Free Gift

Film Dokumenter andquotSIEandquot Angkat Kisah Kehidupan dan Konflik Keluarga di Balik Perebutan Tanah

Laporan reporter POS-KUPANG. COM, Tari Rahmaniar Ismail

POS-KUPANG. COM, KUPANG— Film dokumenter berjudul SIE hadir sebagai karya yang menyentuh dan penuh makna, menggambarkan kehidupan serta dinamika keluarga dalam menghadapi konflik perebutan tanah.

Film ini lahir dari proses panjang observasi dan rekaman yang dilakukan selama hampir tiga tahun, mulai akhir 2021 hingga pertengahan 2024 di Maumere, Kecamatan Nelle, utara Gunung Gai. 

Film SIE merupakan karya Yosef Levi yang mendalami kehidupan orang tua dan keluarganya sendiri.

   

Menurut Yosef Levi selaku sutradara, film ini bermula dari keinginan untuk mengenal lebih dalam sosok orang tua Nuntitus, Maria, dan Veronica Nona serta revolusi kecil mereka terhadap lingkungan sekitar, sesama, dan alam semesta. 

“Dengan merekam aktivitas dan percakapan mereka, film ini juga berfungsi sebagai arsip keluarga yang berharga di tengah konflik perebutan tanah yang sedang berlangsung,” ujarnya saat diwawancarai POS-KUPANG. COM, Minggu (17/8). 

Judul film ini, “SIE,” berasal dari bahasa Maumere yang merupakan panggilan untuk kambing. 

Dalam film, momen ketika kambing hilang dan sang ayah berteriak “Sie!” menjadi simbol pencarian hak milik dan hak kebersamaan yang hilang. 

Kambing yang selalu digembalakan setiap hari oleh ayah Nuntitus mewakili hubungan erat keluarga dengan alam dan kehidupan sehari-hari mereka. Kehilangan kambing menjadi metafora atas hilangnya keseimbangan dan keutuhan dalam komunitas.

 

Yosef menjelaskan tantangan besar dalam proses pembuatan film ini adalah merekam orang-orang terdekat yang juga menjadi subjek utama film. 

“Misalnya, saat merekam Tante Veronica yang sering meminta bantuan saat bekerja, atau Bapak yang tidak ingin aktivitasnya terganggu saat membawa beban berat, sehingga sutradara harus menyesuaikan diri dengan situasi dan medan yang sulit,” ungkapnya. 

Film ini merupakan hasil rekaman beragam momen natural, yang kemudian diolah dengan pendekatan antropologis, mencerminkan refleksi pribadi dan pemahaman mendalam akan budaya dan kehidupan lokal.

Pengalaman mengikuti workshop IDOCLAB menjadi momen penting yang memperluas wawasan dan memperkaya proses riset serta penyusunan cerita.

Selain konflik keluarga dalam perebutan tanah, film ini juga menyingkap kearifan lokal dan unsur mistis dalam budaya setempat, seperti kepercayaan adanya penunggu pohon yang menjaga keseimbangan alam. 

Efek suara yang digunakan adalah tetesan air yang mengaliri Film dokumenter SIE menjadi simbol atas kehidupan di Gunung Gai yang harus terus bergulir dan dijaga kemurniannya agar dapat terus bertahan dalam kesahajaan. 

Sutradara Yosef menegaskan bahwa unsur mistis ini bukan soal pembuktian logis, tetapi pesan untuk menjaga alam demi keberlangsungan kehidupan bersama.

Film “SIE” telah diputar di Festival Film Dokumenter di Yogyakarta dan mendapatkan beragam reaksi, terutama apresiasi dan kritik yang dianggap sangat penting bagi pengembangan karya berikutnya. 

Kabar baik datang ketika film ini berhasil lolos pada program New Asian Currents  di Yamagata Internasional Documentary Film Festival pada yang akan diselenggarakan pada 9-16 Oktober 2025.

Selain itu juga prestasi sebagai pemenang film pendek terbaik kategori Dokumenter di Festival Film Flobamora. Penerima Golden Karyanagri Award di Kotabaru Heritage Festival Film, Yogyakarta.

“Hal ini menjadi kesempatan berharga untuk bertukar pengalaman dan memotivasi tim untuk terus berkarya,” ungkapnya.

Yosef menutup wawancara dengan refleksi mendalam tentang makna menjadi makhluk sosial yang saling bergantung dan memiliki tanggung jawab terhadap sesama dan lingkungan. Proses pembuatan film ini bukan hanya sebuah karya seni, melainkan juga perjalanan belajar yang berkelanjutan. (IAR) 

Berita SaboLainnya diGoogle News

Want a free donation?

Click Here