PR JATIM – Cacar monyet atau Monkeypox adalah penyakit zoonosis langka yang disebabkan oleh infeksi virus monkeypox, virus ini termasuk dalam genus Orthopoxvirus. Meskipun nama penyakitnya merujuk pada monyet, virus ini aslinya sering ditemukan pada berbagai hewan pengerat dan primata di kawasan Afrika.
Penyakit ini dapat menular dari hewan ke manusia dan juga terjadi penularan dari manusia ke manusia, memerlukan kewaspadaan dan persiapan sistematis dari sektor kesehatan, seperti yang ditunjukkan oleh RSUD Waled di Kabupaten Cirebon dalam mempersiapkan ruang isolasi khusus.
Gejala Awal Cacar Monyet! Demam Tinggi Diikuti Pembengkakan Kelenjar Getah Bening
Infeksi virus monkeypox, atau cacar monyet, memiliki waktu tunggu atau masa inkubasi yang bervariasi, umumnya berkisar antara 6 hingga 13 hari, meskipun dapat memanjang hingga 5 sampai 21 hari setelah paparan. Setelah masa inkubasi ini, penderita memasuki fase awal yang dikenal sebagai fase prodromal.
Fase ini ditandai dengan manifestasi gejala sistemik yang mirip dengan infeksi virus lainnya, meliputi demam akut yang seringkali mencapai suhu di atas 38,5°C, disertai dengan sakit kepala berat, nyeri otot (myalgia), sakit punggung, lemas, dan rasa menggigil. Gejala umum ini menandakan respons imun tubuh yang mulai melawan infeksi yang terjadi pada organ.
Ciri khas klinis yang sangat vital dan menjadi pembeda utama antara cacar monyet dengan penyakit cacar serupa, seperti cacar air, adalah munculnya limfadenopati atau pembengkakan kelenjar getah bening. Selama fase prodromal, penderita cacar monyet akan merasakan benjolan yang nyeri dan membengkak di area seperti leher, ketiak, atau selangkangan.
Pembengkakan ini menunjukkan respons imun yang kuat terhadap infeksi virus monkeypox dan merupakan penanda diagnostik penting bagi petugas kesehatan. Dengan mengenali ciri khas limfadenopati ini, deteksi dini terhadap kasus cacar monyet dapat dilakukan secara lebih akurat sebelum memasuki fase erupsi atau kemunculan ruam.
Fase Ruam Kulit (Erupsi): Perkembangan Lesi Khas
Fase erupsi atau kemunculan ruam kulit merupakan tahap krusial dalam infeksi cacar monyet (Monkeypox), yang biasanya dimulai 1 hingga 3 hari setelah timbulnya demam dan gejala prodromal lainnya. Ruam ini memiliki pola penyebaran yang khas dan progresif. Umumnya, lesi pertama kali muncul di wajah, kemudian secara bertahap menyebar ke seluruh tubuh, termasuk area sensitif seperti telapak tangan, telapak kaki, dan area genital, sebuah pola yang berbeda dari penyakit ruam lainnya.
Perkembangan lesi ini melalui beberapa tahapan yang terperinci: dimulai dari bintik merah datar (makulopapular), kemudian berkembang menjadi lepuh berisi cairan bening, lalu berubah menjadi nanah (pustula), mengeras menjadi koreng atau keropeng, dan diakhiri dengan rontoknya keropeng tersebut.
Siklus perkembangan lesi kulit pada cacar monyet ini umumnya berlangsung selama 2 hingga 4 minggu, yang menandakan bahwa penyakit ini sebagian besar bersifat sembuh sendiri (self-limiting). Setelah keropeng rontok, lesi dapat meninggalkan bekas pada kulit. Namun, penting untuk diketahui bahwa meskipun prognosisnya baik, ruam yang muncul dapat menimbulkan risiko serius.
Komplikasi dapat terjadi, terutama jika virus menyebabkan infeksi pada mata, yang berpotensi menyebabkan kebutaan, atau jika berkembang menjadi infeksi paru-paru (pneumonia). Oleh karena itu, pemantauan ketat terhadap tahapan erupsi ruam dan penanganan medis yang tepat adalah langkah penting untuk mencegah komplikasi serius selama periode pemulihan ini.
Penularan Virus: Kontak Erat dan Zoonosis
Penularan cacar monyet yang disebabkan oleh virus monkeypox, dapat terjadi melalui dua jalur utama yang memerlukan perhatian serius, yaitu dari hewan ke manusia (zoonosis) dan dari manusia ke manusia (antroponosis). Penularan zoonosis terjadi ketika manusia melakukan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, seperti primata, tupai, atau tikus.
Virus dapat masuk melalui gigitan, cakaran, atau kontak langsung dengan cairan tubuh hewan yang sakit. Selain itu, faktor risiko besar lainnya adalah mengonsumsi daging hewan liar yang tidak dimasak hingga benar-benar matang, memungkinkan virus berpindah ke inang manusia.
Sementara itu, penularan antarmanusia dari cacar monyet terjadi melalui kontak erat dan berbagai media. Kontak langsung dengan cairan tubuh penderita (termasuk air liur, droplet), atau bahan lesi/koreng pada kulit penderita, merupakan mekanisme penularan yang paling berisiko. Selain kontak langsung, penularan juga bisa terjadi secara tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi (dikenal sebagai fomites), seperti seprai, handuk, atau pakaian yang telah digunakan penderita.
Penularan juga dimungkinkan melalui percikan air liur (droplet) yang keluar saat penderita batuk atau bersin, terutama dalam jarak dekat. Pemahaman mendalam terhadap berbagai mekanisme penularan ini krusial untuk menerapkan protokol kesehatan yang efektif.Jangan Panik! Ini Gejala Cacar Monyet yang Harus Diwaspadai dan Cara Pencegahan Tepat
Cacar monyet atau Monkeypox adalah penyakit zoonosis langka yang disebabkan oleh infeksi virus monkeypox, virus ini termasuk dalam genus Orthopoxvirus. Meskipun nama penyakitnya merujuk pada monyet, virus ini aslinya sering ditemukan pada berbagai hewan pengerat dan primata di kawasan Afrika.
Penyakit ini dapat menular dari hewan ke manusia dan juga terjadi penularan dari manusia ke manusia, memerlukan kewaspadaan dan persiapan sistematis dari sektor kesehatan, seperti yang ditunjukkan oleh RSUD Waled di Kabupaten Cirebon dalam mempersiapkan ruang isolasi khusus.
Kesiapan Faskes: Isolasi dan Pencegahan Infeksi
Prinsip utama dalam penanganan penyakit infeksi menular seperti cacar monyet (Monkeypox) adalah isolasi yang ketat untuk mencegah penularan lebih lanjut. Menanggapi potensi ancaman ini, RSUD Waled di Kabupaten Cirebon telah menunjukkan kesiapsiagaan yang proaktif dengan menyiapkan ruang isolasi khusus yang terletak di lantai 3 gedung rumah sakit. Ruangan ini memiliki kapasitas signifikan, yaitu 30 tempat tidur (bed), dan telah dirancang secara spesifik oleh manajemen RSUD Waled untuk penanganan kasus infeksi dan infeksi menular.
Direktur Utama RSUD Waled, dr. Mohammad Luthfi, menegaskan bahwa ruangan ini dilengkapi dengan fasilitas penunjang yang memadai dan didukung oleh tim pencegah infeksi nosokomial, memastikan protokol keamanan dan penanganan pasien berjalan optimal.
Kesiapsiagaan RSUD Waled tidak hanya terletak pada kuantitas tempat tidur, tetapi juga pada fleksibilitas fungsional ruangannya. Ruangan isolasi 30 bed tersebut sebelumnya difungsikan untuk merawat pasien Tuberkulosis (TBC) sensitif obat dan TBC yang telah mengalami resisten obat, menunjukkan bahwa ruangan tersebut sudah memenuhi standar ketat untuk menangani penyakit menular serius.
Selain itu, kesiapan penanganan diperkuat dengan adanya fasilitas highcare dan intensivecare, yang esensial untuk kasus cacar monyet yang mungkin memerlukan perawatan intensif. Langkah antisipatif dan sistematis ini menunjukkan komitmen RSUD Waled Cirebon dalam membantu Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk merawat dan mengisolasi pasien positif cacar monyet sejak dini, mengadopsi prinsip “sedia payung sebelum hujan.”
Penyebutan TBC sensitif obat dan TBC resisten obat menunjukkan fokus rumah sakit pada penanganan penyakit infeksi menular yang memerlukan protokol ketat. TBC Sensitif Obat (TBC SO) masih dapat diobati dengan OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) lini pertama, sementara TBC Resisten Obat (TBC RO) adalah kondisi di mana bakteri M. tuberculosis sudah kebal terhadap OAT lini pertama, memerlukan regimen pengobatan yang lebih lama dan potensi efek samping yang lebih berat.
Keduanya memerlukan isolasi, dan kesiapan RSUD Waled dalam menangani kasus infeksi serius ini menunjukkan kesiapan sistematis mereka terhadap ancaman penyakit menular seperti cacar monyet.
Masyarakat diimbau untuk tidak panik tetapi tetap waspada terhadap penyebaran cacar monyet. Langkah-langkah pencegahan utama berpusat pada penerapan protokol kesehatan dan menjaga kebersihan.
Hal-hal yang perlu dilakukan meliputi rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menggunakan masker terutama di tempat ramai, menghindari kontak fisik langsung (terutama dengan lesi kulit) dari penderita, dan tidak menggunakan barang pribadi bersama penderita. Selain itu, hindari kontak dan konsumsi hewan liar, serta pastikan daging dimasak hingga matang sebelum dikonsumsi.
Masyarakat yang mengalami gejala cacar monyet, terutama demam yang diikuti dengan munculnya ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening, diimbau untuk segera memeriksakan diri di fasilitas kesehatan (faskes) terdekat. Seperti yang ditekankan oleh dr. Mohammad Luthfi, deteksi dini dan penanganan yang cepat sangat penting.
Walaupun saat ini belum ada kasus cacar monyet yang dirujuk ke RSUD Waled, persiapan yang sistematis (seperti yang mereka lakukan) adalah kunci untuk memastikan pasien dapat segera diisolasi dan ditangani dengan tepat guna meminimalisir penyebaran virus monkeypox di masyarakat.***






