Free Gift

Jelajah Ketahanan Pangan Riau: Pertanian Bengkalis Dihantam Abrasi dan Intrusi Air Laut, Produksi Lokal Terancam

Sabo, BENGKALIS — Upaya meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bengkalis masih dihadapkan pada berbagai kendala berat, mulai dari abrasi pantai, intrusi air laut, hingga keterbatasan teknologi pertanian. 

Kondisi geografis wilayah yang didominasi tanah gambut membuat lahan pertanian di daerah ini sangat rentan terhadap perubahan iklim dan pasang laut.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Bengkalis, Susy Hartati mengatakan banjir rob atau pasang besar menjadi ancaman rutin bagi petani. Ketika air laut naik ke daratan, lahan gambut menyerap air asin sehingga tanaman gagal tumbuh. 

“Saat pasang besar, petani tidak bisa berbuat apa-apa. Air laut masuk dan menyerap ke tanah, banyak tanaman termasuk sawit yang mati,” ujarnya kepada tim Bisnis Indonesia Jelajah Ketahanan Pangan Riau 2025, Jumat (17/10/2025).

Dirinya mengakui memang Bengkalis bukan daerah produksi pangan utama, melainkan wilayah perkebunan. Dari kebutuhan beras sekitar 53.380 ton per tahun untuk hampir 600.000 jiwa penduduk, produksi padi lokal hanya 14.000 ton gabah atau sekitar 9.000 ton beras. Artinya, produksi baru mampu memenuhi kurang dari 20% kebutuhan konsumsi masyarakat.

Di lapangan, produktivitas padi juga masih rendah. Di Desa Mentayan misalnya, rata-rata hasil panen hanya 4 ton per hektare dan paling tinggi 6,5 ton, dengan pola tanam baru mencapai IP100. Upaya meningkatkan ke IP200 masih dalam tahap perencanaan bersama Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). 

“Selain karena cuaca dan musim, abrasi pantai juga menggerus lahan sawah. Dari lima desa sentra padi di Pulau Bengkalis, total lahan hanya sekitar 2.900 hektare,” tambah Susy.

Kendala lain yang cukup berat adalah intrusi air laut dan abrasi. Menurutnya, tanggul dan batu bronjong yang pernah dibangun belum mampu menahan air laut secara efektif. Dalam sepuluh tahun terakhir, lahan di pesisir Bengkalis sudah tergerus hingga 500 meter. 

“Abrasi ini bukan hanya masalah pertanian, tapi juga soal kedaulatan negara karena Bengkalis berhadapan langsung dengan Malaysia,” tegasnya.

Kondisi serupa dirasakan petani di Desa Pambang Baru. Abdul Razak, Ketua Kelompok Tani Milenial, menyebut ribuan tanaman cabai sempat gagal panen akibat air laut yang naik ke lahan pertanian. 

“Februari 2025 lalu 12.000 pohon cabai kami mati karena intrusi air laut. Lalu di April 2025 kami tanam ulang, tapi musim panas ekstrem membuat waduk penampung air ikut kering,” ujarnya.

Selain persoalan alam, petani juga masih kesulitan mendapatkan pupuk subsidi, akses alat pertanian modern, serta sistem irigasi yang sesuai dengan karakter tanah gambut. 

Arief Edi Santoso, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Pambang Baru, menuturkan teknologi di lapangan masih terbatas, begitu juga anggaran penyuluhan sehingga banyak petani masih mengandalkan cara konvensional.

Meski begitu, berbagai pihak seperti Bank Indonesia dan Politeknik Negeri Bengkalis (Polbeng) mulai memberikan dukungan lewat teknologi pertanian cerdas (smart farming) dan inovasi alat tepat guna. Namun, para pihak sepakat bahwa kendala utama tetap pada faktor alam yang belum dapat dikendalikan secara sistematis.

Penjabat Kepala Desa Pambang, Solehan, menegaskan bahwa penanganan abrasi dan pasang laut tidak bisa diselesaikan dengan dana desa semata. 

“Kami sudah bantu kelompok tani lewat dana Rp150 juta tahun lalu dan bangun jalan pertanian, tapi soal tanggul air laut ini butuh dukungan provinsi dan pusat. Kalau tidak, lahan akan terus hilang,” ujarnya.

Sementara itu, warga setempat, Haji Muhammad Suud, berharap pemerintah pusat memberi perhatian serius terhadap abrasi di Bengkalis. “Kami berharap Presiden Prabowo memperhatikan abrasi di sini. Banyak rumah dan lahan pertanian terancam hanyut ke laut. Kalau ini dibiarkan, kami tidak bisa bertani lagi,” ujarnya.

Dengan berbagai kendala itu, Susy Hartati menyimpulkan bahwa kunci keberhasilan ketahanan pangan di Bengkalis bukan hanya peningkatan produktivitas, tapi juga perlindungan lahan pertanian dari ancaman abrasi dan intrusi air laut. “Ini tantangan besar bagi kami agar pangan tetap terjaga dan petani tidak terus merugi,” tutupnya.

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar