GERAKAN menuju sekolah ramah lingkungan mendapat suntikan semangat baru. Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) bersama sejumlah lembaga lingkungan, seperti Gita Pertiwi, PPLH Bali, Nol Sampah, dan Ecoton menyelenggarakan Jambore Sekolah Ekologis 2025 di Solo, Jawa Tengah, Rabu, 22 Oktober 2025.
Kegiatan tingkat nasional ini diikuti sekitar 20 sekolah perwakilan dari tiga provinsi, yaitu Bali, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, serta ratusan peserta dari berbagai daerah melalui format hybrid. Jambore dirancang menjadi ruang pembelajaran dan kolaborasi antara murid, guru, komunitas pendidikan, serta masyarakat untuk memperkuat komitmen mewujudkan sekolah yang ramah lingkungan, sehat, dan berbudaya ekologis.
Kegiatan itu juga diisi dengan seminar nasional, pameran hingga youth action session yang menghadirkan partisipasi aktif siswa dari berbagai daerah.
Dalam kesempatan itu, AZWI juga meluncurkan Modul Sekolah Ekologis, panduan praktis bagi sekolah di seluruh Indonesia untuk menerapkan pendidikan lingkungan hidup secara berkelanjutan. “Kami ingin sekolah menjadi tempat anak-anak memahami hubungan antara gaya hidup dan kelestarian bumi, mulai dari sampah, air, energi, hingga pangan sehat,” ujar Direktur PPLH Bali Catur Yuda Hariyani, yang juga Steering Committee AZWI.
Catur menjelaskan gerakan sekolah ekologis ini merupakan hasil pendampingan panjang yang dilakukan empat lembaga anggota AZWI selama puluhan tahun. PPLH Bali, misalnya, telah mendampingi sekolah-sekolah sejak hampir tiga dekade lalu, sedangkan Gita Pertiwi di Solo sudah lebih dari 35 tahun aktif mengembangkan pendidikan lingkungan.
Program ini berawal dari gerakan pengurangan plastik sekali pakai di sekolah, yang kemudian berkembang menjadi pendekatan menyeluruh terhadap isu ekologi, yakni sampah, konservasi air, keanekaragaman hayati, energi terbarukan, dan pangan sehat.
“Kami menekankan aspek kearifan lokal dalam mengenalkan keanekaragaman hayati, mengajarkan konservasi air dan tanah, serta mendorong penggunaan energi terbarukan. Anak-anak juga kami ajak memahami bahaya pangan ultra-proses dan pentingnya makanan organik,” tuturnya.
Modul yang diluncurkan dalam jambore ini berisi berbagai praktik baik dari sekolah-sekolah dampingan AZWI yang dapat diadaptasi oleh sekolah lain di seluruh Indonesia. Modul tersebut juga dapat diunduh secara bebas sebagai sumber belajar dan panduan kegiatan.
Selain sesi pembelajaran dan lokakarya, jambore juga diisi dengan pameran karya siswa, penampilan seni bertema lingkungan, serta forum diskusi tentang tantangan pendidikan ekologis di tengah krisis iklim dan polusi plastik.
AZWI berharap gerakan ini dapat menjadi pelengkap sekaligus penguat program Sekolah Adiwiyata dan Sekolah Ramah Anak yang selama ini dijalankan pemerintah. “Kami ingin menumbuhkan generasi muda yang sadar lingkungan, bukan karena diwajibkan, tapi karena mereka memahami dampaknya terhadap kehidupan,” kata Catur.
Dengan semangat kolaborasi lintas daerah, Jambore Sekolah Ekologis 2025 di Solo menjadi tonggak awal lahirnya jaringan nasional sekolah hijau Indonesia, yang diharapkan tumbuh menjadi gerakan pendidikan lingkungan berkelanjutan dari ruang kelas hingga komunitas.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Pengembangan Generasi Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Siti Mariam penyelenggaraan Jambore Sekolah Ekologis 2025 sejalan dengan upaya pemerintah dalam membangun generasi muda yang peduli terhadap kelestarian lingkungan.
“Kami sangat mendukung kegiatan Jambore Sekolah Ekologis karena mendorong siswa-siswa untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Kegiatan ini sejalan dengan semangat program Sekolah Adiwiyata yang kami jalankan,” ujar Siti.
Siti menyebut dalam program Adiwiyata, KLHK menekankan lima aspek utama, yakni kebersihan, pengelolaan sampah, hemat energi, hemat air, dan konservasi lingkungan. Ia menilai, program sekolah ekologis yang digagas AZWI dan mitranya sangat relevan karena memperkuat kelima aspek tersebut melalui praktik nyata di sekolah.






