Sabo – Hubungan asmara idealnya dibangun di atas cinta, kepercayaan, dan kenyamanan emosional. Namun kenyataannya, tidak semua hubungan berjalan sehat. Ada kalanya salah satu pihak merasa terjebak, tidak tahan dengan pasangannya, tetapi tetap enggan mengakhiri hubungan tersebut.
Fenomena ini seringkali membuat pasangan merasa bingung: “Jika dia sudah tidak bahagia, kenapa dia tidak mau melepaskan hubungan ini?”
Khususnya pada pria, ada banyak faktor psikologis, sosial, maupun emosional yang membuat mereka tetap bertahan dalam hubungan yang sebenarnya sudah menyiksa.
Dilansir dari laman Your Tango, artikel ini akan membahas secara rinci lima alasan utama mengapa pria tidak tahan dengan pasangannya namun tetap tidak mau putus.
1. Kebutuhan untuk Menguasai dan Memegang Kendali
Salah satu alasan terbesar pria enggan mengakhiri hubungan yang tidak sehat adalah dorongan untuk tetap memegang kendali. Banyak pria merasa bahwa merekalah yang berhak menentukan kapan hubungan dimulai dan kapan hubungan berakhir.
Contoh nyata dapat dilihat dari pria yang menolak saat pasangannya ingin putus. Ia mungkin berkata:
“Kamu nggak akan pergi. Kalau ada yang memutuskan hubungan ini, itu aku, bukan kamu.”
Kalimat sederhana ini menunjukkan adanya permainan kekuasaan. Hubungan tidak lagi tentang cinta atau kebahagiaan bersama, melainkan tentang siapa yang memiliki kendali penuh.
Menurut penelitian psikologi sosial, manusia cenderung mempertahankan kekuasaan karena hal itu berkaitan erat dengan harga diri dan identitas diri. Ketika seorang pria merasa “ditinggalkan”, ia bisa menganggap hal itu sebagai ancaman terhadap egonya.
Oleh karena itu, meskipun ia sudah tidak tahan, ia tetap bertahan hanya untuk memastikan bahwa ia tidak “kalah” dalam hubungan tersebut.
Cara menghadapi pria yang ingin mendominasi
Jangan terjebak dalam permainan kuasa.
Ambil keputusan tegas untuk diri sendiri.
Jika ia pergi lalu kembali, jangan beri kesempatan yang sama berulang kali.
2. Ketergantungan pada Perawatan dan Kenyamanan
Alasan kedua yang sering muncul adalah kebutuhan pria untuk selalu dirawat. Banyak pria terbiasa dimanjakan oleh pasangannya: dimasakkan makanan, dicuci bajunya, ditemani saat lelah, bahkan diurus kebutuhan sehari-hari yang sebenarnya bisa mereka lakukan sendiri.
Ketika pasangannya mulai membicarakan putus, pria tersebut bisa panik dan berpikir:
“Kalau dia pergi, siapa yang akan merawatku?”
Misalnya, ada wanita yang selalu memasak untuk pacarnya, membersihkan apartemennya, bahkan membantu mengurus hewan peliharaannya. Lama-kelamaan, pria itu merasa semua itu adalah kewajiban pasangannya, bukan lagi sebuah bentuk kasih sayang.
Namun begitu ancaman perpisahan muncul, pria tersebut segera “tersadar” dan berjanji akan berubah—meskipun kenyataannya, setelah beberapa waktu, pola lama akan kembali.
Cara menghadapi pria yang bergantung
Jika pasanganmu hanya bertahan karena kenyamanan yang kamu berikan, cobalah:
Kurangi kebiasaan merawatnya secara berlebihan.
Tunjukkan bahwa kamu juga punya kehidupan sendiri.
Jangan takut meninggalkan hubungan yang tidak seimbang.
3. Dorongan terhadap Keintiman Fisik
Banyak pria yang menganggap keintiman fisik sebagai salah satu kebutuhan utama dalam hubungan. Meski hubungan emosionalnya sudah rusak, pria tetap bertahan karena tidak ingin kehilangan akses terhadap keintiman tersebut.
Daripada berusaha mencari pasangan baru atau membangun hubungan baru dari nol, mereka memilih bertahan meski sebenarnya tidak tahan lagi dengan pasangannya.
Menariknya, banyak pasangan yang justru mengalami keintiman fisik setelah konflik besar. Dalam psikologi hubungan, fenomena ini disebut make-up intimacy, yaitu keintiman yang muncul setelah pertengkaran, yang seringkali terasa lebih intens.
Bagi pria, pengalaman seperti ini membuat mereka semakin enggan untuk melepaskan hubungan yang sebenarnya sudah tidak sehat.
Jika kamu merasa pasanganmu bertahan hanya karena alasan ini, maka:
Jangan lagi menawarkan keintiman sebagai “senjata damai” setelah bertengkar.
Sadari bahwa hubungan sehat bukan hanya soal fisik, tetapi juga emosional.
4. Rasa Malas untuk Memulai Kembali dan Ketakutan akan Dunia Kencan
Alasan keempat yang seringkali membuat pria bertahan dalam hubungan tidak sehat adalah ketakutan untuk kembali berkencan. Dunia kencan bisa terasa melelahkan: harus mengenal orang baru, membangun kepercayaan lagi, menghadapi penolakan, hingga memulai segalanya dari awal.
Daripada menghadapi ketidakpastian tersebut, sebagian pria lebih memilih untuk bertahan meski hubungan yang dijalani sudah tidak memberikan kebahagiaan.
Bayangkan seseorang yang lebih memilih tetap tinggal di rumah lama yang bocor dan penuh rayap, daripada harus mencari rumah baru dan pindahan. Meski tidak nyaman, rasa familiar membuat mereka enggan berubah.
Cara keluar dari situasi ini
Bangun keberanian untuk menghadapi dunia baru.
Ingatkan diri bahwa bertahan dalam hubungan yang menyakitkan justru membuang lebih banyak waktu.
Fokus pada pengembangan diri sebelum kembali ke dunia kencan.
5. Rasa Malu dan Takut Kehilangan Harga Diri di Mata Orang Lain
Bagi sebagian pria, putus cinta bukan hanya urusan pribadi, tetapi juga menyangkut reputasi sosial. Mereka takut dianggap gagal dalam menjalin hubungan, apalagi jika sudah sering mengalami putus cinta sebelumnya.
Rasa malu ini bisa semakin kuat ketika orang tua, keluarga, atau teman dekat mengetahui bahwa hubungan mereka berakhir bukan karena keputusan mereka, melainkan karena ditinggalkan pasangannya.
Ada pria yang rela tetap menjalani hubungan tidak sehat hanya karena ia tidak ingin terlihat “lemah” di mata teman-temannya. Ia lebih memilih mempertahankan hubungan kosong daripada menanggung rasa malu sosial.
Jika pasanganmu termasuk tipe ini, coba bicarakan cara putus yang lebih “elegan”, misalnya dengan menekankan bahwa perpisahan bukan karena salah satu pihak, melainkan karena hubungan tidak lagi berjalan sehat.
Bertahan dalam hubungan yang sudah tidak sehat memiliki dampak serius, baik secara emosional maupun fisik, di antaranya:
Stres berkepanjangan akibat konflik terus-menerus.
Menurunnya kesehatan mental, seperti kecemasan atau depresi.
Hilangnya rasa percaya diri karena terus-menerus merasa tidak dihargai.
Kehilangan waktu berharga yang seharusnya bisa digunakan untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Jika kamu merasa terjebak dalam hubungan seperti ini, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:
Kenali alasan sebenarnya mengapa pasanganmu tidak mau putus.
Tetapkan batas yang jelas dalam hubungan.
Cari dukungan dari teman atau keluarga agar tidak merasa sendirian.
Jangan takut mengambil keputusan meski pasanganmu menolak.
Fokus pada masa depanmu sendiri, bukan pada kenyamanan pasangan.
Tidak semua pria bertahan dalam hubungan karena cinta. Banyak dari mereka yang memilih tetap berada di dalam hubungan yang tidak sehat karena ingin berkuasa, butuh kenyamanan, mengejar keintiman, malas berkencan lagi, atau takut kehilangan harga diri.
Memahami alasan-alasan ini bisa membantumu mengambil keputusan dengan lebih bijak. Ingat, hidup terlalu singkat untuk dihabiskan bersama seseorang yang tidak menghargai dirimu.
Pada akhirnya, satu-satunya jalan menuju kebahagiaan sejati adalah berani melepaskan hubungan yang sudah tidak lagi memberi manfaat.