Sabo Kabar baik datang bagi peserta BPJS Kesehatan. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan mengalami kenaikan setidaknya hingga pertengahan tahun 2026.
Pemerintah baru saja menambah anggaran operasional BPJS Kesehatan sebesar Rp20 triliun, dari sebelumnya Rp49 triliun menjadi Rp69 triliun untuk tahun 2026. Penambahan dana ini dilakukan untuk memperkuat layanan kesehatan tanpa membebani peserta dengan kenaikan iuran.
Iuran Tetap, Anggaran Naik Rp20 Triliun
Purbaya menyampaikan bahwa kebijakan penambahan anggaran ini tidak akan disertai dengan kenaikan iuran peserta. Pemerintah masih akan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat sebelum mengambil keputusan terkait penyesuaian iuran.
“Sampai tahun depan sepertinya belum. At least sampai pertengahan tahun depan ya. Kita lihat gini, kalau untuk otak ngatik iuran itu kita lihat kondisi masyarakat dulu. Kalau ekonominya udah agak bagus baru mereka boleh otak atik iuran,” ujar Purbaya di Gedung Kementerian Keuangan, Kamis malam 23 Oktober 2025.
Ia menegaskan bahwa setiap kebijakan perubahan iuran harus memperhatikan daya beli masyarakat. Pemerintah baru akan membuka peluang penyesuaian jika ekonomi nasional tumbuh stabil dan kesejahteraan masyarakat membaik.
Purbaya juga menepis isu bahwa dana Rp20 triliun tersebut digunakan untuk menutup tunggakan peserta. Ia menjelaskan bahwa anggaran tambahan ini difokuskan untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan layanan kesehatan dan penambahan peserta baru di tahun mendatang.
“Bukan. Itu kan kira-kira mereka perkirakan kebutuhan tahun depan berapa, kurangnya segitu atau kurang sedikit lah. Jadi kita ganti Rp20 triliun jadi cukup untuk tahun 2026,” jelasnya.
Fokus pada Pelayanan dan Penambahan Peserta
Menkeu menegaskan bahwa tambahan anggaran tidak berkaitan dengan kebijakan penghapusan tunggakan. Ia memastikan langkah ini diambil untuk memastikan seluruh peserta mendapatkan layanan optimal tanpa gangguan operasional.
“(Ini gak ada kaitan sama penghapusan itu, Pak?) Gak ada, itu untuk memasukkan orang-orang tadi yang dulunya pernah terkena itu, biar bisa-bisa masuk lagi program BPJS,” tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, juga menegaskan bahwa tambahan dana Rp20 triliun bukan untuk menutup tunggakan peserta. Ia menyebut, dana tersebut merupakan tambahan alokasi dari APBN tahun 2026.
“Setahu saya, anggaran Rp20 triliun terpisah dengan penghapusan tunggakan. Rp20 triliun itu tambahan APBN tahun 2026,” ujar Ghufron, Kamis ini.
Ia meluruskan kesalahpahaman publik yang mengira dana tersebut digunakan untuk menutupi iuran peserta yang belum dibayarkan. Menurutnya, kebijakan penghapusan tunggakan tidak menggunakan dana APBN.
“Itu kan sudah enggak kita hitung dan tidak mengganggu APBN. Itu istilahnya kayak kita write off gitu. Jadi hanya membebani administrasi dan lain sebagainya, jadi enggak perlu terus harus ada tambahan uang untuk mengganti itu,” ungkap Ghufron.
Kenaikan Iuran Baru Dipertimbangkan Saat Ekonomi Tumbuh 6 Persen
Sebelumnya, Purbaya menjelaskan bahwa rencana kenaikan iuran BPJS baru akan dipertimbangkan apabila pertumbuhan ekonomi nasional mencapai level 6 persen atau lebih. Hal ini menandakan kemampuan ekonomi masyarakat sudah cukup kuat untuk menanggung beban tambahan tersebut.
“Ini kan ekonomi baru mau pulih, belum lari. Sampai ekonominya pulih, dalam artian tumbuhnya di atas 6 persen lebih, dan mereka sudah dapat kerjaan lebih mudah, baru kami pikirkan menaikkan beban masyarakat,” kata Purbaya.
Dengan demikian, peserta BPJS dapat bernapas lega karena tidak ada kenaikan iuran dalam waktu dekat. Pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi masyarakat sembari memperkuat sistem jaminan kesehatan nasional.***






