Free Gift

Investasi Jadi Kunci Capai Pertumbuhan 8 Persen, Ekonom Ingatkan Rakyat Harus Rasakan Manfaatnya

JAKARTA, KOMPAS.TV– Menteri Investasi sekaligus CEO Danantara, Rosan Roeslani menyatakan, dibutuhkan investasi senilai Rp13.000 triliun dalam periode 2025–2029 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. 

Angka tersebut berdasarkan perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Menurut Rosan, investasi menjadi motor utama yang akan menggerakkan perekonomian di era pemerintahan Prabowo–Gibran.

“Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029, dibutuhkan total investasi sekitar Rp13.000 triliun. Ini kenaikan signifikan dibanding Rp9.100 triliun pada 2014–2024,” kata Rosan dalam “Laporan Khusus Satu Tahun Prabowo-Gibran: Pulihkan Ekonomi Segera” yang diadakan KompasTV, Senin (20/10/2025) malam.

Rosan menyebut realisasi investasi hingga kuartal III 2025 telah mencapai Rp1.434, triliun atau 75,2 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp1.905 triliun. 

Namun, ia mengakui investasi yang masuk saat ini cenderung padat modal dibanding padat karya.

“Sepuluh tahun lalu, investasi Rp1 triliun bisa menciptakan 2.600 tenaga kerja, sekarang hanya sekitar 1.300. Meski begitu, ada sektor hilirisasi seperti kelapa yang tetap padat karya,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Apindo Sanny Iskandar menekankan pentingnya mengarahkan investasi ke sektor manufaktur yang padat karya, untuk menciptakan lapangan kerja luas.

“Banyak investasi sekarang masuk ke data center, yang padat modal dan minim tenaga kerja. Padahal, sektor seperti tekstil dan alas kaki justru yang paling berdampak ke ekonomi rakyat,” ungkap Sanny.

Ia berharap pemerintah memberi insentif bagi industri manufaktur agar tetap kompetitif di tengah tekanan global dan persaingan dengan negara seperti Vietnam dan Bangladesh.

Sementara itu, Ekonom Dradjad Wibowo menyatakan, mengejar angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak cukup tanpa memastikan manfaatnya dirasakan masyarakat di level mikro.

Pertumbuhan ekonomi juga bisa dikejar dengan melakukan deregulasi dan pemangkasan izin, seperti yang terjadi pada penyaluran pupuk subsidi. 

“Dulu penyaluran pupuk bersubsidi harus melalui 145 peraturan dan syarat foto KTP. Sekarang cukup satu aturan saja. Akibatnya, produksi beras meningkat. Ini contoh pertumbuhan nyata di akar rumput,” kata Drajad yang juga merupakan Komisaris Utama PT Permodalan Nasional Madani (Persero).

Ia menyampaikan, pentingnya akses pembiayaan kepada kaum perempuan sebagai penggerak ekonomi. Sehingga para perempuan tetap mampu produktif sambil menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga. 

Sedangkan Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, mengingatkan agar pemerintah berhati-hati membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara-negara G20.

“Perbandingan dengan G20 kurang tepat, karena mereka sudah mencapai tahap kematangan ekonomi berbeda. Lebih relevan membandingkan dengan Vietnam atau Filipina,” tutur Media. 

Askar juga menekankan pertumbuhan tinggi belum tentu diikuti dengan pemerataan ekonomi.

“Pertumbuhan belum tentu berarti perbaikan layanan publik. Ketimpangan masih tinggi; 40 persen tanah bersertifikat dikuasai hanya oleh sekitar 60 keluarga,” tegasnya.

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar