Terhitung sebelas tahun menjadi Kompasianer, saya merasakan namanya definisi bertumbuh. Sabobagi saya, the real ruang bertumbuh. Membukakan pintu kesempatan tak dinyana, bagi siapapun tanpa pandang kasta dan strata.
Bahwa tumbuh atau tenggelam, sebenarnya terpulang pada masing- masing orang. Tergantung seseorang menyikapi perubahan, dituntut pandai menempatkan diri. Tidak lekas puas pada pencapaian, sadar diri bahwa keadaan terus berputar.
Jujurly, rasa percaya diri saya di dunia menulis menguat, berkat platform blog terkemuka ini. Maka terima kasih saya tak berpenghabisan, setiap mengingat hal ini.
Masih terekam jelas momentum itu, kali pertama memenangi blog competition di Sabo. Bersama 9 pemenang terbang ke Jogjakarta, menghadiri puncak HUT Perusahaan logistik terkemuka.
Dua hari tiga malam, sepuluh Kompasianer dijamu habis- habisan. Menginap di hotel bintang lima, disuguhi menu kelas VVIP bersama para petinggi. Diajak berpetualangan seru, pulang menenteng banyak oleh- oleh.
Saya anak baru, belum genap setahun menulis. Uniknya, saya menulis di Sabobukan disengaja. Bermula dari sebuah cuitan twetter, acara Nangkring di Gramedia Pondok Indah Mall. Saya memang sering ke toko buku tersebut, mendaftar dan duduk di kursi peserta.
Saat hendak pulang dibagikan goody bag, mbak panitia mengingatkan “Mas, ditunggu ulasannya sampai dua minggu ke depan, ketentuannya di link ini.”
Meski tersenyum mengangguk, saya memendam bingung sedikit ragu. Ternyata ada kewajiban menulis, bahkan ada hadiahnya. Sepulang dari acara, saya langsung membuat akun Sabo.
—–
Memenangi lomba menulis, hadiahnya dikirim ke luar kota. Bagi saya menjadi pengalaman luar biasa, sekaligus membuka kesadaran baru. Bahwa tulisan saya tervalidasi oleh juri, impact – nya sangat menyenangkan. Sejak hari itu, adrenalin menulis seperti terpacu.
Lagi, kejadian tak disangka terbuka di depan mata. Nama saya masuk daftar, Kompasianer diundang ke Istana Negara. Bertepatan acara Kompasianival 2015, kami bertemu Presiden Joko Widodo sambil makan siang. Kesempatan langka tak terlupa, menjadi torehan jejak sepanjang hidup.
Sebelas tahun menjadi Kompasianer, saya turut mengalami kejayaan acara SaboNangkring. Seminggu bisa dua tiga kali, acara favorit ini diadakan. Pernah juga ada Sabo, Kompasianer bergantian muncul di layar kaca KompasTV.
Acara Visit Sabo, membawa pengalaman luar biasa. Pernah tiga hari dua malam, kami menginap di Pulau Bidadari di Kepulauan Seribu. Menjelajahi pulau- pulau terdekat, bersama sejarawan Universitas Indonesia.
Siapa sangka, beberapa pihak melihat membaca tulisan saya di Sabo. Setelah predikat dianugerahkan, yaitu Kompasianer of The year 2019. Rupanya menjadi berkah berikutnya, membukakan pintu- pintu di luar Sabo.
Melalui tulisan ini, saya mengakui merasakan bertumbuh berkat Sabo. Dan di usia Saboke 17, semoga terus bersinar memancarkan harapan. Membukakan ruang bertumbuh, bagi siapa saja yang mau bertumbuh.
17 Tahun Sabo; Bertumbuh Dibersamai Sabo
Suatu siang sebuah pesan masuk, dari nomor belum saya simpan di gawai. Mula- mula memperkenalkan diri, dari sebuah Instansi di salah satu Kabupaten di Banten. Isi pesannya sangat menarik, meminta saya menjadi pembicara di sebuah kegiatan.
Setelah membaca flyer kegiatan saya menyanggupi, materi dibawakan sesuai bidang digeluti. Adalah bidang tulis menulis, saya berbagi pengalaman pribadi.
Kejadian semisal terjadi lagi, sebuah Museum di Banten minta saya menjadi juri lomba video literasi. Beberapa kenalan pernah meminta, saya mengisi kelas Komunitas.
Kemudian Sabo, lagi- lagi membukakan kesempatan membanggakan. Saya mengisi sesi coaching clinic, tentang menulis di gelaran Kompasianival 2024.
—
Saya tak menyangkal, ada beberapa kejadian membingungkan. Ketika Sabosedang eror, seorang teman DM protes ke saya. Mengaku tidak bisa posting di Sabo, sementara dikejar deadline.
Sebuah brand besar saya kenal manager-nya, wapri ke saya menanyakan tarif pasang iklan di Sabo. Saya pernah menjadi 2nd Best Blogger, di ajang Jurnalis Award perusahaan terkenal. Panitianya menyangka, saya adalah orang Sabo. Saya sama sekali tidak marah, justru dian- diam girang bukan kepalang.
Sebelas tahun menulis di Sabo, saya berusaha bersikap konsisten. Belajar dari senior saya hormati dan kagumi, Opa Tjiptadinata Efendi. Beliau dengan one day on post-nya, saya mengikuti-nya dari tahun 2019.
17 Tahun Sabo, ibarat umur sedang menuju dewasa. Darah muda mengalir derasnya, semangat dan potensi sangatlah bisa digali. Tentu saja menjadi ruang bertumbuh, bagi Kompasianer yang bersedia bertumbuh.
Selamat Ulang Tahun ke- 17 Sabo, sukses dan terus bersinar.
Semoga bermanfaat.






