
PIKIRAN RAKYAT – Harga emas produksi PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) kembali menanjak tajam pada perdagangan Selasa, 21 Oktober 2025. Setelah dua hari berturut-turut mengalami penurunan, kini logam mulia tersebut mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Berdasarkan data dari situs resmi Logam Mulia Antam (logammulia.com) pada pukul 08.30 WIB, harga emas 1 gram di semua butik LM dibanderol Rp2.487.000 per batang. Angka ini melonjak Rp72.000 dibandingkan harga jual pada perdagangan sebelumnya.
Kenaikan ini menjadi kabar menggembirakan bagi investor dan kolektor emas, terutama setelah harga sempat merosot Rp70.000 dalam dua hari terakhir. Kini, tren positif kembali mendominasi pasar logam mulia.
Tak hanya harga jual, harga buyback atau pembelian kembali emas Antam juga ikut melesat. Hari ini, buyback dibuka di angka Rp2.336.000 per gram, naik Rp72.000 dari posisi kemarin.
Sementara itu, di pasar internasional, harga emas dunia juga memperlihatkan penguatan. Berdasarkan data hingga pukul 06.20 WIB, harga emas di pasar spot naik 0,26% ke level US$4.366,49 per troy ons.
Pada perdagangan sebelumnya, Senin 20 Oktober 2025, emas global sempat menanjak 2,51% dan ditutup di US$4.355,25 per troy ons. Bahkan, dalam pergerakan intraday, harga sempat menembus US$4.381,21 per troy ons, menjadi level tertinggi sepanjang sejarah perdagangan logam mulia dunia.
Kenaikan harga ini mempertegas bahwa emas masih menjadi aset favorit di tengah ketidakpastian ekonomi global. Investor pun kembali melirik logam mulia sebagai “safe haven” untuk melindungi nilai kekayaan mereka.
Alasan Harga Emas Terus Naik
Kenaikan spektakuler ini memunculkan pertanyaan, apakah harga emas masih bisa terus melesat lebih tinggi? lonjakan harga emas kali ini didorong oleh meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga global serta ketegangan geopolitik yang mendorong investor mencari perlindungan di aset safe haven.
Sepanjang tahun 2025, harga emas telah melonjak lebih dari 60%. Kenaikan ini didorong oleh kombinasi berbagai faktor seperti meningkatnya ketegangan geopolitik, ekspektasi penurunan suku bunga, pembelian besar-besaran oleh bank sentral, tren dedolarisasi, serta arus masuk kuat ke ETF berbasis emas.
Analis pasar City Index dan FOREX.com, Fawad Razaqzada, menilai pergerakan emas masih sangat kuat dan belum menunjukkan tanda-tanda melambat.
“Dengan ketegangan dagang AS–China yang kembali memanas dalam beberapa hari terakhir, investor memiliki alasan lebih untuk melindungi posisi mereka di pasar saham dengan beralih ke emas,” ujarnya.
Meski begitu, Razaqzada memperkirakan koreksi harga jangka pendek bisa saja terjadi untuk “mengguncang” investor lemah dan membuka peluang bagi pembeli baru ketika harga terkoreksi. Ia menegaskan, emas tetap menjadi lindung nilai tradisional terhadap ketidakpastian dan inflasi, terutama di tengah lingkungan suku bunga rendah.
Beberapa lembaga keuangan besar pun memperkirakan tren bullish ini akan berlanjut. Bank of America dan Societe Generale memproyeksikan harga emas bisa mencapai US$5.000 per troy ounce pada 2026, sedangkan Standard Chartered menaikkan perkiraan rata-rata harga emas tahun depan menjadi US$4.488 per troy ounce.
“Reli ini masih memiliki ruang untuk berlanjut, meski koreksi jangka pendek bisa menjadi hal yang sehat bagi tren kenaikan jangka panjang,” kata Kepala Riset Komoditas Global Standard Chartered, Suki Cooper.
Sementara itu, Kepala Strategi Pasar Blue Line Futures, Phillip Streible, juga optimistis harga emas masih akan terus menanjak. Menurutnya, pembelian agresif oleh bank sentral, arus investasi besar ke dana ETF, serta prospek suku bunga yang lebih rendah menjadi faktor utama yang menopang penguatan harga emas.
“Kami melihat potensi harga menembus US$5.000 per ons pada akhir 2026,” ujarnya.***






