Sabo Biaya pernikahan bagi sebagian masyarakat dianggap masih terlalu besar. Karena, yang ditanggung bukan hanya ongkos pencatatan nikah saja tetapi juga biaya resepsi, khususnya makan-makan dengan mengundang banyak orang.
Fenomena itu berpotensi menimbulkan ada pasangan suami istri tinggal serumah, tanpa pencatatan perkawinan sah di kantor urusan agama (KUA) alias kumpul kebo. Kementerian Agama (Kemenag) mencegah dan menekan adanya pasangan kumpul kebo tanpa ikatan perkawinan yang sah. Caranya dengan menyelenggarakan pernikahan massal secara gratis. Menyambut peringatan bulan Maulid Nabi Muhammad, Kemenag melaksanakan nikah gratis sebanyak 100 pasangan.
Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Abu Rokhmad mengatakan, sasaran nikah gratis ini pasangan prasejahtera alias kurang mampu. “Sekarang kami branding dengan Nikah Fest. Bukan lagi nikah massal,” katanya. Karena istilah nikah masal kesannya cenderung pernikahan ala kadarnya saja.
Abu menjelaskan nikah massal bertajuk Nikah Fest itu akan dilaksanakan di Masjid Istiqlal Jakarta pada 4 September depan. Acara ini bagian dari rangkaian kegiatan Blissful Mawlid 2025. Kemenag nantinya menyiapkan seluruh keperluan, termasuk penghulu, tata rias, sampai hiasan untuk foto bersama keluarga besar. Bahkan juga memberikan modal usaha untuk keluarga baru.
Seperti diketahui saat ini Kemenag sedang gencar mengatasi persoalan penurunan angka pencatatan nikah resmi di KUA. Bahkan Kemenag menargetkan angka pencatatan nikah di KUA tahun ini sebanyak 2 juta pencatatan. Masih ada empat bulan bagi Kemenag untuk mengejar target tersebut.
Data resmi Kemenag menyebut pada 2020 lalu, angka pencatatan nikah mencapai 2 juta pasangan. Kemudian di 2024 turun drastis hanya 1,47 juta pencatatan nikah. Salah satu penyebabnya adalah tingginya biaya nikah di masyarakat. Meskipun sejatinya pencatatan nikah yang diselenggarakan di KUA adalah gratis.
Kemenag juga sempat menyelenggarakan nikah massal pada Juni lalu. Saat itu Menag Nasaruddin Umar mengatakan, menikah secara resmi dengan dicatatkan ke negara sangat penting. Khususnya untuk anak-anaknya.
Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengatakan pasangan yang nikah di bawah tangan tidak punya akta atau buku nikah. Kemudian anak yang dihasilkan tidak bisa punya akte lahir. Karena dasar penerbitan akte lahir adalah buku nikah.
Jika si anak tidak punya akte lahir, maka tidak bisa ada di kartu keluarga (KK) dan tidak punya KTP. “Kalau tidak punta KTP tidak bisa membuat paspor,” jelasnya. Jika tidak bisa membuat paspor, tidak bisa menyempurnakan rukun Islamnya. Yaitu untuk berhaji ke Makkah, Arab Saudi. Pasalnya dokumen mutlak yang harus dimiliki untuk perjalanan keluar negeri adalah paspor.
Nasaruddin juga berpesan kepada remaja atau bujangan yang sudah cukup umurnya untuk menata hidup supa siap menikah. Jika sudah siap, mala segera menikah. Karena baginya menikah itu tidak hanya sunah Rasulullah SAW saja. Tetapi juga menjadi sunnatullah. Karena Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan.
“Burung-burung yang terbang diangkasa itu hidup berpasang-pasangan,” katanya. Bahkan bunga warna-warni yang menghiasi acara Nikah Massal di Masjid Istiqlal itu hasil dari proses perkawinan.
Nasaruddin mengakui ada padangan di masyarakat bahwa nikah itu butuh biaya besar. Dia menjelaskan prosesi pernikahan bisa sangat terjangkau jika dilakukan di KUA. Apalagi di sejumlah KUA sudah dilengkapi balai nikah yang bagus. (wan)