Free Gift

Gelombang Pemain Naturalisasi Timnas Indonesia Bermain di Super League! Tommy Desky: Wajib Dilihat dari Dua Sisi

Sabo — Sepak bola Indonesia memasuki babak baru dengan kehadiran gelombang pemain naturalisasi yang menghiasi Super League musim 2025/2026. Fenomena ini bukan hanya memperkuat klub, tetapi juga menghadirkan perdebatan tentang arah pembinaan sepak bola nasional.

Hampir semua klub besar kasta tertinggi Liga Indonesia kini memiliki pemain naturalisasi di skuad utama. Dari lini belakang hingga lini depan, mereka menjadi figur penting yang memberi pengaruh besar pada perjalanan tim.

Persib Bandung menjadi sorotan utama setelah resmi mendatangkan Thom Haye. Gelandang Timnas Indonesia yang sebelumnya tampil di Eredivisie Belanda itu diperkenalkan pada Rabu (27/8/2025) sebagai perekrutan strategis untuk memperkuat lini tengah Maung Bandung.

Selain Haye, Persib juga masih mengandalkan Marc Klok yang sudah menjadi motor permainan dalam beberapa musim terakhir. Duet Haye dan Klok diharapkan menjadikan Persib lebih solid, baik di Liga Indonesia maupun di ajang AFC Champions League 2.

Dewa United juga tak mau kalah dalam memanfaatkan jasa pemain naturalisasi. Klub asal Tangerang ini mengandalkan Stefano Lilipaly yang dipinjam dari Borneo FC dan striker muda Rafael Struick sebagai kombinasi pengalaman dan energi muda.

Stefano dengan pengalamannya masih menjadi pengatur serangan utama di lini tengah. Sementara Struick yang baru berusia 22 tahun diharapkan bisa menjadi mesin gol di lini depan Dewa United.

Persija Jakarta memperkuat lini pertahanannya dengan merekrut Jordi Amat. Bek berusia 33 tahun ini sebelumnya membela Johor Darul Ta’zim di Liga Malaysia dan kini ingin menunjukkan konsistensi bersama Macan Kemayoran. Kehadiran Amat diyakini menjadi solusi penting dalam membangun pertahanan Persija yang lebih tangguh musim ini. Apalagi, pengalaman Amat di level internasional bisa menjadi tambahan berharga.

Bhayangkara Presisi Lampung FC tetap menaruh harapan besar pada striker veteran Ilija Spasojevic. Meski usianya sudah 37 tahun, Spaso masih dipercaya sebagai ujung tombak utama dalam skema permainan tim. Rekam jejak Spaso sebagai top skor Liga 1 musim 2021/2022 membuatnya tetap diperhitungkan. Mentalitas dan insting golnya masih menjadi senjata andalan Bhayangkara untuk bersaing di Super League.

Persik Kediri juga ikut mendatangkan pemain naturalisasi untuk memperkuat lini depannya. Ezra Walian dipercaya bisa menambah variasi serangan Macan Putih dengan kecepatan dan naluri mencetak gol.

Di sisi lain, Borneo FC masih setia pada sosok Diego Michiels. Bek kanan berusia 34 tahun itu tetap menjadi figur penting di lini pertahanan Pesut Etam dengan gaya bermain agresifnya. Bali United tak ketinggalan dengan mengandalkan Jens Raven, pemain muda 19 tahun yang baru menjadi WNI pada 2024. Raven dianggap sebagai simbol regenerasi sekaligus investasi jangka panjang bagi Serdadu Tridatu.

Gelombang pemain naturalisasi yang kini tersebar di Super League 2025/2026 memunculkan pro dan kontra. Di satu sisi, klub-klub profesional dinilai sah saja mendatangkan siapa pun sesuai kebutuhan kompetitif mereka.

Pengamat sepak bola Indonesia, Tommy Desky, menilai fenomena ini perlu dilihat dari dua sisi. Menurutnya, langkah klub merekrut pemain diaspora maupun naturalisasi adalah hal wajar dalam sepak bola modern. “Kalau soal banyaknya pemain naturalisasi yang main di Super League, menurut saya perlu dilihat dari dua sisi,” ujar Tommy kepada Sabo, Rabu (27/8/2025).

“Pertama, klub profesional seperti Persib, Dewa dll tentu punya hak penuh untuk merekrut siapa pun, mau sekaliber Messi, Ronaldo termasuk pemain diaspora/naturalisasi, selama sesuai kebutuhan tim. Itu hal yang wajar di sepak bola modern,” imbuh Tommy.

Namun, ia mengingatkan kembali soal tujuan awal naturalisasi di Indonesia. Menurutnya, alasan PSSI mendatangkan pemain diaspora dulu adalah karena mereka terbiasa bermain di level kompetisi Eropa dengan intensitas tinggi. “Tapi di sisi lain, kalau kita tarik ke asbabun nuzul kenapa PSSI dulu mencari pemain diaspora, alasannya karena mereka terbiasa tampil di level kompetisi yang lebih tinggi di Eropa,” ungkap Tommy.

Jika banyak pemain naturalisasi justru kembali ke Liga Indonesia, ada risiko kualitas mereka ikut menurun. Intensitas pertandingan di Super League jelas berbeda dibandingkan dengan level kompetisi Eropa. “Intensitas minggu ke minggu di sana jelas lebih tinggi dibanding di Liga Indonesia yang diharapkan mampu mendongkrak Timnas. Nah, kalau banyak dari mereka justru balik ke Liga Indonesia, otomatis ada risiko kualitas intensitas yang mereka miliki ikut turun,” jelas Tommy.

Tommy menilai solusinya ada pada keseimbangan antara kebutuhan klub dan strategi federasi. Klub tetap bebas merekrut pemain, tetapi PSSI juga harus membuat regulasi agar tujuan awal naturalisasi untuk meningkatkan kualitas Timnas tetap terjaga. “Solusinya ya harus balance. Klub tetap jalan dengan kebutuhan profesionalnya, tapi federasi juga perlu membuat strategi atau regulasi agar tujuan awal naturalisasi meningkatkan kualitas Timnas tetap terjaga,” ujar Tommy.

Selain itu, Tommy menyoroti tantangan besar bagi pemain naturalisasi Indonesia yang ingin berkarier di Eropa. Salah satunya adalah aturan kuota ketat pemain non-Uni Eropa yang membuat klub lebih selektif. “Kalau bicara soal pemain pegang paspor Indonesia main di Eropa, memang ada tantangan regulasi. Di banyak liga, khususnya Eropa Barat, ada kuota ketat untuk pemain non-Uni Eropa,” tega Tommy.

“Klub biasanya lebih selektif, karena slot itu terbatas. Jadi otomatis, pemain dengan paspor non-EU harus benar-benar dianggap bisa memberi nilai tambah.”

Namun, ia juga menekankan bukan berarti mustahil bagi pemain naturalisasi Indonesia untuk menembus Eropa. Menurutnya, banyak pemain Asia yang sukses karena performa konsisten, dan itu juga bisa dicapai pemain Indonesia. “Tapi bukan berarti mustahil. Banyak pemain Asia juga bisa tembus karena performa dan konsistensi,” pungkas Tommy Desky.

“Jadi buat pemain naturalisasi Indonesia yang sudah terbiasa di Eropa, tantangannya bukan cuma soal paspor, tapi lebih ke bagaimana meyakinkan klub bahwa kualitasnya layak menempati slot non-EU yang berharga.”

Gelombang pemain naturalisasi di Super League 2025/2026 pada akhirnya mencerminkan ambisi besar klub-klub Indonesia untuk bersaing di level lebih tinggi. Tinggal bagaimana federasi bisa menjaga keseimbangan agar arah pembinaan Timnas tetap sejalan dengan kebutuhan kompetisi.

Want a free donation?

Click Here