Free Gift

Selain Setya Novanto, Ini Terpidana Dugaan Korupsi Pengadaan e-KTP

BEKAS Ketua DPR Setya Novanto menghirup udara segar setelah menerima remisi 28 bulan dan 15 hari. Sebelumnya, terpidana kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk KTP elektronik (e-KTP) dihukum 12 tahun dan enam bulan penjara.

Dugaan korupsi pengadaan e-KTP ini juga menyeret banyak pihak. Setidaknya ada 12 orang yang diduga terlibat dalam kasus yang merugikan negara sampai Rp 2,3 triliun. Berikut nama-nama yang pernah tersangkut dalam kasus korupsi itu:

Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sugiharto sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 pada Selasa, 22 April 2014. Sugiharto ditahan pada Oktober 2016.

Sugiharto mengaku telah empat kali menyerahkan uang kepada anggota DPR Miryam S. Haryani. “Saya menyerahkan ke orang yang ada di rumah (Miryam),” kata Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 28 Agustus 2017. Duit itu berdasarkan permintaan mantan Dirjen Dukcapil Irman. “Pak Irman jelaskan untuk reses anggota DPR,” katanya.

Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman 15 tahun kepada Sugiharto dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan.

Mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman

KPK menetapkan eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada September 2016. Irman ditahan pada Desember 2016. MA menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara, denda sebesar Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar USD 500 ribu dan Rp 1 miliar.

Andi Narogong

Dari beberapa persidangan, terbongkar nama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mendominasi dakwaan jaksa sebagai pengendali bagi-bagi uang dalam kasus e-KTP. Tak lama, Andi kemudian menyusul Irman dan Sugiharto menjadi tersangka. Nama Andi juga saat dikaitkan kuat dengan Ketua DPR Setya Novanto yang juga muncul dalam dakwaan.

MA telah menghukum Andi Narogong selama 13 tahun penjara, denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar USD 2,5 juta dan Rp 1,18 miliar.

Markus Nari

Anggota DPR Markus Nari diduga meminta uang kepada Irman sebesar Rp 5 miliar. Sebagai realisasi permintaan tersebut, Markus diduga telah menerima sekitar Rp 4 miliar. Selain menerima suap, KPK menyatakan, Nari merintangi penyidikan kasus ini. MA menghukum Nari selama delapan tahun penjara, denda sebesar Rp 300 juta subsider delapan bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar USD 900 ribu.

Made Oka Masagung

Made Oka diduga menjadi perantara jatah proyek e-KTP sebesar 5 persen bagi Setya Novanto melalui kedua perusahaan miliknya. Total dana yang diterima Made Oka berjumlah USD 3,8 juta yang diteruskan kepada Novanto.

MA telah menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Made Oka Masagung. Dengan demikian, dia tetap dihukum selama 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Irvanto Hendra Pambudi Cahyo

Irvanto, keponakan Setya Novanto diduga menjadi perantara suap bagi eks Ketua DPR itu. Irvanto diduga menerima total US$ 3,5 juta pada periode 19 Januari 2012 sampai 19 Februari 2012 yang diperuntukkan bagi Novanto. Uang tersebut merupakan fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP. MA telah menjatuhi hukuman 10 tahun penjara dan dedan sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Anang Sugiana Sudiharjo

KPK juga menetapkan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 27 September 2017. Dia diduga ikut menyuap anggota DPR, termasuk Setya Novanto.

MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan Anang. Namun, MA tetap menjatuhkan hukuman sebesar enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 20,73 miliar.

Miryam S. Haryani

KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka kasus e-KTP. Dalam konstruksi perkara, pada Mei 2011, KPK menduga Miryam meminta uang sebesar USD 100 ribu kepada Irman. Uang itu akan digunakan untuk membiayai kunjungan kerja Komisi Pemerintahan DPR RI ke beberapa daerah.

Permintaan itu disanggupi Kemendagri. Uang tersebut lalu diserahkan kepada perwakilan Miryam di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan. Sepanjang 2011-2012, Miryam juga diduga menerima uang beberapa kali dari Irman, serta Sugiharto.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman lima tahun kepada Miryam dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.

Husni Fahmi

Bekas Ketua Tim Teknis Pengadaan Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Husni Fahmi divonis empat tahun penjara dalam perkara korupsi e-KTP tahun 2011-2013. Peran Husni adalah merekomendasikan kepada Kemendagri mengenai spesifikasi perangkat keras, perangkat lunak dan blangko KTP elektronik, konfigurasi spesifikasi teknis dan daftar harga yang disusun oleh Husni dan tim yang pada akhirnya dipergunakan sebagai bahan acuan dalam pembuatan Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) seharga Rp 18 ribu per keping KTP yang sudah dinaikkan harganya (mark up) dan tanpa memperhatikan adanya diskon terhadap barang-barang tertentu.

Isnu Edhi Wijaya

Sama seperti Husni Fahmi, Mantan Dirut Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya divonis empat tahun penjara dalam perkara korupsi e-KTP tahun 2011-2013. Isnu berperan sebagai ketua konsorsium PNRI yang beranggotakan semua direktur utama anggota konsorsium, yakni Isnu Edhi Wijaya mewakili Perum PNRI, Arief Safari mewakili PT Sucofindo, Wahyuddin Bagenda mewakili PT LEN Industri, Anang Sugiana Sudihardjo mewakili PT Quadra Solution, dan Paulus Tannos mewakili PT Sandipala Arthaputra.

Selain para terpidana itu, KPK tengah mengejar salah satu tersangka yakni Paulus Tannos alias Thian Po Thjin. Paulus Tannos menjadi DPO atau buron KPK sejak 19 Oktober 2021. Saat ini, pemerintah tengah mengupayakan ekstradisi agar Paulus dapat diadili di Indonesia. Paulus telah ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.

Paulus disebut melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor seperti Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang juga PNS BPPT, Husni Fahmi, dan Direktur Utama PNRI sekaligus Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya. Pertemuan-pertemuan itu, disebut KPK, menerbitkan peraturan yang bersifat teknis, bahkan sebelum proyek dilelang.

Selain itu, KPK menduga Paulus juga melakukan pertemuan dengan sejumlah tersangka lainnya untuk menyepakati besaran fee 5 persen sekaligus skema pembagian fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat Kemendagri.

Budi Riza, Dwi Arjanto, Andita Rahma, dan Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Want a free donation?

Click Here