Free Gift

Artificial Intelligence: Sahabat Manusia atau Ancaman Baru?

AA1P4LQG

Teknologi selalu diciptakan untuk mempermudah hidup manusia. Tapi seperti pisau bermata dua, kemajuan teknologi juga bisa membawa dampak positif dan negatif sekaligus. Salah satu yang paling banyak dibicarakan sekarang adalah Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan — teknologi yang membuat mesin bisa berpikir dan belajar layaknya manusia.

Kalau kita menengok sejarahnya, AI bukan hal baru. Sejak tahun 1956, sekelompok ilmuwan di Dartmouth, Amerika Serikat, mulai meneliti bagaimana menciptakan komputer yang mampu meniru kecerdasan manusia.[1] Tujuan awalnya sederhana: membantu manusia menyelesaikan persoalan-persoalan kompleks yang sulit diselesaikan dengan kemampuan otak manusia biasa.

Kini, impian itu perlahan jadi kenyataan. AI hadir di hampir semua aspek kehidupan: dari rekomendasi film di Netflix, chatbot di situs belanja, hingga aplikasi seperti ChatGPT yang bisa menulis, menerjemahkan, bahkan membuat video atau foto. Banyak pihak menilai bahwa AI membawa banyak manfaat. Ia bisa meningkatkan produktivitas, mempercepat pekerjaan, mengurangi kesalahan, dan membantu pengambilan keputusan dengan lebih akurat. Dalam dunia kreatif, AI juga membuat proses produksi konten menjadi lebih cepat dan menarik.

Tak heran jika tren penggunaannya terus melonjak. ChatGPT 3.5, misalnya, berhasil meraih 100 juta pengguna hanya dalam dua bulan sejak diluncurkan — rekor yang belum pernah terjadi sebelumnya.[2] Perusahaan pengembang AI pun meraup keuntungan besar. Pendapatan OpenAI naik hingga 56% [3], sementara DeepSeek melonjak 45% pada periode 2023–2024.[4] Angka ini jauh melampaui pertumbuhan perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft (15,67%) atau Apple (2%).

Namun di balik semua kecanggihan itu, AI juga membawa tantangan baru bagi kemanusiaan. Salah satunya adalah penurunan fungsi kognitif manusia akibat terlalu bergantung pada teknologi. Fenomena ini disebut cognitive offloading, yaitu ketika manusia menyerahkan sebagian kemampuan berpikir, mengingat, atau memecahkan masalah kepada mesin.[5] Kita jadi malas berpikir karena merasa semua jawaban sudah tersedia lewat AI.

AI bekerja dengan sistem large language model (LLM) — algoritma yang meniru cara kerja otak manusia.[6] Karena tampilannya cerdas dan responsif, pengguna sering merasa seperti berbicara dengan seorang ahli. Tapi penelitian dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menemukan bahwa pengguna AI memiliki konektivitas otak yang lebih lemah dibanding mereka yang hanya memakai mesin pencari seperti Google.[7] Artinya, AI bisa mengubah cara otak kita bekerja tanpa kita sadari.

Selain itu, ada juga dampak sosial dan ekonomi yang muncul akibat pesatnya penggunaan AI. Banyak perusahaan kini menggantikan tenaga manusia dengan sistem otomatis berbasis AI untuk menekan biaya produksi. Akibatnya, ribuan orang kehilangan pekerjaan. Sepanjang tahun 2024, Amazon memecat lebih dari 16 ribu pegawai, Microsoft 11 ribu, dan Meta 10 ribu.[8] Tak berhenti di situ, AI juga menimbulkan kekhawatiran soal keamanan data pribadi. Karena AI mampu menyimpan dan mengolah informasi dari berbagai perangkat digital, ada risiko kebocoran data yang bisa disalahgunakan.

Lantas, apa yang bisa kita lakukan di tengah laju pesat teknologi ini?

Mungkin sulit membayangkan hidup tanpa AI. Teknologi ini sudah menjadi bagian penting dari industri perbankan, pendidikan, kesehatan, bahkan hiburan. Namun yang perlu diingat: AI hanyalah alat bantu, bukan pengganti manusia.

Selama manusia tetap menggunakan akal sehat dan berpikir kritis, AI bisa menjadi mitra yang membantu kita mencapai kemajuan. Tapi jika manusia terlalu bergantung padanya, kita justru bisa kehilangan kemampuan berpikir, berempati, dan berkreasi — tiga hal yang menjadi ciri khas manusia sejati.

AI seharusnya membantu manusia menjadi lebih bijak, bukan lebih malas berpikir. Dengan kesadaran dan tanggung jawab, kita bisa memastikan teknologi ini menjadi sahabat, bukan ancaman bagi kemanusiaan.

referensi:

[1] https://home.dartmouth.edu/about/artificial-intelligence-ai-coined-dartmouth

[2] https://blogs.worldbank.org/en/digital-development/who-on-earth-is-using-generative-ai-

[3] https://taptwicedigital.com/stats/openai

[4] https://kr-asia.com/deepseeks-rise-lifts-terminus-as-aiot-firm-reports-revenue-growth

[5] https://www.ie.edu/center-for-health-and-well-being/blog/ais-cognitive-implications-the-decline-of-our-thinking-skills/

[6] https://www.ibm.com/think/topics/large-language-models

[7] https://www.tempo.co/digital/studi-penggunaan-chatgpt-untuk-menulis-esai-bisa-kikis-kemampuan-kognitif-1805404

[8] https://www.cnbcindonesia.com/opini/20250204104353-14-607765/artificial-intelligence-dan-aksinya-dalam-gelombang-phk-global

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar