Free Gift

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas Ekstrem Jelang Awal Musim Hujan

JAKARTA, Sabo– Cuaca panas ekstrem yang melanda sejumlah wilayah Indonesia pada Oktober 2025 bukan semata akibat kulminasi matahari. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa fenomena ini merupakan hasil kombinasi beberapa faktor alam yang memperkuat peningkatan suhu di berbagai daerah.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengatakan suhu tinggi yang terjadi saat ini dipicu oleh pergerakan semu matahari, angin kering dari Australia, minimnya tutupan awan, serta suhu laut yang relatif hangat.

“Cuaca panas ekstrem saat ini bukan semata akibat kulminasi matahari, melainkan kombinasi beberapa faktor,” ujar Guswanto saat dihubungi KompasTV, Kamis (23/10/2025).

Menurut BMKG, pada Oktober posisi matahari berada di sebelah selatan ekuator. Kondisi ini menyebabkan wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima radiasi matahari maksimum, termasuk sebagian besar Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Selain itu, monsun Australia yang masih aktif membawa massa udara kering dan hangat dari selatan menuju Indonesia. Udara kering ini menghambat pembentukan awan dan hujan, sehingga langit cenderung cerah dan suhu permukaan meningkat.

Kondisi langit cerah berhari-hari memperkuat efek panas karena tidak ada awan yang menghalangi radiasi matahari di siang hari. 

Sementara itu, pada malam hari, permukaan bumi kehilangan panas lebih cepat sehingga terjadi perbedaan suhu yang cukup kontras antara siang dan malam.

Meski saat ini terdapat indikasi La Niña lemah, suhu permukaan laut di perairan Indonesia justru berada pada kondisi lebih hangat dari normal. 

Suhu laut hangat meningkatkan penguapan, tetapi belum cukup untuk membentuk awan hujan karena dominasi udara kering dari selatan.

BMKG mencatat suhu maksimum udara di beberapa wilayah mencapai 37,6 derajat Celcius, seperti di Majalengka (Jawa Barat) dan Papua bagian selatan. Secara klimatologis, angka ini tergolong anomali, atau lebih tinggi dari rata-rata suhu historis.

Rata-rata suhu nasional tahun 2024 tercatat 27,53 derajat Celcius, sekitar 0,85 derajat Celcius lebih tinggi dari normal. Tren pemanasan diperkirakan berlanjut pada 2025 seiring dengan pengaruh pemanasan global dan perubahan pola cuaca regional.

“Artinya, suhu 34–36 derajat Celcius di Oktober 2025 lebih tinggi dari rata-rata historis, menunjukkan tren pemanasan yang konsisten,” tutur Guswanto.

Menjelang Musim Hujan, Panas Akan Mulai Mereda

BMKG memperkirakan sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, akan mulai memasuki awal musim hujan pada akhir Oktober hingga November 2025.

Beberapa wilayah lain seperti Sumatera dan Kalimantan sudah lebih dulu mengalami hujan sejak Agustus hingga September. BMKG menegaskan tidak ada keterlambatan signifikan dalam peralihan musim tahun ini.

Meski begitu, masyarakat diminta tetap waspada terhadap cuaca ekstrem lokal, terutama badai petir dan hujan lebat yang kerap muncul pada masa peralihan musim.

Guswanto mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan selama cuaca panas ekstrem berlangsung. Beberapa langkah yang disarankan antara lain:

  • Menghindari paparan langsung sinar matahari antara pukul 10.00–16.00 WIB.
  • Menggunakan pelindung diri seperti topi, payung, dan pakaian longgar berwarna terang.
  • Memperbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi.
  • Mengurangi aktivitas fisik berat di luar ruangan, terutama bagi anak-anak, lansia, dan pekerja lapangan.
  • Memantau informasi cuaca harian BMKG melalui situs resmi atau aplikasi untuk mengantisipasi perubahan mendadak.

BMKG menekankan, fenomena panas ekstrem saat ini bersifat sementara dan akan berangsur reda seiring datangnya musim hujan. 

Namun, masyarakat tetap diimbau untuk waspada terhadap potensi perubahan cuaca ekstrem, termasuk hujan lebat, petir, dan angin kencang yang dapat muncul selama masa transisi. 

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar