SaboBanjir rob telah menjadi ancaman tahunan bagi pesisir Kota Semarang, Jawa Tengah, sejak akhir 1990-an.
Fenomena naiknya air laut ke daratan ini tidak hanya merendam kawasan Kota Lama dan Pelabuhan Tanjung Emas, tetapi juga mengganggu aktivitas ekonomi dan kehidupan warga.
Seiring waktu, rob semakin parah akibat penurunan muka tanah, alih fungsi lahan, dan perubahan iklim. Pemerintah pun merespons dengan berbagai solusi, mulai dari pembangunan tanggul laut hingga proyek Tol Semarang–Demak yang dirancang sebagai sabuk pelindung pesisir.
Artikel ini mengulas sejarah rob di Semarang, penyebab utamanya, dan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya.
Sejarah Banjir Rob di Indonesia dan Semarang
Sebelum 1980-an
Banjir rob belum dikenal luas di Pantura Jawa.
1997
Banjir rob pertama kali diberitakan secara nasional, menggenangi kawasan Kota Lama Semarang.
2000-an
Intensitas rob meningkat, terutama di Semarang, Jakarta Utara, dan Pekalongan.
2020–2025
Rob menjadi bencana tahunan yang merusak infrastruktur dan ekonomi pesisir. Pemerintah mulai membangun tanggul laut dan proyek Tol Semarang–Demak sebagai solusi jangka panjang.
Penyebab Utama Banjir Rob
Banjir rob disebabkan oleh kombinasi faktor alam dan aktivitas manusia:
Pasang Laut Tinggi
Terjadi saat fase bulan purnama atau bulan baru, ketika gravitasi bulan dan matahari menarik air laut secara ekstrem.
Naiknya Permukaan Air Laut
Akibat pemanasan global dan pencairan es di kutub, volume air laut meningkat dan memperparah rob.
Penurunan Permukaan Tanah (Land Subsidence)
Pengambilan air tanah berlebihan menyebabkan tanah amblas, membuat wilayah pesisir lebih rendah dari permukaan laut.
Kerusakan Ekosistem Pesisir
Pembabatan hutan mangrove menghilangkan pelindung alami dari gelombang pasang dan abrasi.
Alih Fungsi Lahan
Perubahan lahan pesisir menjadi kawasan industri dan permukiman mempersempit ruang resapan air laut.
Berikut adalah daftar wilayah terdampak banjir rob di Semarang, berdasarkan laporan resmi dan pantauan lapangan:
Wilayah Paling Terdampak Banjir Rob di Semarang Semarang Utara
Tanjung Mas
Wilayah terdampak terbesar: ±300 hektare
9 RW, 8.335 jiwa terdampak
Bandarharjo
±125 hektare tergenang
RT 001–010, ±900 KK
Kemijen
±39 hektare
±1.245 KK terdampak
Tambaklorok & Tambakrejo
Kawasan pesisir padat penduduk
Sering terendam rob harian dan rob ekstrem saat tanggul jebol
Genuk
Daerah Muktiharjo, Karangroto
Terpapar rob dari limpasan Kali Semarang dan pasang laut
Semarang Timur
Bangetayu Kulon, Bangetayu Wetan, Karangasem, Tlogosari Kulon, Kedungmundu
Terkena rob saat pasang tinggi dan hujan deras
Pelabuhan Tanjung Emas
Kawasan industri dan pelabuhan
Tanggul jebol pada Mei 2022 menyebabkan rob setinggi 1,5 meter
Penanganan banjir rob kini tidak hanya mengandalkan infrastruktur teknis, tetapi juga, restorasi ekosistem pesisir (mangrove, rawa, sabuk hijau) manajemen krisis kebencanaan, dan kolaborasi lintas sektor dan edukasi masyarakat
Untuk mencegah terjadi banjir rob, menurut ahli tata kota Universitas Diponegoro, Prof Dr Ing Wiwandari Handayani ST MT MPS, pembuatan tanggul laut menjadi solusi tercepat mengatasi banjir rob di kawasan Pantura Jawa Tengah.
“Hanya tanggul laut yang bisa menahan naiknya air laut pasang, yang kian berlangsung ekstrem. Hal itu karena dipicu fenomena alam perubahan iklim,” ungkap Prof Wiwandari.
Pembangunan tanggul laut di Semarang-Demak telah dikerjakan pemerintah pusat ini, akan terintegrasi dengan tol laut yang direncanakan baru akan rampung pada 2027.
“Pembangunan tanggul laut ini penting dan menjadi salah satu strategi dalam penanganan rob di Pantura. Tapi masyarakat tidak bisa serta merta langsung berharap manfaatnya sekarang, karena proses pembangunan masih berjalan,” ungkap Prof Wiwandari.
Di sisi lain, dia mendorong masyarakat terlibat dalam pengelolaan lingkungan pesisir.
“Masyarakat terlibat penanaman mangrove dan sektor perikanan berkelanjutan,” kata Prof Wiwandari, perihal penanganan pesisir dalam jangka panjang.
Dia mengapresiasi program Mageri Segoro yang dilakukan oleh Gubernur Jateng Ahmad Luthfi dan Wakil Gubernur Taj Yasin.
Program tersebut berupa penanaman 1,5 juta mangrove, dengan luas area mencapai 150 hektare di sepanjang pantai utara di wilayah Jawa Tengah.
Program Mageri Segoro itu bertujuan untuk mengembalikan dan menjaga kesehatan ekosistem pesisir yang rusak, akibat abrasi dan perubahan iklim.
Prof Wiwandari mengingatkan, laju perubahan iklim masih terjadi, dan pembangunan kota juga berlangsung.
“Pemerintah bisa saja ke depan akan kembali kewalahan, jika tidak melibatkan peran masyarakat untuk menjaga lingkungan pesisir,” ujarnya.
Di tengah menunggu pengerjaan tanggul laut selesai, Pemerintah Provinsi Jateng melakukan berbagai langkah penanganan, yakni pompanisasi di sejumlah titik pusat genangan, hingga di tengah pemukiman warga.
Selain itu, pemprov juga melakukan pengerukan pendangkalan sungai, normalisasi sungai, hingga drainase.
Bahkan, warga terdampak banjir rob diberikan bantuan cuma-cuma.
Di antaranya berupa pelayanan Program Dokter Spesialis Keliling (Speling) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG), bantuan sembako, dan alat tulis sekolah.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Tengah-DI Yogyakarta, Khusairi, mengatakan, pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak Seksi 1 (Semarang-Sayung) sepanjang 10,634 km yang teranggarkan sebesar Rp 10,9 triliun, terintegrasi dengan pembangunan giant sea wall (tanggul laut).
Pembangunan jalan tol sepanjang 10,634 km ini, diestimasikan akan mengeringkan lahan seluas 576,04 hektare.
Pekerjaan fisik jalan tol, juga dibangun dengan konstruksi khusus tanggul laut (giant sea wall).
Selain itu, ada Kolam Retensi Terboyo dan Sriwulan, yang digunakan untuk menampung air dalam jangka waktu tertentu, sebelum dialirkan ke laut atau daerah resapan lain.
Adapun pekerjaan fisik giant sea wall dan kolam retensi yang terintegrasi dengan Jalan Tol Semarang-Demak Seksi 1 (Kaligawe-Sayung) ini dimaksudkan untuk menanggulangi banjir dan rob di sisi selatannya.
Selain itu, dilakukan upaya penanaman 1.500 bibit mangrove di kawasan pesisir Tambak Lorok, Semarang, Jawa Tengah.
Langkah ini menjadi bagian dari program rehabilitasi mangrove perusahaan sepanjang tahun 2025, dengan target pemulihan hingga 100 hektar ekosistem mangrove di berbagai wilayah operasional.
Menurut Group Head Sekretariat Perusahaan Pelindo, Ali Sodikin, rehabilitasi mangrove menjadi prioritas karena keberadaan hutan mangrove terbukti penting bagi perlindungan pesisir.
“Mangrove bukan hanya penahan abrasi dan intrusi air laut, tetapi juga habitat penting bagi biota laut serta penopang mata pencaharian masyarakat pesisir,” ujarnya.
Ia menambahkan, Pelindo sebagai BUMN operator pelabuhan terbesar di Indonesia memiliki kepentingan menjaga kelestarian ekosistem laut di sekitar wilayah operasional.
“Pelabuhan tidak bisa dilepaskan dari laut. Karena itu, menjaga lingkungan pesisir, termasuk mangrove, adalah bagian dari tanggung jawab kami agar aktivitas pelabuhan tetap berkelanjutan,” kata Ali.
Dia menjelaskan, kegiatan yang fokus pada kelestarian lingkungan ini juga diharapkan berdampak pada sisi ekonomi.
“Melalui kegiatan ini, kami tidak hanya menanam mangrove, tetapi juga membangun kesadaran dan kapasitas masyarakat agar lingkungan dan ekonomi lokal sama-sama terjaga,” ujarnya.
Mangrove di kawasan Semarang, termasuk Tambak Lorok, selama ini menghadapi tekanan akibat alih fungsi lahan, pencemaran, dan perubahan iklim.
Rehabilitasi mangrove diharapkan dapat mengurangi risiko banjir rob sekaligus memperkuat ketahanan pesisir.
“Partisipasi masyarakat dan organisasi seperti INSA menjadi salah satu faktor keberhasilan program. Kolaborasi dengan komunitas lokal juga membuat upaya ini lebih berdampak, karena masyarakat lah yang nantinya akan merawat dan menjaga mangrove,” ujarnya.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh sejumlah entitas subholding Pelindo, yakni PT Pelindo Multi Terminal Branch Tanjung Emas, PT Pelindo Terminal Petikemas Semarang, serta PT Pelindo Jasa Maritim Unit Tanjung Emas.
Pelindo juga menggandeng Indonesian National Shipowners Association (INSA) Semarang bertepatan dengan Hari Ulang Tahun INSA, serta melibatkan masyarakat lokal dan relawan lingkungan. Selain penanaman, digelar pula kegiatan bakti sosial bagi warga pesisir.