Sabo Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke salah satu pabrik Aqua yang berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Dalam kunjungan tersebut, Dedi menyoroti aktivitas pengambilan air tanah dalam jumlah besar yang dinilai berpotensi menimbulkan dampak ekologis, seperti banjir dan longsor di kawasan sekitar.
Dalam video kunjungan yang diunggah melalui kanal YouTube pribadinya pada Rabu, 22 Oktober 2025, Dedi tampak berdialog langsung dengan pihak perusahaan. Ia dengan tegas menanyakan berapa volume air yang diambil setiap hari oleh pabrik tersebut.
Seorang perwakilan perusahaan menjawab bahwa jumlahnya mencapai sekitar 2,8 juta liter per hari.
Mendengar hal itu, pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) tersebut langsung menyoroti perbedaan mendasar antara industri air minum dengan industri lain. Ia menilai, sektor ini memiliki keistimewaan karena bahan baku utamanya, yaitu air, tidak perlu dibeli seperti industri manufaktur lainnya.
“Itu diperoleh secara gratis. Kalau pabrik semen, otomotif, atau tekstil, mereka harus membeli bahan bakunya. Tapi perusahaan air minum ini, bahan bakunya enggak beli,” ujar Dedi dengan nada kritis.
Lebih lanjut, Dedi menekankan bahwa pengelolaan sumber daya alam (SDA) harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas, sesuai amanat konstitusi Indonesia
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” tegasnya. “Jangan sampai air di sini diambil dan dijual mahal, sementara warga sekitar malah kesulitan mendapatkan air bersih.”
Namun dalam dialog lanjutan, Dedi terkejut setelah mengetahui bahwa sumber air yang digunakan pabrik tersebut bukan berasal dari mata air pegunungan, melainkan dari dua sumur bor dalam. Menurut keterangan pihak perusahaan, air diambil dari lapisan tanah yang cukup jauh di bawah permukaan bumi.
Hal itu kemudian memicu kekhawatiran Dedi terhadap risiko pergeseran tanah dan potensi kerusakan lingkungan.
“Kalau air diambil dari bawah tanah, apalagi di daerah pegunungan, bisa geser tanahnya. Ini perlu diperhitungkan secara matang,” ujarnya dengan nada serius.
Gubernur Jawa Barat itu kemudian meminta agar izin pengambilan air tanah serta operasional perusahaan ditinjau ulang. Ia menegaskan perlunya pengawasan ketat agar data volume air yang diambil benar-benar akurat dan tidak dimanipulasi.
Tujuannya adalah untuk menghindari kerusakan ekosistem dan memastikan keberlanjutan sumber daya air bagi masyarakat sekitar.
Tanggapan dari Pihak Perusahaan
Menanggapi ramainya video sidak tersebut di media sosial, pihak Danone Indonesia, selaku pengelola merek air minum Aqua yang disidak oleh Dedi Mulyadi, akhirnya memberikan klarifikasi resmi.
Dalam keterangan tertulisnya, perusahaan menegaskan bahwa sumber air yang digunakan tidak berasal dari air permukaan, melainkan dari lapisan akuifer dalam yang secara alami terlindungi.
“Air yang kami gunakan berasal dari sumber air pegunungan yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Setiap sumber dipilih melalui proses seleksi ilmiah yang ketat,” tulis manajemen Danone Indonesia dalam pernyataannya.
Perusahaan menjelaskan, hingga kini terdapat 19 sumber air pegunungan yang digunakan di seluruh Indonesia. Pemilihan lokasi tidak dilakukan sembarangan, melainkan melewati 9 kriteria ilmiah, 5 tahapan evaluasi, serta proses penelitian minimal selama satu tahun sebelum akhirnya disetujui.
Dalam keterangan tersebut, perusahaan juga menjelaskan bahwa sumber air yang dimanfaatkan berasal dari lapisan tanah dalam dengan kedalaman antara 60 hingga 140 meter.
“Air kami bukan berasal dari air permukaan atau air tanah dangkal, melainkan dari lapisan dalam yang terlindungi secara alami,” tulis perusahaan.
Danone Indonesia menegaskan bahwa seluruh proses pengambilan air dilakukan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan serta pengawasan ilmiah yang ketat.
Mereka mengklaim terus berkomitmen menjaga keseimbangan ekosistem dan memastikan masyarakat sekitar juga memperoleh akses air bersih yang memadai.***






