jateng.Sabo, SEMARANG – Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita bersama suaminya, Alwin Basri menyatakan masih pikir-pikir terkait langkah hukum setelah majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang menjatuhkan vonis enam dan tujuh tahun penjara terhadap keduanya.
Kuasa hukum pasangan tersebut, Erna Ratnaningsih menyampaikan pihaknya menghormati putusan majelis hakim, tetapi masih akan mempelajari isi amar putusan sebelum menentukan sikap banding.
“Kami tentu menghormati putusan Pengadilan Tipikor Semarang. Namun, kami diberi waktu tujuh hari untuk memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak. Saat ini kami sedang mempelajari isi putusan karena ada beberapa hal yang menurut kami tidak sesuai dengan fakta persidangan,” ujar Erna, Rabu (27/8).
Menurutnya, majelis hakim dalam pertimbangannya lebih banyak merujuk pada dakwaan dan tuntutan jaksa, sementara pledoi yang diajukan tim pembela cenderung disisihkan.
Pihaknya telah menghadirkan sejumlah ahli yang memberikan penjelasan terkait perbedaan unsur antara suap dan gratifikasi.
“Ahli Mahrus Ali menjelaskan bahwa gratifikasi berbeda dengan suap. Suap sifatnya aktif, ada meeting of mind antara pemberi dan penerima, sedangkan gratifikasi pasif, tanpa adanya kesepakatan, serta nilainya relatif kecil. Namun dalam putusan ini, majelis menyatakan keduanya terbukti melakukan baik suap maupun gratifikasi,” kata Erna.
Dia menilai hal tersebut menimbulkan kejanggalan karena dua tindak pidana dengan karakter berbeda justru dibebankan sekaligus kepada kliennya.
Karena itu, pihaknya masih mengkaji putusan berdasarkan teori hukum pidana maupun hukum administrasi negara dari para ahli yang telah dihadirkan di persidangan.
Erna juga menyebut ada sisi positif dari putusan, yakni tidak adanya pencabutan hak politik terhadap Hevearita.
“Kami bersyukur untuk hal itu, meskipun fokus utama kami tetap pada analisis hukum terkait vonis pidana yang dijatuhkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang memvonis Mbak Ita selama lima tahun penjara serta denda Rp 300 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti kurungan empat bulan.
Sementara itu, Alwin Basri dijatuhi hukuman lebih berat. Dia divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta, subsider kurungan empar bulan apabila denda tidak dibayar.
Selain pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara.
Mbak Ita diwajibkan membayar Rp 683,2 juta paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Apabila tidak dipenuhi, harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa. Jika harta tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
Vonis lebih berat dijatuhkan kepada Alwin. Dia dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 4 miliar dengan tenggat waktu sama, yakni satu bulan sejak putusan inkrah.
Jika tidak membayar, maka asetnya disita dan dilelang atau diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. (wsn/jpnn)









