WAKIL Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pimpinan DPR telah memberi izin kepada Mahkamah Kehormatan Dewan atau MKD untuk menghelat sidang etik yang dilakukan lima anggota Dewan yang dinonaktifkan fraksi partai. “Pimpinan sudah mengizinkan MKD untuk mengadakan sidang terbuka di masa reses,” ujar Dasco melalui pesan suara singkat pada Kamis, 23 Oktober 2025.
Kelima orang yang dimaksud adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari fraksi Partai NasDem; Surya Utama alias Uya Kuya dan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dari fraksi PAN; serta Adies Kadir dari fraksi Partai Golkar.
Dasco menjelaskan, pemberian izin sidang etik setelah MKD mengajukan surat permohonan ke pimpinan DPR untuk menggelar sidang pelanggaran etik. Surat permohonan tersebut, kata Dasco, telah disampaikan MKD kepada pimpinan sejak pekan lalu sampai akhirnya pimpinan DPR memberikan izin tersebut. “Diagendakan sidang tanggal 29 Oktober 2025,” ujar Ketua Harian Partai Gerindra itu.
Pada 1 September lalu tiga Dewan Pimpinan Pusat dan fraksi partai politik menonaktifkan sejumlah kadernya yang dinilai nirempati dan menyampaikan sikap kontroversial, sehingga memicu kerusuhan pada demonstrasi akhir Agustus lalu. Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Sarmuji menilai keputusan partai menonaktifkan Adies Kadir untuk menguatkan disiplin dan etika bagi legislator dari fraksi Golkar.
“Mencermati dinamika masyarakat yang berkembang belakangan ini, aspirasi rakyat tetap menjadi acuan utama perjuangan Partai Golkar,” kata Sarmuji dalam keterangannya pada Ahad, 31 Agustus 2025.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memutuskan untuk menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari jabatannya sebagai anggota DPR fraksi Partai NasDem terhitung sejak 1 September 2025. Sekretaris Jenderal Partai NasDem Hermawi Taslim mengatakan, pernyataan yang disampaikan keduanya telah menyinggung dan mencederai perasaan rakyat yang merupakan penyimpangan terhadap perjuangan Partai NasDem.
Tak lama berselang, Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (PAN) juga memutuskan penonaktifan Eko Patrio dan Uya Kuya dari jabatan anggota DPR fraksi PAN sejak 1 September 2025. Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi menyampaikan permohonan maaf atas sikap para kadernya. Ia juga meminta publik untuk bersikap tenang dan mempercayakan seluruh persoalan kepada pemerintah.
Dalam kesempatan terpisah, Dosen Ilmu Hukum Tata Negara dari Univeristas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menjelaskan, pencabutan tunjangan dan penonaktifan anggota Dewan yang dinilai bermasalah oleh partai tidak serta-merta membuat amarah publik mereda.
Dia berpendapat, keputusan partai untuk menonaktifkan kadernya tak lebih dari upaya menghindari kritik publik terhadap eksistensi partai. Sebab, dalam aturan perundang-undangan tidak diatur adanya frasa penonaktifan melainkan pemberhentian sementara.
Ketidaktegasan partai, kata dia, justru bakal berekses pada makin geramnya publik. Alasannya, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau Peraturan Tata Tertib DPR Nomor 1 Tahun 2020 tak mengatur ihwal penonaktfian. “Secara konsekuensi hukum tidak ada. Artinya, mereka yang dinonaktifkan tetap menerima gaji dan tunjangan,” kata Herdiansyah.
Ia juga menyoroti sikap DPP partai yang dianggap melampaui kewenangan untuk melegitimasi seolah-olah partai melakukan tindakan tegas. “Sekali pun ada keputusan pemberhentian sementara, itu kewenangannya Mahkamah Kehormatan Dewan, bukan partai.” ujar dia.






