak langsung berujung fatal, lewat beberapa cara berikut:
-
Kecelakaan saat berkendara
Studi menunjukkan bahwa begadang 24 jam dapat menimbulkan gangguan kognitif setara dengan mabuk melebihi batas legal untuk mengemudi.
Kemenhub (merujuk data dari Korlantas Polri) menyebut 61 persen kecelakaan disebabkan faktor manusia (lalai, kurang terampil/waspada, ugal-ugalan)—kategori ini lazimnya mencakup kelelahan/mengantuk.
Studi 2023 di Indonesia melaporkan 79 persen responden pernah mengemudi mengantuk setidaknya sekali; 32 persen hampir mengalami kecelakaan karenanya. Ini menggambarkan tingginya paparan risiko.
-
Cedera di tempat kerja
Kecelakaan kerja lebih sering terjadi pada shift malam, saat pola kerja mengganggu ritme sirkadian tubuh dan memperparah kurang tidur serta kelelahan. Kurang tidur dan kelelahan terkait pekerjaan diperkirakan meningkatkan risiko cedera setidaknya 1,6 kali lipat.
Dampak kurang tidur terus-menerus dalam jangka panjang
Dalam jangka panjang, kurang tidur dapat menurunkan fungsi kekebalan dan meningkatkan risiko beberapa kondisi kesehatan, termasuk:
-
Tekanan darah tinggi.
-
Penyakit jantung.
-
Stroke.
-
Obesitas.
-
Diabetes tipe 2.
-
Gangguan kesehatan mental.
Kesimpulannya, belum diketahui secara pasti berapa lama manusia bisa bertahan tanpa tidur, tetapi gejala ekstrem bisa muncul secepat 36 jam.
Begadang semalam sesekali (misalnya beberapa bulan sekali) kemungkinan tidak menimbulkan kerusakan jangka panjang. Namun, bila mulai sering, baik disengaja maupun tidak, sebaiknya konsultasi ke dokter.
Jika kamu terpaksa tetap terjaga (karena pekerjaan/darurat), dokter dapat memberi strategi yang lebih aman bagi kesehatan. Bila tidak, dokter bisa mencari penyebab keluhan dan membantu menata ulang jadwal tidur agar kembali teratur.
Benarkah Mode Red Light di HP Bikin Tidur Lebih Nyenyak? 6 Kebiasaan Malam yang Bantu Tidur Lebih Berkualitas 5 Cara Mengatur Ulang Pola Tidur yang Sudah Terlanjur Berantakan
Referensi
Naima Covassin and Prachi Singh, “Sleep Duration and Cardiovascular Disease Risk,” Sleep Medicine Clinics 11, no. 1 (January 9, 2016): 81–89, https://doi.org/10.1016/j.jsmc.2015.10.007.
“How Long Can You Go Without Sleep?” Sleep Foundation. Diakses Agustus 2025.
“NIOSH Training for Nurses on Shift Work and Long Work Hours.” Centers for Disease Control and Prevention. Diakses Agustus 2025.
Flavie Waters et al., “Severe Sleep Deprivation Causes Hallucinations and a Gradual Progression Toward Psychosis With Increasing Time Awake,” Frontiers in Psychiatry 9 (July 10, 2018), https://doi.org/10.3389/fpsyt.2018.00303.
Goran Medic, Micheline Wille, and Michiel Hemels, “Short- and Long-term Health Consequences of Sleep Disruption,” Nature and Science of Sleep Volume 9 (May 1, 2017): 151–61, https://doi.org/10.2147/nss.s134864.
Els Van Der Helm, Ninad Gujar, and Matthew P. Walker, “Sleep Deprivation Impairs the Accurate Recognition of Human Emotions,” SLEEP 33, no. 3 (March 1, 2010): 335–42, https://doi.org/10.1093/sleep/33.3.335.
Yongcong Shao et al., “Altered Resting-State Amygdala Functional Connectivity After 36 Hours of Total Sleep Deprivation,” PLoS ONE 9, no. 11 (November 5, 2014): e112222, https://doi.org/10.1371/journal.pone.0112222.
“Depersonalization/Derealization Disorder.” Merck Manual. Diakses Agustus 2025.
“Psychosis.” MedlinePlus. Diakses Agustus 2025.
“Work-related fatigue.” National Safety Council. Diakses Agustus 2025.
Rani Rahmadiyani and Ari Widyanti, “Prevalence of Drowsy Driving and Modeling Its Intention: An Indonesian Case Study,” Transportation Research Interdisciplinary Perspectives 19 (May 1, 2023): 100824, https://doi.org/10.1016/j.trip.2023.100824.
“Tekan Angka Kecelakaan Lalu Lintas, Kemenhub Ajak Masyarakat Beralih ke Transportasi Umum dan Utamakan Keselamatan Berkendara.” Kemenhub. Diakses Agustus 2025.
“How Long Can You Go Without Sleep? Function, Hallucination, and More.” Healthline. Diakses Agustus 2025.