Pesantren menjadi salah satu pilihan orang tua untuk melanjutkan pendidikan anak, terutama jika dilihat dari sudut pandang agama. Anak akan belajar banyak hal yang mungkin tidak akan didapatkannya di sekolah reguler.
Dengan kehadiran senior dan pemuka agama yang lebih berpengalaman, orang tua pasti telah percaya untuk menitipkan anaknya di sana, bahkan rela untuk tidak bertemu dalam jangka waktu yang lama.
Tapi, pernahkan terlintas bahwa ada satu sisi gelap yang bisa terjadi di sana, terutama untuk anak laki-laki?
Dari film pendek Wahyu berdurasi 17 menit ini, satu isu gelap pesantren diangkat dengan cukup berani. Karena sempat viral juga di sosial media, akhirnya saya menonton juga secara resmi di Klik Film untuk mengetahui langsung seperti apa sih kisah di dalamnya.
Maka di tulisan inilah seperti biasa saya akan mengulas film pendek berjudul Wahyu ini. Tapi, sebelumnya saya akan memberikan warning dulu kepada pembaca.
Film ini mengangkat tema pelecehan seksual sesama jenis yang terjadi di Pesantren. Bagi para pembaca/penonton kemungkinan akan ada yang tidak nyaman dengan ceritanya. Mohon kebijakannya melanjutkan ulasan ini
SINOPSIS
Wahyu ialah seorang santri baru di sebuah Pesantren. Ia dikenalkan oleh salah satu guru di sana kepada teman-temannya, termasuk juga soal tata letak pesantren dan di kamar mana ia akan tinggal. Di kamarnya itu terdiri dari beberapa santri juga, termasuk Cholis dan Yusuf yang jadi temannya.
Semua masih berjalan normal layaknya kegiatan santri pada umumnya. Membaca Al-Qur’an, sholat berjamaah, hingga berkumpul dengan santri-santri lainnya.
Hal janggal terjadi saat Cholis terbangun dari tidur malamnya. Tanpa sengaja ia melihat satu hal menjijikkan yang dilakukan oleh Wahyu terhadap Yusuf yang masih tertidur. Jelas saja Cholis kaget dan peristiwa itu seketika membuatnya trauma.
Cholis bisa saja melaporkan tindakan Wahyu tersebut kepada pengurus Pesantren, namun ia masih belum menemukan bukti yang kuat. Apalagi ia adalah orang yang tunawicara di mana memiliki kesulitan dalam komunikasi.
SISI GELAP PESANTREN
Meski memang pernah mendengar isu-isu bahwa di pesantren ada hal-hal semacam cerita Wahyu, saya sendiri belum pernah menemui kasusnya secara langsung yang terjadi di orang terdekat. Namun memang beberapa kali ada berita soal pelecehan seperti ini yang terjadi oleh santri, bahkan pengurusnya sendiri.
Isu sensitif ini kemudian dikembangkan dalamm film berdurasi 17 menit yang sejujurnya membuat saya tidak nyaman, merasa jijik, dan tidak percaya jika pesantren memang punya sisi gelap yang tak banyak orang tahu.
Beberapa adegan seksual meskipun tidak secara eksplisit diperlihatkan, tetap menjadi hal yang ngeri apalagi dilakukan oleh sama-sama laki-laki. Sosok Wahyu di sini pun punya karakter kuat di mana ia tetap rajin beribadah, namun juga memiliki sisi gelap yang mengerikan. Apalagi sorot matanya saat melihat Cholis yang mulai curiga, benar-benar menusuk dan nyaris membuat takut.
Melihat setiap kejadian yang ada di film ini pun, memberi pelajaran bahwa kita harus bisa berhati-hati menjaga diri agar hal-hal seperti yang dilakukan Wahyu tak mudah dilakukan di dunia nyata.
Yang cukup bikin gregetan selanjutnya adalah akhir film yang ditutup dengan cukup gantung. Karena tak ingin spoiler, nasib Wahyu dan Cholis akan berada pada dua akhir yang berbeda pula.
TENTANG FILM WAHYU
Film Wahyu merupakan film pendek hasil produksi Akasia Pictures dari prodi Televisi dan Film Fakultas Ilmu Budaya Jember. Disutradarai oleh Nada Leo Prakasa, film ini merupakan hasil kisah nyata yang pernah dialami oleh teman sang sutradara.
Film Wahyu kemudian masuk dalam 30 Shortlist KlikFilm Short Movie Competition di Jakarta World Cinema (JWC) 2025, hingga memenangkan penghargaan Audience Favorite Winner dalam KlikFilm Short Movie Competition 2025.
Dengan diraihnya penghargaan tersebut, memang membuktikan bahwa film ini punya daya tarik untuk penonton. Apalagi tema yang diangkat sangat berani, yaitu soal pelecehan seksual, sesama jenis, namun di lingkungan yang agamanya kuat.
Karena memang ulasan ini hanya sebatas dari film pendek, maka tidak banyak yang bisa saya tulis dan hanya sampai sini saja.
Disclaimer bahwa film ini adalah cerita fiksi semata. Meski memang isunya cukup berani dan pernah terjadi, bukan berarti menyamaratakan bahwa hal ini bisa terjadi di semua Pesantren. Kita ambil saja pesan pentingnya, buang jeleknya, dan jadikan pelajaran.
Akhir kata, terima kasih sudah mampir. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya!
-M. Gilang Riyadi, 2025-






