Sabo Transportasi berkelanjutan dan inklusif menjadi kebutuhan bersama, terlebih bagi kawasan perkotaan. Isu ini tak sebatas mewujudkan mobilitas yang rendah emisi tetapi juga menyediakan energi bersih.
Namun demikian, tantangan inklusivitas di dalam sistem transportasi di tanah air masih besar. Rilis Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) pada Maret 2024 menyebutkan, warga Jabodetabek menempuh jarak rata-rata 10,5 km setiap hari untuk beraktivitas di Jakarta.
Pada saat yang sama, cakupan transportasi publik yang terintegrasi di Jabodetabek masih sangat timpang. Jakarta menjangkau 78 persen wilayahnya, sedangkan kota-kota satelit di Bodetabekbaru menjangkau antara delapan hingga 29 persen.
Terbatasnya akses terhadap transportasi umum yang layak dan terjangkau memaksa banyakorang untuk terus bergantung pada kendaraan pribadi. Akibatnya, kemacetan semakin parah dan kesenjangan mobilitas kian melebar.
Menjawab tantangan semacam itu, Gonggomtua E. Sitanggang selaku Southeast Asia Director ITDP dalam keterangan tertulisnya berpendapat, penggunaan energi bersih merupakan kunci menuju transportasi ramahlingkungan dan inklusif. Penerapannya, imbuh dia, melalui penggunaan kendaraan listrik.
“Kalau ingin kota kita lebih compact maka yang dibutuhkan adalah sisa kendaraan (selainkendaraan umum) yang ada adalah kendaraan listrik,” tutur Gongomtua dalam talkshow Green Collabs yang diadakan Katadata Green di Jakarta, Sabtu (23/8).
Dampak dari sistem transportasi yang tidak berkelanjutan ini langsung terasa dalam kehidupanmasyarakat perkotaan baik dari segi kesehatan, kualitas lingkungan, hingga produktivitas.
Manajer Ekonomi Sirkular dan Kemitraan Chandra Asri Group Nicko Setyabudi dalam keterangan tertulis yang diterima mengatakan bahwa sebagai salah satu pelaku industri yang mendukung penyediaan energi bersih, pihaknya ingin menghadirkan listrik yg lebih hijau memakai solar panel.
Nicko mengungkapkan, EBT seperti panel surya akan menjadi tren di masa depan untuk pengadaan listrik yang lebih hijau mengingat selama ini masih ada ketergantungan terhadap bahan bakarfosil.
“Listrik hijau ini akan jadi tren ke depan,” tuturnya.
Adapun, ketergantungan terhadap kendaraan pribadi berbahan bakar fosil menjadikan sektortransportasi sebagai salah satu penyumbang utama polusi udara di kawasan perkotaan.
Direktur Operasional dan Keamanan PT Transjakarta Daud Joseph yang juga hadir sebagai pembicara mengatakan, Transjakarta berupaya mencapai target menyediakan sebanyak 300 bus listrik.
Daud mengimbuhkan, pihaknya ingin semua layanan angkutan umum yang disediakan tidak lagimengeluarkan emisi. Oleh karena itu, pihaknya menargetkan semua bus yang beroperasi per 2030 adalah kendaraan listrik.
“Bus-bus kami semua akan beralih ke bus listrik. Sekarang, kami mengoperasikan 570 bus listrikdan akan bertambah terus 1.000 unit setiap tahun menjadi 10.000 unit pada 2030,” ujarnya.