Fenomena demam emas hingga fear of missing out atau FOMO tengah melanda sejumlah negara di dunia, seperti Vietnam, Hong Kong dan Australia. Toko-toko emas di berbagai kota dipadati antrean panjang pembeli yang tak kunjung surut. Cuplikan video yang menampilkan ramainya aksi borong emas ini ramai diperbincangkan di platform X dan TikTok.
Pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi menjelaskan, fenomena ini merupakan imbas dari ketidakpastian ekonomi global. Selain itu, meningkatnya tensi geopolitik, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina serta situasi politik dalam negeri AS yang semakin memanas turut memperburuk sentimen pasar.
“Ini membuat orang berbondong-bondong, FOMO ya, mencari logam mulia sebagai safe haven,” kata Ibrahim kepada Sabo.co.id, Rabu (22/10).
Menurut Ibrahim, anjloknya harga emas dalam beberapa waktu terakhir juga mendorong masyarakat semakin semangat membeli logam mulia ini. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di banyak negara lain yang tengah mencari aset lindung nilai atau safe haven.
- Menakar Manuver Emiten Adik Prabowo (WIFI) Rambah 3 Usaha Baru, Apa Targetnya?
- Target Baru Saham Prajogo (PTRO) Saat Laba Naik 141,9%, Analis Ungkap Rp 10.000?
- Danantara Punya Tambahan Struktur Baru C-Level, Ada Chief Technology Officer
Ia menjelaskan, minat investasi emas meningkat karena nilainya cenderung melampaui tingkat inflasi. Katanya, saat inflasi di suatu negara naik, maka harga logam mulia biasanya ikut naik lebih tinggi lagi.
“Jadi, kenaikan harga emas sering menjadi sinyal kondisi ekonomi global sedang tidak baik,” ujarnya.
Ibrahim memperkirakan fenomena demam emas ini bisa berlangsung lama, hingga akhir masa pemerintahan Presiden AS Donald Trump pada 2028 mendatang. “Sampai Trump selesai [menjabat],” katanya.
Lebih lanjut, ia menilai perang dagang yang dipicu oleh kebijakan pemerintahan Trump menjadi salah satu penyebab utama ketidakpastian ekonomi global. Menurutnya, AS saat ini tengah menghadapi utang tinggi dan defisit neraca perdagangan dengan banyak negara. Ketidakpastian inilah yang mendorong masyarakat dunia menimbun emas setiap kali harga terkoreksi.
“Bayangkan, harga turun hingga US$ 375 per troy ounce. Ini dimanfaatkan masyarakat di luar negeri untuk membeli logam mulia,” katanya.
Dengan maraknya aksi borong emas di berbagai negara saat ini, muncul satu pertanyaam, apakah investasi emas juga rawan risiko?
Risiko Investasi Emas
Besarnya minat masyarakat terhada investasi emas bukan berarti investasi emas selamanya aman. Ibrahim mengingatkan, investasi emas juga memiliki risiko. Harga emas bisa turun apabila perang dagang dan ketegangan geopolitik mereda, atau kebijakan bank sentral AS mulai stabil.
“Kemungkinan harga emas jatuh dalam jangka panjang memang kecil, tapi tetap ada. Apalagi saat ini kondisi ekonomi global masih sangat tidak menentu,” ujarnya.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut sejumlah risiko utama dalam investasi emas:
1. Risiko Politik
Harga emas disebut sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan perpajakan, hukum, fiskal maupun stabilitas politik. Investor disarankan mengikuti perkembangan kebijakan pemerintah dan kondisi politik global untuk mengantisipasi dampaknya.
2. Risiko Fluktuasi Harga
Meskipun dianggap stabil, harga emas bisa berfluktuasi tajam dalam jangka pendek. Perubahannya dipengaruhi oleh kebijakan moneter bank sentral, nilai tukar dolar AS, kondisi geopolitik global serta permintaan dan pasokan pasar.
Penurunan harga jangka pendek dapat menyebabkan kerugian, terutama bagi investor yang membeli ketika harga sedang tinggi.
3. Risiko Likuiditas
Emas fisik tidak sepraktis saham atau aset digital saat ingin dicairkan. Tantangan yang sering muncul di antaranya adalah tidak semua toko emas menerima pembelian kembali atau buyback. Harga buyback cenderung lebih rendah dari harga beli, sehinga jika investor akan dibebankan biaya tambahan saat menjual.
Adapun selisih antara harga beli dan jual emas bisa mencapai 5–10%, sehingga keuntungan baru terasa setelah harga naik signifikan.
4. Risiko Penyimpanan dan Keamanan
Menyimpan emas fisik berisiko terhadap pencurian, kehilangan atau kerusakan akibat bencana seperti banjir dan kebakaran. Biaya sewa brankas di bank juga menjadi beban tambahan.
5. Risiko Emas Palsu dan Penipuan
Risiko membeli emas palsu masih cukup tinggi, terutama jika transaksi dilakukan dengan pihak tidak terpercaya. Untuk menghindari penipuan disarankan untuk memastikan pembelian emas dari toko atau platform bersertifikasi






