Sabo, JAKARTA — Pabrik air minum Tirta Investama di Subang dikunjungi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Dalam video yang diunggah pada 22 Oktober lalu, turut disinggung soal sumber air Aqua.
Setelah video tersebut viral, Tirta Investama melalui laman resminya menjelaskan bahwa sumber air tanah yang digunakan telah diuji keamanannya oleh tim peneliti dari Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Aqua hanya menggunakan air dari akuifer [sumber air tanah] dalam yakni kedalaman 60–140 meter, bukan dari air permukaan atau air tanah dangkal. Akuifer ini terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat,” tulis perusahaan dalam laman resminya, dikutip Jumat (24/10/2025).
Di tengah diskusi publik yang meluas mengenai sumber air Aqua, muncul kembali pertanyaan: siapa pemilik perusahaan ini di Indonesia? Saat ini, pemilik akhir Aqua adalah Danone, perusahaan asal Prancis.
Namun, pendiri awal Aqua adalah Tirto Utomo, yang merintis perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) pertama di Indonesia dengan pabrik awal di Pondok Ungu, Bekasi, pada 1973. Setahun kemudian, produk pertama Aqua diluncurkan dalam bentuk botol kaca berukuran 950 ml dengan harga Rp75. Sebagai perbandingan, pada tahun yang sama harga bensin Premium dijual Rp46 per liter, sedangkan solar Rp19.
Keluarga Tirto kemudian membawa PT Golden Mississippi melantai di bursa pada 1 Maret 1990 dengan kode saham AQUA. Harga penawaran perdana ditetapkan Rp22.000 per lembar saham.
Konglomerasi ini kemudian membuka pintu bagi Danone pada 1998 melalui Danone Asia Holding Pte. Ltd. sebagai pemegang saham minoritas. Nama Grup Aqua mulai diperkenalkan seiring konsolidasi beberapa entitas internal. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 2001, Danone meningkatkan kepemilikan sahamnya dan menjadi pemegang saham mayoritas.
Setelah 18 tahun tercatat di bursa, Danone memutuskan untuk mengubah Aqua menjadi perusahaan tertutup. Pengumuman pada September 2009 menyebutkan, publik diminta menjual sahamnya kepada Danone dengan harga Rp450.000 per lembar.
Harga tersebut ditetapkan setelah upaya delisting sebelumnya kurang diminati oleh pemegang saham minoritas. Di tengah rumor go private, saham Aqua sempat menyentuh harga tertinggi Rp244.800 di pasar.
Bursa Efek Indonesia (BEI) kemudian secara resmi menghapus pencatatan saham PT Aqua Golden Mississippi Tbk (AQUA) dari papan utama pada 1 April 2011. Keputusan ini diambil setelah seluruh persyaratan dan prosedur penghapusan pencatatan (delisting) terpenuhi, sesuai dengan Peraturan Pencatatan Nomor I-I tentang Delisting dan Relisting.
Dalam surat bertanggal 31 Maret 2011 yang ditandatangani Arif M. Prawirawinata, Ph. Kepala Divisi Pencatatan Sektor Riil, dan Andre PJ. Toelle, Kepala Divisi Perdagangan Saham, disebutkan bahwa penghapusan ini dilakukan atas permintaan perseroan sendiri (voluntary delisting). Permohonan tersebut diajukan melalui surat No. 004/AGM/PD/III/2011 tertanggal 24 Maret 2011.
Aqua sebelumnya telah menghentikan sementara perdagangan saham sejak 4 Juni 2009. Langkah delisting kemudian diikuti dengan pelaksanaan tender offer oleh pemegang saham mayoritas, PT Tirta Investama (TIV), pada Oktober 2010. Dalam proses itu, TIV menaikkan komitmen untuk membeli saham pemegang minoritas dengan harga Rp500.000 per saham.
BEI menegaskan, setelah delisting efektif, Aqua tidak lagi berstatus sebagai perusahaan tercatat dan terbebas dari kewajiban pelaporan publik di bursa. Namun, seluruh kewajiban yang timbul selama masih berstatus perusahaan tercatat tetap harus diselesaikan.
Danone kemudian mengakhiri perjalanan entitas perintis Aqua ini pada 2024. Melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada September 2024, PT Aqua Golden Mississippi resmi dilebur sepenuhnya ke dalam PT Tirta Investama.






