Sabo.CO.ID – JAKARTA.Pemerintahan Prabowo menghadapi tantangan besar dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi, khususnya karena postur anggaran dianggap masih kurang untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Teuku Riefky, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, menegaskan bahwa postur anggaran pemerintahan yang baru masih tergolong wajar.
“Jadi terkait postur anggaran, saya rasa semuanya cukup reasonable ya, kecuali di target pertumbuhan ekonomi. Postur anggaran, kita melihat kan defisitnya target di sekitar 2,4%,” ujar Riefky kepada Sabo.co.id, Minggu (17/8/2025).
Ia menjelaskan bahwa keterbatasan dalam penerimaan pajak membuat ruang belanja pemerintah juga terbatas.
“Artinya nanti dari sisi belanja tentu akan ada efisiensi atau tidak akan terlalu ekspansif di tahun depan, karena kita melihat penerimaan perpajakan juga masih belum akan tumbuh signifikan. Sehingga belanjanya memang yang perlu ditekan,” kata Riefky.
Menurut Riefky, berbagai target ekonomi masih masuk akal, tapi asumsi pertumbuhan 5,2% itu sulit untuk dicapai.
“Kalau target-target ekonomi, semuanya saya rasa masih masuk akal, kecuali di pertumbuhan ekonomi di 5,2%,” ucap Riefky.
Ia menekankan bahwa mencapai pertumbuhan lebih dari 5% di tahun depan sangat tidak realistis.
“Ini kan sekarang kita melihat pertumbuhan 5,12% pun masih banyak anomalinya dari data, dan kemarin kita lihat di Q1 saja 4,87%, jadi kita tidak melihat tumbuh di atas 5% tahun depan itu cukup realistis,” jelas Riefky.
Riefky juha menjelaskan bahwa tantangan utama ekonomi Indonesia tidak terletak pada anggaran, tapi pada iklim bisnis dan investasi.
“Apakah postur anggaran bisa mendukung ekonomi? Bisa, tapi memang masalah utamanya bukan di anggaran, tapi di iklim bisnis dan investasi yang kemudian menyebabkan penciptaan lapangan kerja tidak terjadi, sehingga daya beli ini masih lemah,” kata Riefky.
Ia mengatakan bahwa lemahnya penegakan hukum, praktik rente, dan kualitas SDM yang kalah saing masih menjadi penghalang utama.
“Kenapa iklim investasi tidak bersahabat, penegakan hukum yang lemah, perburuan rente, aktivitas premanisme, lalu kemudian juga sumber daya manusia yang masih kalah saing dengan negara-negara peers, ini membuat kemudian kita belum mampu menarik investasi,” ucap Riefky.
Riefky juga menekankan bahwa postur anggaran hanya bisa berkontribusi pada investasi jangka panjang, khususnya untuk peningkatan kualitas SDM.
“Apakah postur anggaran bisa membantu ini? Saya rasa hanya bisa membantu di peningkatan kualitas SDM, tapi ini kan tidak terjadi dalam setahun ke depan. Ini kan investasi jangka panjang, jadi hal-hal terkait penegakan hukum, deregulasi ini sebetulnya yang lebih penting dibandingkan postur anggaran dalam mendukung pertumbuhan ekonomi saat ini,” tegas Riefky.
Ia memproyeksikan bahwa ekonomi Indonesia tahun ini maupun tahun depan tidak mampu menembus angka 5%.
“Proyeksi ekonomi kita menduga sih tahun ini dan tahun depan masih akan sulit untuk tumbuh overall mencapai 5%,” kata Riefky.
Menurutnya, peluang ekonomi yang ada bagi pemerintahan baru tidak terlalu banyak.
“Nah, terkait dengan peluang dan kesempatan, ini sebetulnya kita melihatnya tidak terlalu banyak. Kita melihat memang bahkan tanpa adanya tarif Trump pun kita sulit untuk bisa tumbuh di 5%,” jelas Riefky.
Riefky menegaskan bahwa transformasi struktural diperlukan agar Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi di masa depan.
“Jadi memang transformasi struktural ini sangat penting dilakukan sehingga kita bisa tumbuh lebih tinggi lagi,” tambah Riefky.