PIKIRAN RAKYAT SULTENG
– Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) memperlihatkan kesetiaannya terhadap kontribusi dalam mendobrak perubahan hukum acara pidana di Indonesia melalui kerjasama dengan Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana (PERSADA) guna merumuskan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Tahapan penting dimulai dengan penyebaran informasi bertema “Menilai Isi dan Arah RKUHAP 2025” yang dilaksanakan di Auditorium Lantai 6 Gedung A, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB), Malang, pada hari Kamis tanggal 8 Mei 2025. Dalam forum ilmiah tersebut, FH UB turut serta menyumbangkan ide-ide dalam mendukung perbaikan sistem prosedur hukum pidana yang sedang dikembangkan.
Pembuatan DIM RKUHAP 2025 ini mengacu pada Surat Perintah resmi yang berasal dari Dekan Fakultas Hukum UB dengan nomor 02575/UN10.F01.01/B/TU/2025. Delapan dosen senior dari FH UB telah dipilih untuk membentuk tim utama dalam penggarapannya.
Mereka terdiri dari Dekan FH UB Aan Eko Widiarto, Nurini Aprilianda, Fachrizal Afandi, Mufatikhatul Farikhah, Ardi Ferdian, Ladito Risang Bagaskoro, Solehuddin, dan Lucky Elza Aditya.
Kelompok kerja yang kuat ini ditugasi untuk meninjau dengan cermat dan kritis isi beberapa ketentuan dalam rancangan RKUHAP. Di samping itu, mereka juga diminta merumuskan usulan positif yang dibangun atas dasar penelitian akademis tentang pelbagai tantangan normatif serta praktikal yang telah terdeteksi di dalam dokumen tersebut.
“Penyusunan DIM ini mencerminkan komitmen sejati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya bukan saja menjadi lembaga perguruan tinggi, namun juga turut serta secara aktif dalam tahap pembentukan undang-undangan sebagai elemen integral dari masyarakat sipil,” ungkap Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto melalui pernyataan tertulis seperti dilansir oleh Hukum Online.
Dia menyatakan pentingnya memiliki RKUHAP yang ideal dengan memprioritaskan prinsip keadilan sejati serta memberikan penghargaan maksimal kepada hak-hak asasi manusia.
Menurut dia, esensi dari terbentuknya KUHAP pada mulainya bertujuan untuk mengendalikan dengan ketat wewenang kepolisian dan aparatur penegakan hukum lainnya, bukannya malah meluaskannya tanpa ada sistem pengawasan yang tepat.
Visi FH UB adalah menjamin agar perubahan pada KUHAP ini tidak justru menciptakan ruang bagi munculnya masalah baru.
abuse of power
(Penyelundupan kuasa) dalam situasi serupa menghadapi krisis kepercayaan masyarakat pada pelaksanaan hukum yang tetap menjadi masalah utama.
Hasil penelitian ilmiah yang mendalam ini direncanakan akan diberikan ke Komisi III DPR RI serta Kementerian Hukum (Kemenkum) untuk menyumbangkan kontribusi besar bagi para ahli FH UB dalam rangka mempercepat proses pembuatan undang-undang di tanah air yang saat ini masih berlangsung.
Diskusi panel ini menjadi lebih bermakna seiring kedatangan Guru Besar dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang menambahkan beberapa poin penting tentang seluruh rangkaian proses revisi Kitab Undang-Undang Hukum AcaraPidana. Dengan pengalaman masa lalu di tahun 1980an, Profesor Ilmu Hukum Pidana dari Fakultas Hukum UniversitasBrawijaya, Drs. Masruchin Ruba’i, M.H., menceritakan bagaimana dia dan para dosen senior lainnya turut serta dalam penyusunan umpan balik kritis terkait RancanganKUHAP tersebut ketika masih dalam tahap pembentukan.
Dia menganggap bahwa upaya menyusun DIM RKUHAP ini melanjutkan warisan tradisi akademik kritis yang sudah menjadi ciri khas bagi banyak dosen di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Dia menyoroti bahwa tujuan pokok KUHAP sejak permulaan adalah untuk membatasi kekuatan aparatur penegakan hukum saat menerapkan undang-undang tentang tindak pidana substansial.
Dalam suasana di mana skandal suap dan kebrutalan merajalela selama proses penyelidikan, Profesor Masruchin Ruba’i menekankan bahaya potensial bila otoritas tambahan diberikan kepada petugas tanpa ada pengawasan ekstra dari bagian peradilan. “Hal itu dapat membuka jalan untuk beragam jenis kelalaian serta pelanggaran HAM,” ungkapnya dengan nada prihatin.
Pada saat bersamaan, Professor of Administrative Law at Faculty of Law Universitas Brawijaya (FH UB), Prof Sudarsono, menyampaikan pujian yang mendalam atas upaya penyiapan DIM RKUHAP ini. Dia mengemukakan saran supaya DIM tersebut dengan jelas menerangkan bahwa RKUHAP perlu menjadi rujukan primer dalam hukum prosedural pidana di Indonesia. Ia juga mencatat adanya kekhawatiran tentang jumlah besar regulasi formal yang masih tersebar di beragam undang-undang sektor institusi.
“Prosedur-prosedur yang ada di dalam undang-undang sektor-sektor tertentu perlu cepat disesuaikan dengan Rancangan KUHAP yang bersifat pengkodean dan berkekuatan hukum mengikat, untuk mencegah adanya keributan hukum pada saat pelaksanaan penegakan hukum,” ungkap Prof Sudarsono sebagai sarannya.
Acara penyebaran informasi kali ini mendatangkan dua pembicara utama dari kelompok penggarap DIM RKUHAP FH UB. Pembicara pertama, Nurini Aprilianda, sekaligus menjadi Ketua Kelompok Penggarap DIM RKUHAP FH UB, mempresentasikan bahan dengan judul “Peninjauan Ulang Undang-Undang ProsesPidana Dan Isu Materi Ilmiah: Perspektif DIM FHUB Terhadap KUHAP.”
Pada sesi presentasi, dia dengan tajam mengkritik beberapa pasal dalam rancangan RKUHAP dan menyatakan bahwa hal tersebut dapat memungkinkan adanya eksploitasi kekuasaan oleh petugas penegak hukum.
Khususnya, dia menggarisbawahi pemberian wewenang tambahan kepada Polri untuk menjadi penyidik utama, metode penangkapan dan penyitaan tanpa adanya pengawasan hukum yang cukup, serta ketidakmampuan dalam melindungi hak-hak dari para tersangka, korban kejahatan, dan komunitas yang rawan.
Narasumber kedua, Fachrizal Afandi, menyajikan topik bertema “RKUHAP 2025 serta KUHP Nasional: Saat Hukum Pidana Material dan Formal Masih Berbeda Bicara”. Selama penyampaian argumen yang komprehensif, dia menggarisbawahi kurangnya harmonisasi yang cukup di antara perubahan pada substansi hukum pidana sebagaimana tercantum dalam KUHP Nasional dengan prosedur penegakkan hukum pidananya yang sampai hari ini tetap menggunakan kerangka lama.
Fachrizal Afandi menggarisbawahi seberapa krusialnya sinkronisasi menyeluruh di antara isi dari undang-undang pidana dengan cara penerapannya, untuk memastikan bahwa prinsip legalitas serta ide tentang keadilan bisa beroperasi secara bersama-sama dalam struktur pengadilan pidana.
Diskusi tersebut terjadi dengan sangat interaktif dan penuh semangat oleh para dosen yang menghadiri acara ini. Isu-isu penting muncul selama sesi tanya-jawab yang cukup hidup.
Beberapa masalah utama yang diulas meliputi penegasan kaidah-kaidah tersebut.
due process of law
, masalah dalam proses penyelidikan yang rawan akan kesalahan atau penyalahgunaan wewenang serta tindakan korupsi, meningkatkan fungsi dari pengacara di dalam sistem hukum pidana, kedudukan
dominus litis
serta kepentingan memperkuat pengawasan oleh pihak pengadilan atas tindakan aparat penegak hukum.
Peserta pembicaraan juga menggarisbawahi pentingnya melenyapkan aturan-aturan prosedural perundang-undangan yang bisa ditafsirkan berbeda-beda dan membawa risiko keraguan hukumi saat diterapkan.
Pada penutupan acara penyebutan informasi tersebut, pembicara-pembicara mengekspresikan pujian mereka atas diskusi ilmiah sehat semacam itu. Mereka menginginkan agar jenis kegiatan serupa bisa ditingkatkan serta dicontoh ulang oleh fakultas hukum dari universitas-universitas lainnya di tanah air.
Ini dianggap penting supaya tahap perubahan undang-undang tak sekadar jadi pembicaraan antar golongan berkuasa, melainkan juga bermula dan maju dari diskusi akademik yang intensif dalam lingkup universitas beserta pengetahuan langsung yang timbul dari realita lapangan. ***