PR JABAR – Fenomena pesta pernikahan palsu sedang viral di kalangan Gen Z, terutama di India, dan kini mulai merambah ke berbagai negara. Acara ini menghadirkan seluruh kemeriahan layaknya pernikahan tradisional, mulai dari musik Bollywood, tabuhan dhol, tarian, busana etnik, hingga dekorasi mewah. Bedanya, tidak ada pasangan pengantin sungguhan yang menikah. Semua diselenggarakan semata-mata untuk hiburan, tanpa adat maupun tuntutan keluarga.
Konsep Pesta Pernikahan Palsu
Pesta pernikahan palsu memberikan pengalaman meriah seperti pesta sungguhan. Peserta dibagi ke dalam dua kubu, yaitu pengantin pria dan pengantin wanita. Setelah itu, mereka diajak mengikuti berbagai permainan interaktif seperti Guess the Relative, menikmati hidangan prasmanan, hingga menari diiringi lagu Bollywood. Beberapa penyelenggara juga menambahkan konsep bebas alkohol agar acara lebih inklusif dan ramah untuk semua kalangan.
Tiket Berbayar dengan Jumlah Peserta Ribuan
Konsep ini bukan hanya hiburan, tetapi juga bisnis yang menguntungkan. Di Bengaluru, India, sebuah pesta pernikahan palsu berhasil menarik lebih dari 2.000 peserta. Di Delhi, acara dengan anggaran ₹10 lakh atau sekitar Rp190 juta sukses besar. Tiket dijual mulai ₹2.000 (Rp380 ribu) hingga ₹15.000 (Rp2,85 juta) per orang. Bahkan, tersedia tiket pasangan seharga ₹10.000 (Rp1,9 juta). Antusiasme ini membuktikan bahwa banyak orang rela membayar mahal demi merasakan atmosfer pernikahan tanpa harus benar-benar menikah.
Tren di Kalangan Profesional Muda
Fenomena ini terutama populer di kota-kota besar seperti Delhi, Mumbai, dan Bengaluru. Generasi muda profesional yang tinggal jauh dari keluarga sering merasa kesepian dan mencari wadah untuk bersosialisasi. Pesta pernikahan palsu dianggap sebagai cara aman menikmati kemeriahan, tanpa tekanan pertanyaan pribadi soal kapan menikah ataupun kewajiban adat yang biasanya membebani.
Dampak pada Industri Pernikahan
Industri pernikahan India yang bernilai hingga Rp24,7 triliun juga ikut diuntungkan. Pesta pernikahan palsu mampu menjaga arus pemasukan di luar musim pernikahan utama. Penyedia venue, dekorasi, hingga katering tetap bisa meraup keuntungan pada bulan-bulan sepi seperti Juni hingga Agustus.
Merambah ke Negara Lain
Tren ini tidak hanya berhenti di India. Frankfurt, Jerman, pernah menggelar pesta bertema “Band Baaja Baarat” lengkap dengan tarian dan musik India tanpa pasangan pengantin. Di Dubai, pesta serupa juga diadakan dengan tambahan lomba desain kostum dan kompetisi tari bertema pernikahan. Fenomena ini berpotensi menyebar lebih luas, terutama di kalangan anak muda yang mengutamakan hiburan dan pengalaman unik.
Hiburan Baru bagi Gen Z
Bagi Gen Z, pesta pernikahan palsu bukan hanya ajang hiburan, tetapi juga sarana mencari teman baru, memperluas jaringan sosial, hingga sekadar menikmati momen mewah tanpa konsekuensi. Fenomena ini menggambarkan bagaimana generasi muda mendefinisikan ulang tradisi dengan sentuhan modern, menjadikannya pengalaman sosial sekaligus bisnis yang menjanjikan.