Free Gift

3 Puisi Joko Pinurbo tentang Kopi

SaboTanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kopi Internasional. 

Melansir dari laman resmi International Coffee Organization (ICO), perayaan ini diikuti oleh 77 Negara Anggota ICO dan puluhan asosiasi kopi dari seluruh dunia.

Momentum ini bukan hanya soal menikmati secangkir kopi.

Tetapi juga mengingatkan dunia tentang peran penting jutaan petani kopi yang mata pencahariannya bergantung pada tanaman aromatik ini.

Di balik setiap cangkir kopi yang kita nikmati, ada kerja keras, ada perjalanan panjang dari kebun hingga meja, serta ada cerita manusia yang mengalir di dalamnya.

Puisi tentang Kopi Karya Joko Pinurbo

Selain sebagai minuman penghangat, kopi juga menjadi inspirasi bagi karya sastra.

Penyair Joko Pinurbo, salah satunya.

Terdapat beberapa karyanya yang menghadirkan kopi sebagai bahannya, berikut beberapa puisinya.

  1. Surat Kopi

Lima menit menjelang minum kopi,

aku ingat pesanmu: “Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi.”

Mungkin karena itu empat cangkir kopi sehari

bisa menjauhkan kepala dari bunuh diri.

Kau punya bermacam-macam kopi

dan kau pernah bertanya: “Kau mau pilih kopi yang mana?” Aku menjawab: “Aku pilih kopimu.”

Di mataku telah lahir mata kopi.

Di waktu kecil aku pernah diberi Ibu cium rasa kopi.

Apakah puting susu juga mengandung kopi?

Kopi: nama yang tertera pada sebuah nama. Namaku.

Burung menumpahkan kicaunya ke dalam kopi.

Matahari mencurahkan matanya ke hitam kopi.

Dan kopi meruapkan harum darah dari lambungmu.

Tiga teguk yang akan datang aku bakal

mencecap hangat darahmu di bibir cangkir kopiku

2. Lubang Kopi

Jam tiga pagi Waktu Indonesia Bagian Kopi

lampu tidur di matanya menyala kembali.

Hujan tinggal bekas dan kopi sudah menjadi miras.

Ia sedang jatuh cinta pada kantuknya

ketika dilihatnya lubang besar di layar komputernya.

Lubang kopi yang hitam menganga.

Kata-kata berjatuhan ke dalam lubang

dan tak kembali. Dan kembali sebagai sunyi.

Dari dalam lubang muncul seekor kucing

bermata cerlang dan manis. Kucing biru yang dulu

hilang di balik hujan dan ia hampir menangis.

Kucing itu terbuat dari kata kangen yang keluar

dari kamus, lalu masuk ke lubang sunyi

jam tiga pagi Waktu Indonesia Bagian Kopi.

3. Ibu Kopi

Malam saya terbuat dari jalanan kampung

yang basah, hujan yang baru saja mati,

rindu yang hampir kedaluwarsa,

sepi yang tak lagi berfungsi,

dan seorang penjual kopi

yang mondar-mandir mendorong gerobak kopinya.

Sendok kopi memukul-mukul cangkir kopi

dan suara kopi memantul-mantul

di jidat para penggemar kopi

yang sedang berjuang melawan kantuk dan lupa.

Harum kopinya terbuat dari harum darahnya.

Hitam kopinya terbuat dari hitam nasibnya.

Ia masih muda, sekian tahun yang silam

diambil negara di sebuah huru-hara,

dan sampai sekarang masih dicari-cari oleh ibunya.

Sendok kopi memukul-mukul cangkir kopi.

Saya datang mau membeli kopi,

tapi si penjual kopi tak ada. Saya hanya

bertemu dengan gerobak kopinya.

Saya hanya mendengar suaranya: “Minumlah kopiku sebagai kenangan akan daku.”

Malam saya terbuat dari jalanan kampung

yang basah, hujan yang baru saja mati,

dan seorang ibu yang berjalan sendirian

mendorong gerobak kopi anaknya.

“Selamat malam, Bu. Semua kopi menyayangimu.”

Hari Kopi Internasional bukan hanya perayaan sebuah jenis minuman.

Tetapi juga ruang untuk merenungkan nilai-nilai di baliknya salah satunya inspirasi kreatif dalam karya puisi-puisi Joko Pinurbo yang bertemakan tentang kopi.

Pada 1 Oktober ini, mari rayakan Hari Kopi Internasional.

(MG/Sabbih Fadhillah)

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar