Free Gift

Dalam Sepekan 2 Mahasiswa Akhiri Hidup, Pengamat: Lemahnya Kepekaan Kampus

Sabo Dalam sepekan, dua mahasiswa di Indonesia berpulang di tengah masa studi. Timothy Anugerah Saputra mahasiswa FISIP Universitas Udayana meninggal pada Rabu (15/10/2025). Dua hari berselang, mahasiswa jurusan Psikologi UIN Raden Mas Said Surakarta, Hanna Putri mengembuskan napas terakhir.

Keduanya diduga kuat lompat dari lantai gedung kampus, meskipun latar belakang penyebabnya tak sama.

Penyebab jelas kasus Timothy masih diselidiki dan masih diduga karena mengalami perundungan, sedangkan Hanna memiliki riwayat kesehatan mental bipolar dan gangguan kecemasan.

Pengamat pendidikan dari Center of Curriculum for Social Change Studies, Edi Subkhan menilai kejadian ini menandakan masih lemahnya kepekaan dari pihak kampus dan sesama mahasiswa secara umum terhadap mahasiswa yang punya masalah kesehatan mental dan korban bullying.

“Sebenarnya, di kampus, pihak yang paling dapat melihat dan merasakan sesama mahasiswa bermasalah secara psikis adalah sesama teman. Karena mereka relatif intensif bertemu, relatif dekat dari sisi bahasa, usia, juga aktivitas sehari-hari,” tutur Edi Subkhan dalam pesan singkat kepada Sabo, Senin (20/10/2025).

Dari intensitas itulah, menurut dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang ini, mestinya bisa terlihat mana teman yang relatif rapuh psikisnya, termasuk mereka yang merupakan korban bullying.

Tetapi, memang tidak semua mahasiswa peka dan paham bagaimana bersikap jika bertemu teman yang punya masalah.

Akhirnya terkadang seseorang teman memberikan respons yang kurang sesuai atau bisa jadi keliru sehingga bisa memperparah tekanan psikis mahasiswa bersangkutan.

“Dosen dan pihak kampus secara umum karena ada jarak, maka relatif kurang tahu, kecuali memang relasinya dekat dengan mahasiswa. Tapi memang tidak semua dosen punya waktu dan juga tidak semuanya punya karakter yang bisa membuat nyaman mahasiswa untuk mendekat dan menceritakan masalahnya,” kata Edi.

Perlu kampanye anti-bullying

Hal yang sangat bisa dilakukan kampus dalam mengurangi tindakan perundungan adalah mengadakan kampanye anti bullying.

Menurut Edi sebenarnya kampanye ini sudah jadi kesadaran pemerintah, tetapi pelaksanaannya tidak mudah karena terbentur banyak hal.

“Secara spesifik mahasiswa perlu diajak untuk mengenali problem psikis yang bisa saja menimpa temannya atau bahkan dirinya sendiri,” tutur Edi.

Jika sudah paham secara teori, diharapkan mahasiswa peka dan mampu merespons problem psikis itu dengan baik dan tepat.

Para mahasiswa perlu ditekankan untuk bisa lebih peka pada masalah psikis diri sendiri dan teman-temannya serta regulasi yang mengikat.

“Ada keterampilan komunikasi yang bisa dipelajari untuk dapat lebih menenangkan psikis, ada tips-tips yang bisa dipelajari dan dipakai untuk mencegah tindakan-tindakan yang destruktif. Di sisi lain, pihak kampus juga harus menyediakan salurannya, misal dengan menyediakan pendampingan konseling dan psikis, baik dari dosen maupun sesama mahasiswa,” jelas Edi.

Khusus untuk kasus bullying, ancaman sanksi yang tegas ke pelaku harus pula disosialisasikan, apalagi bila korban sampai bunuh diri.

Ia berujar perlu kebijakan dan alur yang jelas untuk menginvestigasi kasus sampai sanksi yang setimpal jatuh ke pelaku.

Implementasi aturan pemerintah

Edi menyebutkan pemerintah beberapa aturan terkait telah dibuat pemerintah. Misalnya, Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT).

Hanya saja, menurutnya implementasinya yang perlu diseriuskan.

“Yang diperlukan adalah kejelasan dan ketegasan implementasi secara operasional di kampus, yakni yang memudahkan mahasiswa mengetahui dan mengakses layanan tersebut,” tutur Edi.

Hampir semua kampus selama ini juga sudah punya layanan konseling dan psikolog.

“Tinggal operasionalnya yang dioptimalkan saja,” pungkas Edi.

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar