PR GARUT – Pemekaran Provinsi Banten dari Jawa Barat pada tahun 2000 menjadi salah satu tonggak sejarah penting dalam perjalanan pemerintahan daerah di Indonesia. Keputusan tersebut bukan hanya sekadar pemisahan administratif, melainkan wujud nyata dari aspirasi masyarakat Banten untuk memperoleh pelayanan publik yang lebih dekat dan merata.
Sebelum berdiri sendiri, Banten kerap merasa terpinggirkan dalam pembangunan Jawa Barat. Pusat pertumbuhan ekonomi, pendidikan, hingga infrastruktur lebih banyak terkonsentrasi di wilayah tengah dan timur Jawa Barat, sementara daerah seperti Lebak, Pandeglang, dan pesisir Serang masih jauh tertinggal. Pemekaran pun hadir sebagai jawaban untuk memperpendek jarak birokrasi dan membuka akses pembangunan yang lebih adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kini, lebih dari dua dekade pasca pemekaran, Banten tampil sebagai provinsi yang berkembang pesat. Infrastruktur modern, geliat pariwisata, hingga kemajuan dunia pendidikan menjadi bukti nyata transformasi wilayah yang dulu dianggap terpencil. Meski begitu, Banten tetap menjaga akar budaya dan tradisi leluhur, dari seni debus, pencak silat khas Banten, hingga tradisi seren taun yang tetap lestari di tengah arus modernisasi.
Alasan dan Latar Belakang Pemekaran
Pemekaran Banten dilatarbelakangi oleh dua alasan utama: kebutuhan pelayanan publik yang lebih dekat dan identitas budaya yang kuat. Secara geografis, jarak Banten dari Bandung sebagai ibu kota Jawa Barat kala itu membuat pelayanan birokrasi lambat dan pembangunan terasa tidak merata.
Selain itu, Banten memiliki sejarah panjang yang berbeda. Berdirinya Kerajaan Banten pada abad ke-16 dengan peninggalan Masjid Agung Banten serta keraton Sultan Maulana Hasanuddin menjadi simbol kejayaan sekaligus pembeda identitas. Potensi ekonomi wilayah ini juga besar, mulai dari pesisir Anyer, Carita, hingga Tanjung Lesung, ditambah kawasan industri strategis di Cilegon dan Tangerang.
Dengan pemekaran, pengelolaan potensi tersebut menjadi lebih fokus dan mandiri. Pembangunan pun dapat diarahkan sesuai kebutuhan masyarakat lokal, tanpa harus berbagi perhatian dengan wilayah Jawa Barat lainnya.
Pembangunan Pasca Pemekaran
Sejak resmi menjadi provinsi ke-30, Banten mencatat banyak kemajuan. Wilayah Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang tumbuh pesat menjadi pusat urban modern dengan dukungan industri, bisnis, dan perumahan. Kehadiran Bandara Internasional Soekarno-Hatta semakin memperkuat posisi Banten sebagai pintu gerbang utama Indonesia.
Di bagian selatan, Lebak dan Pandeglang kini menikmati infrastruktur yang lebih baik, termasuk akses jalan tol dan jalur kereta yang menghubungkan langsung ke Jakarta. Destinasi wisata seperti Pantai Sawarna dan Taman Nasional Ujung Kulon pun semakin populer, menegaskan bahwa pembangunan modern bisa berjalan berdampingan dengan pelestarian alam.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Dari sisi sosial, masyarakat kini lebih mudah mengakses layanan publik dengan pusat pemerintahan yang berada di Serang. Sementara dari segi ekonomi, kawasan industri di Cilegon dan Tangerang berhasil membuka banyak lapangan kerja, meski kesenjangan pembangunan antara wilayah utara dan selatan masih menjadi tantangan tersendiri.
Pemekaran juga memberikan ruang bagi tokoh politik lokal untuk berperan aktif dalam pembangunan daerah, sebuah kesempatan yang sulit dicapai ketika masih bergabung dengan Jawa Barat. Kini, masing-masing wilayah di Banten Serang, Tangerang, Lebak, dan Pandeglang berkembang dengan karakteristiknya sendiri, menggabungkan tradisi kerajaan dengan modernisasi industri.
Lebih dari dua dekade setelah berdiri, Banten menjadi contoh sukses pemekaran daerah yang mampu menghadirkan pembangunan lebih merata, memperkuat identitas budaya, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari yang dulu dianggap wilayah terpencil, kini Banten telah menjelma sebagai provinsi mandiri yang berperan penting dalam peta nasional.***