KEDUTAAN Besar Republik Islam Iran di Indonesia mengumumkan berakhirnya Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 2231 pada 18 Oktober 2025, yang menandai berakhirnya seluruh ketentuan dan pembatasan terkait program nuklir Iran dalam Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Dalam pernyataan pers pada Senin yang diterima Tempo, Iran “mengecam kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk mengutuk tindakan agresi militer yang dilakukan oleh rezim Zionis dan Amerika Serikat”
Pemerintah Iran menyatakan bahwa mereka “telah secara sukarela menjalankan komitmen tambahan di luar ketentuan pengawasan standar dalam JCPOA, sementara di sisi lain justru dikenai sanksi yang melanggar hukum internasional.
Pernyataan pers pemerintahan Iran merilis tentang berakhirnya Resolusi 2231 yang membicarakan tentang pengembangan nuklir di Iran serta pemberian sanksi ekonomi.
Selain itu, Iran menegaskan bahwa program nuklirnya bersifat damai, sebuah hal yang didukung oleh laporan Badan Atom Internasional (IAEA). Iran pun menuduh Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, dan Jerman gagal memenuhi kewajiban mereka untuk mencabut sanksi sesuai JCPOA.
Dalam pernyataan ini, Iran secara lebih lanjut memberikan kritik kepada negara-negara barat merusak diplomasi internasional, melakukan perbuatan tidak sah secara hukum (menghidupkan resolusi lama melalui Dispute Resolution Mechanism (DRM)) yang dicegah oleh Cina dan Rusia.
Dengan demikian, Iran meminta semua negara, termasuk Indonesia, tidak mengakui klaim AS dan Eropa tentang pemberlakuan kembali resolusi-resolusi lama, mengingat Resolusi 2231 telah berakhir.
Iran memberikan kecaman terhadap serangan AS dan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran dan menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional yang menewaskan dan melukai ribuan warga Iran.
Iran juga memberikan apresiasi terhadap Gerakan Non-Blok (NAM) dan Group of Friends in Defense of the UN Charter yang mendukung posisi Iran terkait berakhirnya Resolusi 2231.
Batalkan Kerja Sama dengan IAEA
Pada hari yang sama, Iran juga membatalkan kesepakatan kerja sama yang ditandatanganinya dengan pengawas nuklir PBB IAEA pada September, kata pejabat keamanan tingginya menurut media pemerintah seperti dikutip Al Arabiya.
“Perjanjian itu telah dibatalkan,” kata Ali Larijani, Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, saat bertemu dengan mitranya dari Irak di Teheran, menurut media pemerintah.
“Tentu saja, jika badan tersebut memiliki proposal, kami akan meninjaunya di sekretariat,” ia menambahkan.
Pernyataan itu muncul sekitar tiga pekan setelah Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan Teheran akan membatalkan perjanjian tersebut. Kesepakatan ini memungkinkan IAEA melanjutkan inspeksi situs nuklirnya, jika negara-negara Barat menerapkan kembali sanksi PBB.
Sanksi tersebut telah diterapkan kembali bulan lalu.
Konfirmasi ini akan menjadi kemunduran bagi Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) yang telah berupaya membangun kembali kerja sama dengan Teheran sejak Israel dan Amerika Serikat mengebom situs nuklir Iran pada Juni.
Nuklir Iran
Sebelumnya, Iran, Rusia, dan Cina mengirimkan surat kepada Sekjen PBB yang menyatakan bahwa kesepakatan nuklir dengan Teheran telah dihentikan, yang secara efektif mengakhiri pertimbangan Dewan mengenai masalah nuklir Iran, dilansir dari Anadolu.
Pernyataan pers ini dikeluarkan pasca habisnya masa berlaku Resolusi 2231. Akan tetapi, menurut Iran, “negara-negara barat” mencoba memicu mekanisme snapback untuk menerapkan kembali sanksi PBB terhadap Iran berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231, sebuah hal yang dikecam Iran melalui pernyataan ini.
Menurut berita Fars News, berdasarkan perjanjian, Resolusi 2231 ini telah kadaluarsa. Artinya, program nuklir Iran sekarang harus diperlakukan sama seperti negara tanpa nuklir lainnya berdasarkan Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT).
Di sisi lain, menurut pernyataan pihak Inggris, Prancis, dan Jerman, niat mereka untuk menekankan kembali sanksi ekonomi adalah karena Iran diklaim berulang kali melanggar komitmen ini, seperti dilansir oleh Anadolu.






