Free Gift

Gaza Terkepung Harapan Gencatan Senjata Redup

KORAN – PIKIRAN RAKYAT – Serangan udara dan darat Israel kembali ­mengguncang bagian timur dan utara Kota Gaza, menambah penderitaan warga sipil yang telah berbulan-bulan hidup di bawah ancaman bom dan kelaparan. Pesawat tempur dan tank Israel ­menghantam wilayah Zeitoun dan Shejaia sejak Sabtu 23 Agustus 2025 malam hingga Minggu 24 Agutus 2025 pagi, disertai suara ledakan tiada henti yang membuat langit malam menyala.

Dilansir The Guardian, Se­nin 25 Agustus 2025, di ka­was­an Sabra, tank-tank me­nem­baki rumah-rumah dan jalan, sementara sejumlah bangunan di Jabaliya di ba­gian utara hancur akibat le­dakan.

Kepa­nikan melanda warga; sebagian keluarga ber­bondong-bondong me­ning­galkan kota, sementara yang lain memilih bertahan meski berisiko kehilangan nyawa.

Sekitar separuh dari dua juta penduduk Gaza tinggal di Kota Gaza. Sebagian kecil telah meninggalkan kota de­ngan mengangkut barang-ba­­rang mereka mengguna­kan kendaraan sederhana dan becak, tetapi banyak yang tidak memiliki pilihan. “Saya sudah tak bisa meng­hitung berapa kali harus meng­ungsikan istri dan tiga anak saya keluar dari rumah di Gaza City,” kata Mohammad (40) kepada Reu­ters.

Di sisi lain, sebagian warga menolak meninggalkan ru­mah meski bom berjatuhan. “Kami tidak pergi, biarkan mereka mengebom kami di rumah,” ujar Aya (31), yang tinggal bersama delapan ang­gota keluarga.

Israel awal bulan ini me­nyetujui rencana ofensif mi­liter besar-besaran untuk me­rebut kendali penuh atas Kota Gaza. Namun, diperkirakan pasukan darat tidak segera masuk ke pusat kota yang sebagian besar telah hancur, memberi ruang bagi mediator dari Mesir dan Qa­tar untuk melanjutkan upaya gencatan senjata.

Meski demikian, pembom­an terus berlangsung di kota dan sekitarnya. Militer Israel mengonfirmasi pasukannya kembali terlibat pertempuran di Jabaliya da­lam beberapa hari terakhir.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menegaskan pada Minggu 24 Agustus 2025  bah­­wa operasi militer akan dilanjutkan tanpa henti, meski menuai keprihatinan internasional dan kritik dari da­lam negeri. Sehari sebe­lum­nya, Katz menyatakan Kota Gaza akan “dihapus­kan” kecuali Hamas menye­tujui sya­rat Israel untuk meng­akhiri perang dan mem­bebaskan se­luruh san­dera.

Hamas merespons dengan menyatakan bahwa rencana Israel merebut Gaza menunjukkan ketidaksungguhan un­tuk mencapai gencatan senjata.

Menurut Hamas, kesepakatan gencatan senjata ada­lah “satu-satunya cara” untuk memulangkan para sandera, dan mereka menu­ding Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bertanggung jawab atas keselamatan para ta­wan­an tersebut.

Mengkhawatirkan

Sementara itu, situasi kemanusiaan di Gaza semakin mengkhawatirkan. Laporan pakar yang didukung PBB pada Jumat 22 Agustus 2025 menyatakan bah­wa kelaparan di Gaza merupakan “sepenuhnya ­buatan manusia” dan dapat dihentikan jika ada gencatan senjata serta akses penuh bagi bantuan kemanusiaan.

“Kelaparan ini bisa dihentikan dan dibalik. Waktu untuk berdebat sudah habis, kelaparan telah hadir dan menyebar cepat,” demikian laporan Integrated Food Security Phase Classification (IPC). Laporan itu mempe­ringatkan bahwa tanpa pe­mulihan distribusi pangan, layanan kesehatan, gizi, sanitasi, dan air bersih, kematian yang bisa dihindari akan me­ningkat secara eksponensial.

Kementerian Kesehatan Gaza pada Minggu 24 Agustus 2025 melaporkan delapan kematian tambahan akibat kelaparan, mening­kat­kan total korban jiwa akibat malnutrisi dan kelaparan menjadi 289 orang, termasuk 115 anak, sejak perang dimulai. Badan Pertahanan Sipil Gaza menambahkan bahwa sedikitnya 42 orang te­was akibat serangan Israel pada Minggu, termasuk delapan korban di Sabra. Serang­an juga dilaporkan terjadi di berbagai titik lain di Jalur Gaza.

Israel kini menghadapi tu­duhan di Mahkamah Internasional atas dugaan genosida, dengan jumlah korban jiwa di Gaza dilaporkan lebih dari 60.000 orang. Selain itu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluar­kan surat perintah penang­kap­an bagi Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, meski ICC juga sempat mengeluarkan surat perintah terhadap komandan militer Hamas Mohammed Deif sebelum mencabutnya setelah ia tewas.

Serangan tanpa henti, kelaparan, dan situasi kemanusiaan yang kian memburuk di Gaza menambah tekanan internasional terhadap Israel dan meningkatkan desakan jeda konflik. Namun, sam­pai ada langkah nyata dari semua pihak, penderitaan warga Gaza diperkirakan akan te­rus berlanjut di tengah pe­rang yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. ***

Want a free donation?

Click Here

Tinggalkan komentar