Sabo—Gelombang pemain naturalisasi semakin deras mewarnai Super League Indonesia 2025/2026. Pengamat sepak bola nasional Irawan Dwi Ismunanto menilai fenomena ini adalah kebutuhan alamiah karena mereka membutuhkan menit bermain untuk menjaga performa dan karirnya.
Menurut Irawan, Liga Indonesia kini bukan sekadar alternatif, melainkan pilihan realistis bagi para pemain diaspora yang kesulitan mendapatkan tempat di Eropa atau Asia. Kehadiran mereka justru harus dipandang sebagai kesempatan emas untuk memperkuat kualitas kompetisi domestik.
“Wajar kalau kita berharap pemain diaspora yang bela timnas Indonesia untuk terus tampil di kompetisi elite di Eropa. Ada kebanggaan dan optimisme di situ. Tapi, ada beberapa hal yang perlu kita maklumi,” kata Irawan kepada Sabo, Rabu (27/8).
“Ketika ada pemain yang sulit dapat kesempatan lagi di kompetisi elite Eropa atau Asia, kenapa Liga Indonesia tidak bisa jadi solusi? Mereka butuh waktu bermain, butuh liga yang kompetitif, butuh karier dan penghasilan. Liga Indonesia menawarkan itu semua,” imbuh dia.
Fenomena ini terlihat jelas musim ini, ketika sejumlah klub papan atas Super League mendatangkan nama-nama besar untuk mempertebal skuad. Dari lini belakang hingga lini depan, kontribusi para pemain naturalisasi begitu signifikan dalam menambah kedalaman dan kualitas tim.
Persib Bandung menjadi sorotan utama setelah resmi mendatangkan Thom Haye. Gelandang Timnas Indonesia itu sebelumnya berkarier di Eredivisie Belanda dan kini siap menjadi motor permainan Maung Bandung bersama Marc Klok.
Duet Haye dan Klok membuat lini tengah Persib semakin solid untuk bersaing di Super League maupun ajang Asia. Perekrutan ini menunjukkan ambisi besar Persib dalam mengukir prestasi di level domestik dan internasional.
Dewa United tak mau ketinggalan dalam memanfaatkan potensi pemain naturalisasi. Stefano Lilipaly masih menjadi pengatur serangan, sementara Rafael Struick diharapkan tajam sebagai ujung tombak utama.
Perpaduan Lilipaly dan Struick menghadirkan keseimbangan antara pengalaman dan energi muda. Kombinasi ini membuat Dewa United tampil sebagai tim dengan identitas baru yang lebih segar dan berbahaya.
Di lini pertahanan, Persija Jakarta mengandalkan sosok Jordi Amat. Mantan pemain Johor Darul Ta’zim itu bertekad memberikan stabilitas bagi lini belakang Macan Kemayoran.
Kehadiran Jordi membuat Persija memiliki figur pemimpin yang bisa menjaga konsistensi permainan. Hal ini menjadi modal penting dalam upaya Persija bersaing di papan atas musim ini.
Sementara itu, Bhayangkara Presisi Lampung FC masih mempercayakan lini depan kepada Ilija Spasojevic. Striker veteran berusia 37 tahun itu tetap menjadi senjata utama meski usianya sudah tak muda lagi.
Spaso terbukti masih bisa menjadi pembeda dalam laga-laga penting. Pengalamannya menjadi top skor Liga 1 beberapa musim lalu menjadi alasan Bhayangkara masih menaruh harapan besar padanya.
Persik Kediri pun ikut memanfaatkan jasa pemain naturalisasi dengan mendatangkan Ezra Walian. Kecepatan dan naluri mencetak gol Ezra diyakini bisa menambah variasi serangan Macan Putih.
Ezra menjadi amunisi baru yang siap memberikan warna berbeda di lini depan Persik. Kehadirannya membuat pelatih memiliki opsi lebih banyak dalam skema permainan.
Di Borneo FC, nama Diego Michiels tetap menjadi andalan di posisi bek kanan. Pengalaman panjang dan gaya bermain agresif membuat Diego terus dipercaya menjaga stabilitas pertahanan.
Kehadiran Diego juga memberi aura kepemimpinan bagi pemain-pemain muda Borneo. Ia menjadi figur penting dalam menjaga keseimbangan tim yang menargetkan posisi terbaik musim ini.
Bali United pun punya aset berharga dalam diri Jens Raven. Pemain berusia 19 tahun itu resmi menjadi WNI sejak 2024 dan kini dianggap sebagai investasi jangka panjang Serdadu Tridatu.
Raven digadang-gadang sebagai simbol regenerasi di skuad Bali United. Meski masih muda, ia sudah menunjukkan potensi besar untuk menjadi bintang masa depan klub dan Timnas Indonesia.
Irawan menegaskan, tren pemain naturalisasi di Super League harus dilihat dari sisi positif. Selama mereka tampil konsisten dan memberi dampak bagi klub serta timnas, tak ada alasan untuk meremehkan kiprah mereka.
Menurut dia, Liga Indonesia kini bisa menjadi solusi bagi pemain diaspora yang terjepit regulasi non-Uni Eropa di Eropa. Jay Idzes, Justin Hubner, Elkan Baggott, hingga Kevin Diks punya cerita berbeda, namun Liga Indonesia tetap membuka pintu lebar.
“Umumnya pasti ada kesulitan. Tapi kan ada pengecualian untuk beberapa pemain diaspora Indonesia di Eropa. Misal Jay Idzes, yang sudah bermain di Italia sejak paspornya masih Belanda,” ujar Irawan.
“Ada aturan khusus di Italia soal itu meski sekarang status Idzes sudah jadi WNI. Justin Hubner dan Elkan Baggott punya status homegrown player di Liga Inggris, jadi nggak akan sulit soal administrasi ketika keduanya masih main di sana. Kevin Diks bisa ke Bundesliga karena aturan pemain asing non-Uni Eropa di sana cukup longgar,” lanjut dia.
Dia menambahkan, tantangan terbesar para pemain naturalisasi adalah menjaga konsistensi. Dengan jadwal padat Super League dan tekanan tinggi dari publik, hanya mereka yang punya mental kuat yang bisa terus bersinar.
“Selama bisa tampil konsisten dan menjaga level permainan yang berdampak positif ke penampilan di timnas, tidak ada alasan untuk mengecilkan kehadiran mereka di Liga Indonesia,” tandas Irawan.
Fenomena ini pada akhirnya membawa keuntungan besar bagi sepak bola Indonesia. Klub menjadi lebih kuat, kompetisi lebih menarik, dan timnas mendapat efek positif dari pemain-pemain yang rutin tampil di level tertinggi.
Dengan Thom Haye, Rafael Struick, Jens Raven, hingga nama-nama lainnya, Super League 2025/2026 dipastikan semakin semarak. Kehadiran mereka menjadi bukti Liga Indonesia kini menjadi destinasi penting bagi pemain naturalisasi untuk mendapatkan menit bermain yang layak.