PEKANBARU, Sabo – Seorang warga Dusun Musan, Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, diserang dua ekor Harimau Sumatera saat sedang memanen damar di kawasan hutan. Korban bernama Butet (27 tahun) selamat setelah melawan dengan memukul salah satu harimau anakan yang ikut menyerang.
Peristiwa itu terjadi pada Senin (20/10/2025) sekitar pukul 09.00 WIB. Saat itu, Butet tengah memanen damar yang rencananya akan digunakan untuk menambal perahu.
Sebelum kejadian, ia sempat mendengar suara harimau dari dalam semak, namun mengira hal itu hal biasa dan tetap melanjutkan pekerjaannya.
Tak lama kemudian, tiga ekor harimau muncul di lokasi — dua ekor dewasa dan satu anakan. Seekor harimau dewasa langsung menyerang dengan menggigit pergelangan kaki kiri Butet, sementara harimau anakan menggigit lutut kanannya.
Dalam keadaan panik, Butet memukul harimau anakan hingga terpental. Melihat anaknya terpental, induk harimau pun melepaskan gigitannya dan mundur.
Butet segera berlari menyelamatkan diri ke kampung terdekat dengan kondisi terluka parah di kaki dan lutut. Warga kemudian mengevakuasinya ke Puskesmas Siberida untuk mendapatkan perawatan intensif. Saat ini, korban masih menjalani perawatan di rumah sakit.
Terjadi di Kawasan Habitat Harimau
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Suhartono, menjelaskan bahwa lokasi kejadian berada di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, yang merupakan habitat alami Harimau Sumatera.
Ia menegaskan, kawasan ini memang sering menjadi lintasan satwa liar, termasuk harimau, karena masih berdekatan dengan area hutan.
“Lokasinya memang termasuk habitat harimau. Daerah itu merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh,” kata Suhartono, kepada KompasTV Pekanbaru.
Ia menambahkan, warga diimbau untuk tidak melakukan kegiatan yang dapat memancing kehadiran harimau.
“Untuk beraktivitas di area tersebut, masyarakat diimbau agar tidak bekerja sendirian, minimal harus berdua,” ucapnya.
Dari hasil penilaian awal, BKSDA menduga penyerangan ini bukan karena perilaku agresif, melainkan bagian dari proses induk harimau mengajarkan anaknya berburu.
“Dari penilaian sementara kami, sepertinya memang ada indikasi bahwa harimau indukan sedang mengajarkan cara berburu kepada anaknya karena setelah itu tidak ada tanda-tanda bahwa mereka berniat melanjutkan serangan,” jelas Suhartono.
Kasus di Indragiri Hulu ini menambah panjang daftar konflik antara manusia dan Harimau Sumatera di Riau.
Dilansir dari Media Center Pemerintahan Provinsi Riau, data dari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menunjukkan, sejak tahun 2018 hingga 2024, tercatat 15 kejadian serangan harimau terhadap manusia.
Dari jumlah itu, 13 orang meninggal dunia dan 2 lainnya mengalami luka-luka. Peningkatan konflik ini tidak lepas dari hilangnya habitat alami harimau akibat deforestasi dan konversi lahan hutan.
Dalam periode 2014 hingga 2023, terjadi deforestasi seluas 141.076 hektare di kawasan kantong habitat harimau Riau.
Dua wilayah dengan deforestasi tertinggi adalah Semenanjung Kampar dan Senepis, di mana korporasi HTI (hutan tanaman industri) dan HGU perkebunan sawit menjadi penyumbang utama.






