Sabo, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menggelontorkan dana sebesar Rp20 triliun untuk menghapus atau memutihkan tunggakan iuran jaminan kesehatan nasional alias JKN yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Isu inefisiensi menjadi sorotan.
Namun demikian, Purbaya perlu memastikan bahwa rencana pemutihan itu harus tepat sasaran supaya ke depannya tidak membebani pelaksanaan program jaminan kesehatan tersebut.
Sekadar catatan bahwa kondisi keuangan BPJS Kesehatan tercatat mengalami defisit sebesar Rp7,14 triliun pada tahun 2024 lalu. Kondisi tersebut dipicu oleh kenaikan beban jaminan kesehatan hingga beban operasional BPJS Kesehatan.
“Tadi minta dianggarkan berapa, Rp20 triliun sesuai dengan janji Presiden. Itu sudah dianggarkan,” ungkapnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Rabu (22/10/2025).

Purbaya belum memerinci lebih lanjut berapa orang atau penerima BPJS Kesehatan yang akan dihapus tunggakannya. Akan tetapi, dia turut menyampaikan kepada Dirut BPJS Kesehatan beberapa hal mengenai perbaikan tata kelola.
Salah satunya mengenai inefisiensi. Dia mencontohkan adanya peraturan yang mewajibkan rumah sakit memiliki alat bantu pernapasan ventilator, kendati saat ini sudah tidak lagi pandemi Covid-19. Kemudian, dia menyebut beberapa pasien masih diwajibkan menggunakan ventilator karena alasan semata-mata alatnya sudah dibeli.
Kewajiban itu dinilai olehnya menyebabkan inefisiensi karena tagihan klaim BPJS menjadi semakin lebih besar. “Jadi yang kayak gitu-gitu nanti saya minta mereka assess alat mana yang harus dibeli, alat mana yang enggak harus dibeli,” terang Purbaya.
Berharap Tepat Sasaran
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan bahwa pemutihan nantinya ditujukan untuk penunggak tagihan BPJS yang sebelumnya membayar secara mandiri, kemudian beralih menjadi Penerima Bantuan Iuran alias PBI.
“Ya tentu kita harapkan tepat sasaran ya, jadi dia desilnya itu desil yang katakanlah masuk dalam DTSEN [Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional],” terangnya usai bertemu Menkeu Purbaya.

Ali lalu mengatakan pihaknya juga mengingingkan agar pemutihan ini turut menyasar kepada penunggak tagihan BPJS kelas 3, alias kelas paling bawah, yang saat ini masih membayar secara mandiri. Namun, dia menekankan pihaknya tak mau pemutihan ini justru disalahgunakan.
“Nah ini yang sebetulnya belum diputuskan, tetapi yang jelas itu kalau BPJS ingin istilahnya negara hadir, kemudian peserta itu bisa akses pelayanan, tetapi enggak disalahgunakan,” terangnya.
Perlu Disegerakan
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai kriteria yang menerima pemutihan ini harus disampaikan dengan objektif.
Timboel mengaku setuju bila peserta mandiri atau kelas III mandiri yang masih menunggak karena tidak memiliki daya beli dan daya iuran, beralih ke Penerima Bantuan Iuran (PBI). Menurutnya, ini bisa mengembalikan hak konstitusional untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Nah tentunya saya berharap sih, pertama ini harus disegerakan supaya peserta mandiri kelas III khususnya, bisa kembali mendapatkan hak layanan JKN,” katanya kepada Bisnis (22/10/2025).
Selain itu, dia turut mengusulkan hal yang bisa dipertimbangkan pemerintah untuk masyarakat menengah ke atas yang mampu bayar iuran, tetapi menunggak karena willingness to pay-nya rendah.
Menurut Timboel, usulan itu bisa dilakukan dalam rangka membuat mereka yang kelas I dan kelas II untuk membayar tunggakan sisanya, sehingga tidak lagi dibebaskan begitu saja.
“Kalau sekarang kan yang dibayar 24 bulan, maka sebenarnya bisa saja pemerintah juga menstimulus untuk memberikan diskon 50%, sehingga bayarnya hanya 12 bulan. Nah tetapi anda harus bayar begitu,” sarannya.
Dia meneruskan, itu juga bisa menjadi penerimaan real pendapatan iuran untuk JKN. Menurutnya, jika pemerintah tidak ada upaya untuk itu maka tunggakan berpotensi tidak akan dibayar.
“Kalau pemerintah tidak ada upaya untuk itu maka ya itu masih potensi terus tunggakannya tidak akan dibayar-bayar dan tentunya ini juga yang kita harapkan bisa masuk [menjadi pendapatan real] walaupun setengahnya kepada BPJS Kesehatan,” tutupnya






