Free Gift

AS-Australia Sepakat Perkuat Pasokan Logam Tanah Jarang, Tantang Dominasi China

Sabo, JAKARTA — Amerika Serikat dan Australia meneken kesepakatan senilai US$8,5 miliar untuk memperkuat rantai pasok mineral penting dan logam tanah jarang (rare earths), langkah strategis Washington guna mengurangi ketergantungan terhadap China.

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengatakan kerja sama ini akan memperkuat kemandirian pasokan bahan strategis kedua negara.

“Dalam sekitar satu tahun ke depan, kami akan memiliki begitu banyak mineral penting dan logam tanah jarang hingga kami tidak tahu harus melakukan apa dengan semuanya,” ujar Trump di Gedung Putih saat menerima kunjungan resmi Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese dikutip dari Bloomberg, Selasa (21/10/2025).

Albanese menyebut kesepakatan tersebut sebagai proyek senilai US$8,5 miliar yang siap dijalankan dan menilai langkah ini akan membawa kerja sama ekonomi dan pertahanan kedua negara ke tingkat yang lebih tinggi.

Menurut keterangan resmi yang dirilis Kantor Perdana Menteri Australia, perjanjian ini mencakup pengolahan logam tanah jarang di Australia, dengan potensi ekspansi kapasitas produksi di masa depan. 

AS dan Australia juga berkomitmen melindungi pasar domestik dari praktik perdagangan tidak adil melalui penerapan standar dagang baru, termasuk mekanisme harga dasar atau kebijakan serupa.

Dalam enam bulan pertama, masing-masing negara akan mengucurkan lebih dari US$1 miliar untuk proyek awal. Beberapa proyek lanjutan akan dikembangkan di kedua negara, serta satu proyek bersama yang melibatkan Jepang. Namun, dokumen kesepakatan tidak merinci lembaga pendanaan yang akan terlibat.

Sebagai bagian dari perjanjian, Pentagon akan membantu pembangunan fasilitas pemurnian galium berkapasitas 100 metrik ton per tahun di Australia Barat. Selain itu, Export-Import Bank of the United States (EXIM Bank) juga telah menerbitkan surat minat pembiayaan senilai lebih dari US$2,2 miliar untuk proyek mineral strategis.

Kunjungan resmi Albanese ke Gedung Putih — yang merupakan yang pertama sejak Trump kembali menjabat sebagai presiden — menjadi langkah penting Australia untuk memperkuat hubungan strategis dengan AS. Negeri Kangguru berupaya memanfaatkan kekayaan sumber dayanya sebagai alat tawar di tengah langkah China yang baru-baru ini membatasi ekspor logam tanah jarang.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent pekan lalu mengungkapkan bahwa sejumlah sekutu, termasuk Australia, tengah membahas respons bersama atas kebijakan ekspor China tersebut.

Australia, yang memiliki cadangan logam tanah jarang terbesar keempat di dunia, berupaya memposisikan diri sebagai pemasok alternatif bagi industri semikonduktor, teknologi pertahanan, energi terbarukan, dan sektor strategis lainnya. Negeri itu juga menjadi basis produksi satu-satunya logam tanah jarang berat di luar China melalui Lynas Rare Earths Ltd.

Upaya untuk mencapai kesepakatan ini telah dimulai sebelum kunjungan Albanese. Lebih dari selusin perusahaan tambang Australia menggelar pertemuan di Washington bulan lalu dengan pejabat dari sejumlah lembaga AS.

Pertemuan tersebut membahas potensi investasi langsung dan kepemilikan saham oleh pemerintah AS dalam rangka membangun rantai pasok tandingan terhadap dominasi China.

Sementara itu, Menteri Keuangan Australia Jim Chalmers juga melakukan pertemuan dengan investor besar AS seperti Blackstone Inc. dan Blue Owl Capital di New York pekan lalu, menawarkan Australia sebagai tujuan investasi yang stabil dan kaya sumber daya.

Optimisme pasar terhadap kemitraan strategis kedua negara turut mendorong lonjakan saham sejumlah emiten tambang. Saham Lynas Rare Earths Ltd., misalnya, tercatat melonjak lebih dari 150% dalam 12 bulan terakhir.

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar