WASHINGTON DC, Sabo – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjatuhkan sanksi berat terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, Rosneft dan Lukoil.
Keputusan ini diambil setelah Trump menilai Presiden Rusia Vladimir Putin tidak bersikap jujur dan terbuka dalam pembicaraan terkait perang di Ukraina.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyampaikan pengumuman sanksi ini pada Rabu (22/10/2025), sehari setelah rencana Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antara Trump dan Putin di Budapest, Hongaria, dibatalkan.
“Mengingat penolakan Presiden Putin untuk mengakhiri perang yang tidak masuk akal ini, Departemen Keuangan memberikan sanksi kepada dua perusahaan minyak terbesar Rusia yang mendanai mesin perang Kremlin,” ujar Bessent, dikutip dari kantor berita AFP.
Bessent menegaskan bahwa AS siap mengambil langkah lanjutan jika diperlukan.
“Kami siap mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan untuk mendukung upaya Presiden Donald Trump dalam mengakhiri perang,” katanya.
Sanksi ini disebut sebagai salah satu langkah paling signifikan yang pernah dijatuhkan AS terhadap Rusia.
“Ini adalah salah satu sanksi terbesar yang kami jatuhkan kepada Federasi Rusia,” ungkap Bessent dalam wawancara dengan Fox Business sebelum pengumuman resmi disampaikan.
Trump sebelumnya menunda pengenaan sanksi tambahan selama berbulan-bulan. Ia berharap dapat membujuk Putin agar bersedia menyepakati perdamaian.
Namun, frustrasi Trump terhadap bos Kremlin itu terus bertambah dalam beberapa waktu terakhir.
“Presiden Putin tidak datang ke meja perundingan dengan cara yang jujur dan terus terang, seperti yang kami harapkan,” ujar Bessent.
Ia juga menyebut bahwa pertemuan terakhir kedua pemimpin di Alaska pada Agustus lalu menjadi titik balik bagi Trump.
“Presiden Trump mundur ketika ia menyadari bahwa segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana,” tambahnya.
Menurut Bessent, masih ada komunikasi informal yang berjalan, tetapi Trump merasa kecewa dengan hasil pembicaraan yang ada.
Sementara itu, Uni Eropa juga akan menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Rusia yang mencakup larangan impor gas alam cair dari Rusia mulai 2027, daftar hitam terhadap kapal tanker minyak yang digunakan Moskwa, serta pembatasan perjalanan bagi para diplomat Rusia.
Sejak menjabat kembali pada Januari 2025, Trump berulang kali mengancam akan menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia, tetapi belum mengambil langkah konkret.
Pekan lalu, Trump menyatakan harapan tercapainya gencatan senjata usai pembicaraan via telepon dengan Putin. Kedua pemimpin bahkan disebut sepakat bertemu di Budapest dalam dua pekan.
Akan tetapi, harapan itu sirna ketika Trump membatalkan pertemuan.
“Saya tidak ingin mengadakan pertemuan yang sia-sia,” katanya pada Selasa.
Sumber dari Kyiv menyebutkan, dalam proses negosiasi Trump sempat mendorong Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk menyerahkan sebagian wilayahnya.
Presiden ke-47 AS itu juga menolak permintaan Ukraina untuk memasok rudal Tomahawk jarak jauh.
Pengumuman sanksi ini memicu reaksi pasar minyak global. Harga minyak mentah dunia naik lebih dari satu persen dalam perdagangan. Harga acuan WTI dan Brent sama-sama mengalami kenaikan.






