SaboPernikahan ibarat perjalanan panjang dengan berbagai rintangan. Pada awalnya, semuanya terasa indah: perhatian kecil, kata-kata manis, dan kerinduan yang selalu ada. Namun, seiring waktu, rutinitas, tekanan ekonomi, perbedaan karakter, bahkan kehadiran anak dapat mengubah dinamika hubungan.
Faktanya, sebuah survei dari A Woman’s Day dan AOL Living menemukan bahwa 72 persen perempuan yang menikah pernah terpikir untuk meninggalkan suaminya. Meski demikian, 71 persen tetap berharap untuk bersama pasangannya seumur hidup. Angka ini menunjukkan bahwa cinta memang ada, tetapi merawatnya membutuhkan kesadaran, usaha, dan kebiasaan positif yang konsisten.
Psikologi hubungan mengajarkan bahwa pernikahan yang sehat bukanlah hasil dari keberuntungan semata, melainkan buah dari strategi emosional, komunikasi, dan pengelolaan diri. Dan kabar baiknya, kebiasaan tersebut bisa dipelajari siapa pun.
Dilansir dari laman Your Tango, mari kita kupas satu per satu 8 kebiasaan emas pasangan yang berhasil menguasai seni pernikahan.
1. Menjaga Kesehatan Fisik dan Emosional
Banyak pasangan berpikir setelah menikah, mereka bisa lebih santai dan tak perlu menjaga penampilan. Padahal, justru di sinilah jebakannya. Penelitian yang diterbitkan di New England Journal of Medicine (2007) menyebutkan bahwa jika pasangan Anda mengalami obesitas, risiko Anda untuk ikut obesitas meningkat 37 persen.
Lebih dari sekadar penampilan, kesehatan tubuh sangat memengaruhi suasana hati, energi, dan kualitas interaksi. Pasangan yang sehat secara fisik cenderung lebih sabar, aktif, dan optimis.
Tips menjaga kesehatan dalam pernikahan:
-
Buat jadwal olahraga bersama minimal 3 kali seminggu.
-
Masak makanan sehat di rumah ketimbang sering jajan di luar.
-
Saling mengingatkan untuk tidur cukup dan mengurangi stres.
-
Jangan ragu untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
Ingat, tubuh yang sehat adalah pondasi utama hubungan yang sehat.
2. Memiliki Rencana Keuangan yang Jelas
Uang sering disebut sebagai biang kerok nomor satu pertengkaran rumah tangga. Survei terbaru menunjukkan bahwa 40–42 persen pasangan menikah pernah melakukan “perselingkuhan finansial”, misalnya berbohong soal harga belanja atau menyembunyikan utang.
Ken Robbins, MD, profesor psikiatri dari University of Wisconsin–Madison, menyebutkan bahwa perbedaan filosofi keuangan bukan masalah besar, asalkan ada aturan dasar yang disepakati bersama sejak awal.
Strategi keuangan sehat dalam pernikahan:
-
Sepakati siapa yang mengelola pembayaran utama (tagihan listrik, sewa, cicilan).
-
Buat akun bersama untuk kebutuhan rumah tangga dan tabungan masa depan.
-
Tetapkan batas pengeluaran pribadi yang bisa dilakukan tanpa izin pasangan.
-
Rencanakan investasi jangka panjang bersama (rumah, pendidikan anak, pensiun).
Pasangan yang memiliki visi finansial yang sejalan cenderung lebih tenang menghadapi badai ekonomi.
3. Menetapkan Aturan Dasar di Rumah
Awal pernikahan biasanya penuh perdebatan kecil: dari cara menggantung tisu toilet, tata letak dapur, hingga pola tidur. Kedengarannya sepele, tapi psikologi pernikahan menyebut konflik kecil yang berulang dapat menjadi “bom waktu” dalam hubungan.
Dr. Robbins menegaskan bahwa pasangan sering kali membawa pola asuh dari keluarga asal mereka. Ada yang terbiasa makan malam bersama, ada pula yang tidak. Ada yang berpikir disiplin anak harus keras, sementara yang lain lebih lembut.
Solusi:
-
Diskusikan nilai keluarga yang ingin dibangun bersama.
-
Buat kompromi soal tanggung jawab rumah tangga.
-
Tentukan aturan jelas dalam mengasuh anak sejak awal.
Dengan kesepakatan dasar, pasangan bisa mencegah konflik berulang yang melelahkan.
4. Bersikap Fleksibel Menghadapi Perubahan
Pernikahan adalah perjalanan panjang, dan peran masing-masing pasangan bisa berubah drastis. Ketika salah satu kehilangan pekerjaan, yang lain mungkin harus mengambil alih tanggung jawab finansial. Begitu pula ketika ada anggota keluarga sakit, semua rutinitas bisa terguncang.
Menurut Dr. Andrew Goldstein dari Johns Hopkins, fleksibilitas adalah kunci bertahan dari guncangan hidup. Pasangan yang mampu beradaptasi tanpa menganggap peran sebagai beban lebih cenderung bahagia.
Contoh penerapan fleksibilitas:
-
Membagi ulang pekerjaan rumah tangga ketika situasi berubah.
-
Tidak terpaku pada siapa yang lebih “berkontribusi” finansial.
-
Menghargai peran pasangan, baik sebagai pencari nafkah maupun pengurus rumah.
Fleksibilitas menciptakan rasa saling menopang, bukan saling menuntut.
5. Tetap Aktif dan Menikmati Aktivitas Bersama
Psikologi hubungan menyebutkan bahwa pasangan yang berbagi aktivitas fisik cenderung lebih kompak dan intim. Sebuah studi menemukan bahwa pasangan yang berolahraga bersama lebih konsisten menjaga kebugaran, bahkan memiliki kehidupan seksual yang lebih sehat.
Aktivitas tidak harus ekstrem. Hiking santai, bersepeda sore, atau sekadar jalan pagi bisa menjadi ritual berkualitas.
Manfaat aktivitas bersama:
-
Meningkatkan hormon endorfin yang membuat bahagia.
-
Memperkuat ikatan emosional melalui kebersamaan.
-
Membantu menjaga kesehatan jangka panjang sehingga bisa menua bersama dengan sehat.
Pasangan yang aktif bersama akan lebih mudah menghadapi tantangan usia.
6. Menjaga Lingkar Sosial yang Sehat
Fenomena “perceraian abu-abu” atau perceraian di atas usia 50 tahun meningkat dalam satu dekade terakhir. Salah satu alasannya adalah pasangan merasa terjebak dalam “dunia berdua” yang terlalu tertutup.
Dr. Robbins menyarankan pasangan untuk tetap memiliki teman dekat dan pasangan lain untuk bersosialisasi. Mendengar pengalaman orang lain bisa memberi perspektif baru, sekaligus mengingatkan bahwa setiap hubungan punya tantangannya.
Namun, ada batasannya. Jangan sampai curhat Anda ke orang lain justru merusak kepercayaan pasangan. Prinsipnya: bicarakan masalah utama dengan pasangan, bukan dengan pihak ketiga.
7. Menemukan Kembali Kebersamaan Setelah Anak Dewasa
Banyak pasangan hanya berfokus pada anak, hingga lupa bahwa mereka adalah pasangan lebih dulu sebelum menjadi orang tua. Saat anak-anak akhirnya mandiri, hubungan bisa terasa hampa.
Namun, penelitian (2008) justru menemukan bahwa kepuasan pernikahan meningkat setelah anak-anak meninggalkan rumah. Pasangan punya lebih banyak waktu berkualitas, bebas dari rutinitas yang membatasi.
Cara menemukan kembali pasangan:
-
Buat jadwal kencan rutin meski sudah puluhan tahun menikah.
-
Coba kegiatan baru bersama, seperti traveling atau belajar keterampilan baru.
-
Ingat kembali hal-hal kecil yang dulu membuat jatuh cinta.
Sarang kosong bukan kutukan, melainkan kesempatan emas untuk memperbarui cinta.
8. Menjadi Pengasuh yang Sadar dan Penuh Empati
Seiring usia, pasangan mungkin harus menghadapi sakit serius. Dalam situasi ini, salah satu sering berperan sebagai pengasuh utama. Tantangannya adalah munculnya rasa lelah, frustrasi, bahkan kehilangan identitas diri.
Psikologi pengasuhan menekankan pentingnya kesadaran akan keterbatasan. Pengasuh harus berani meminta bantuan keluarga, komunitas, atau tenaga profesional.
Prinsip pengasuhan sehat dalam pernikahan:
-
Jangan memendam rasa lelah sendiri, komunikasikan pada pasangan.
-
Cari waktu untuk tetap bersosialisasi agar tidak terisolasi.
-
Ingat bahwa kasih sayang lebih penting daripada kesempurnaan peran.
Pasangan yang sadar akan keterbatasannya lebih mampu menjaga cinta, bahkan di tengah ujian besar.
Pernikahan bahagia bukanlah kisah tanpa konflik. Justru sebaliknya, ia adalah cerita dua orang yang mau terus belajar, beradaptasi, dan tumbuh bersama.
Dengan menerapkan delapan kebiasaan di atas—mulai dari menjaga kesehatan, mengatur keuangan, hingga menemukan kembali cinta setelah anak dewasa—Anda dan pasangan bisa menapaki jalan panjang pernikahan dengan lebih kuat.
Pada akhirnya, seni pernikahan bukan tentang bertahan tanpa luka, melainkan tentang menjalani setiap fase dengan kesadaran, cinta, dan komitmen yang tak tergoyahkan.









