
Hujan mengandung mikroplastik berbahaya ternyata tak hanya ada di Jakarta. Peneliti BRIN Prof. Muhammad Reza Cordova menyebut, hal yang sama juga tampak di 17 kota lainnya.
Mikroplastik adalah potongan atau partikel plastik yang sangat kecil. Partikel ini mencemari lingkungan secara luas (air, udara, tanah).
“Secara umum kita sudah ngasih tahu dari awal, sebenarnya mikroplastik ini tidak hanya di jakarta. Sampel dari 18 kota itu seluruhnya tercemar mikroplastik, dia mewakili ecoregion seluruh pulau di Indonesia,” kata Reza pada Kamis (23/10).
Reza tak mendetailkan soal kota apa saja yang dimaksud. Namun yang jelas, 18 kota itu merupakan kota besar dan pesisir dan meliputi seluruh pulau yang ada di Indonesia.
“Bukan tidak mungkin juga di seluruh kota di Indonesia,” sambung ahli pencemaran laut ini.

Penelitian ini, kata Reza, sudah dilakukan sejak 2023 sampai Juni 2025. Namun data detailnya belum dipublikasikan.
Hanya di Jakarta yang sudah terekam. Menurutnya, level kontaminasi mikroplastik di air hujan Jakarta sama dengan kota-kota besar lainnya di dunia.
“Kalau di Jakarta ada di level range sama dengan kota-kota besar global, ada di Paris, Hamburg, Beijing, Tokyo, Seoul, apple to apple karena metodenya mirip,” ujarnya
Reza menambahkan, fenomena ini terjadi karena siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer. Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.

“Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” ujarnya.
Untuk jumlah mikroplastik yang ditemukan berdasarkan penelitian di kawasan Ancol, Jakarta Utara, sekitar 15 partikel per hujan turun.
“Cuma range-nya mikroplastik di Jakarta berdasarkan data masih dalam range bawah tapi bukan tidak mungkin dengan konsumsi plastik makin tinggi, ada tren meningkat,” jelas dia.
Dampak Pencemaran Mikroplastik
Reza menambahkan, mikroplastik yang terkandung di air hujan ukurannya ultramikron. Untuk itu ia bisa masuk ke dalam tubuh masyarakat lalu menimbulkan dampak meski tak secara langsung.
“Karena dia ringan, secara kasar kalau buang sampah di lingkungan itu ringan akan terpapar matahari, tergesek angin, dia akan masuk ke dalam ekosistem, kemudian makanan dan minuman. Dia bisa menempel jaringan tubuh karena dia pencemar fisik,” urai Reza.
“Dampak berbahaya tidak langsung muncul atau akut ketika keracunan logam berat atau insektisida. Kalau masuk ke tubuh, dia akan melakukan perlawanan. Namun bila jumlahnya lebih banyak lagi bisa menyebabkan iritasi di saluran pernapasan, bisa menyebabkan peradangan,” jelas Reza.
Ia mengatakan, dampaknya makin terasa tergantung durasi terpapar air hujan hingga intensitas hujannya.
“Kalau badan terasa tidak enak, kita harus kembali ke gaya hidup sehat, olahraga cukup, metabolisme diperbaiki, makan sayur dan buah supaya serat alami makin banyak. Ketika serat makin banyak dia akan mendorong polutan atau mikroplastik itu masuk ke tubuh,” kata Reza.






