CUACA panas ekstrem yang melanda sejumlah wilayah Indonesia belakangan ini berdampak pada berbagai aktivitas masyarakat. Kondisi suhu tinggi tersebut juga menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara acara olahraga di luar ruangan.
Bagi panitia lomba lari, cuaca panas perlu diantisipasi dengan intens agar peserta tetap aman selama mengikuti perlombaan. Persiapan matang penting dilakukan untuk mencegah risiko dehidrasi dan kelelahan yang bisa berujung pada kolaps di tengah jalur lari.
Berikut beberapa hal penting yang harus diperhatikan penyelenggara agar acara lomba lari tetap berjalan lancar tanpa mengorbankan kesehatan peserta.
1. Atur Waktu Start dan Cut-Off Time
Waktu pelaksanaan menjadi faktor kunci dalam mengurangi risiko panas berlebih. Berdasarkan pedoman World Athletics, jadwal start sebaiknya ditempatkan pada pagi hari sebelum pukul 07.00 (sebelum matahari terbit) atau menjelang sore (sebelum matahari terbenam), ketika suhu udara masih relatif rendah. Hindari waktu tengah hari karena paparan sinar matahari lebih intens dan berpotensi meningkatkan suhu tubuh pelari.
Selain itu, penting untuk menentukan cut-off time yang realistis agar peserta tidak memaksakan diri berlari dalam suhu tinggi. Batas waktu yang disesuaikan dengan kondisi cuaca dapat membantu menjaga keselamatan sekaligus memastikan pelari mendapatkan pengalaman yang positif selama lomba.
Berikut gambaran umum untuk kisaran waktu yang paling sering diterapkan dalam berbagai ajang lari:
Marathon (42K): 5–7 jam
Half Marathon (21K): 3–4 jam
10K Race: 1,5–2 jam
2. Perbanyak Water Station dan Refreshment Point
Dalam kondisi panas, tubuh kehilangan cairan dengan cepat melalui keringat. Oleh karena itu, penyediaan air minum alias water station di sepanjang rute menjadi hal yang wajib. Menurut jurnal yang berjudul “Customizing individual heat mitigation strategies to optimize performance in elite athletes” yang terbit pada Frontiers in Physiology (2025), Minuman dengan kandungan karbohidrat dan elektrolit efektif mencegah penurunan performa. Jenis minuman ini juga membantu menjaga suhu tubuh tetap stabil, terutama untuk aktivitas intens lebih dari 75 menit di bawah cuaca panas.
Idealnya, panitia menyediakan titik air setiap 2–3 kilometer agar pelari mudah menjaga hidrasi. Air mineral, minuman elektrolit bahkan buah-buahan bisa menjadi pilihan untuk membantu menggantikan cairan tubuh yang hilang.
Selain itu, penyelenggara juga bisa menambahkan refreshment point berupa semprotan air atau kabut pendingin. Fasilitas ini membantu menurunkan suhu tubuh pelari sehingga mereka tetap segar dan terhindar dari risiko heat stroke.
3. Gunakan Sistem Pemantauan Suhu dan Risiko Panas
Riset yang dimuat dalam British Journal of Sports Medicine (BJSM) menekankan pentingnya memantau kondisi lingkungan secara real-time. Langkah ini membantu penyelenggara memahami tingkat risiko panas yang dapat mempengaruhi keselamatan peserta.
Panitia bisa memanfaatkan sistem Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) untuk mengukur suhu, kelembapan, dan radiasi matahari. Nilai WBGT ini bervariasi tergantung kondisi lingkungan dan jenis olahraga yang dilaksanakan.
Jika indeks stres panas digunakan, maka sebaiknya panitia juga mempertimbangkan kemampuan termoregulasi tubuh. Termoregulasi adalah proses tubuh mempertahankan suhu internal yang konstan, biasanya antara 36,5 derajat Celcius hingga 37,5 derajat Celcius, melalui keseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas. Faktor seperti tingkat aklimatisasi, hingga kondisi kulit dapat mempengaruhi kemampuan seseorang berkeringat dan beradaptasi dengan panas.
Selain itu, faktor fisik seperti perbandingan antara luas permukaan tubuh dan massa tubuh juga penting untuk diperhitungkan. Misalnya, anak-anak dan orang dewasa memiliki bentuk serta proporsi tubuh yang berbeda, sehingga penyesuaian terhadap parameter dalam indeks panas perlu dilakukan secara proporsional agar hasilnya tetap akurat.
4. Siapkan Kebijakan Mitigasi dan Adaptasi
Selain teknis di lapangan, panitia juga perlu menyusun kebijakan mitigasi dan adaptasi terhadap kondisi panas ekstrem. Edukasi bagi peserta tentang tanda-tanda kelelahan panas, seperti pusing, kram, dan penurunan fokus, sangat penting untuk mencegah insiden fatal.
Langkah mitigasi lain adalah menyiapkan tim medis di beberapa titik strategis sepanjang rute lomba, idealnya terdapat setiap 2,5 kilometer jalur perlombaan. Dengan begitu, pertolongan pertama dapat segera diberikan jika ada peserta yang mengalami gejala dehidrasi atau heat stroke.
5. Komunikasi Efektif dan Koordinasi Lapangan
Keberhasilan event lari di cuaca panas juga ditentukan oleh komunikasi yang baik antar-panitia. Setiap tim, mulai dari marshal hingga tim medis, harus mengetahui prosedur darurat dan rencana kontinjensi jika suhu naik melebihi ambang batas.
Koordinasi dengan pihak meteorologi atau Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika juga penting agar panitia dapat memperbarui data cuaca secara akurat menjelang lomba. Dengan manajemen risiko yang baik, lomba lari tetap bisa berlangsung aman, kompetitif, dan menyenangkan bagi semua peserta, meski di tengah cuaca panas ekstrem.
APRILIAN RODO RIZKY | BJSM | WORLD ATHLETICS | FRONTIERS | JADWAL LARI






