Sabo – Pernikahan adalah simpul yang mengikat dua insan dalam cinta, tanggung jawab, dan harapan.
Di berbagai budaya, termasuk tradisi Jawa, ada usaha memastikan simpul itu kuat. Salah satunya melalui kecocokan berdasarkan weton, kombinasi hari lahir dan pasaran.
Tapi, benarkah pasangan yang cocok secara weton lebih langgeng dan bahagia? Mari kita dalami antara mitos yang menyenangkan atau fakta yang bisa dipertanggungjawabkan.
Apa Itu Weton, dan Bagaimana Cara Menghitungnya?
Weton adalah perpaduan antara hari dalam seminggu (Minggu–Sabtu) dan pasaran lima harian (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon).
Masing-masing hari dan pasaran memiliki nilai numerik yang disebut neptu sehingga seseorang yang lahir pada hari dan pasaran tertentu bisa dihitung nilainya.
Plotuzing menjelaskan Senin bernilai 4, Selasa 3, Rabu 7, Kamis 8, Jum’at 6, Sabtu 9, dan Minggu 5.
Sedangkan, pasaran seperti Legi (5), Pahing (9), Pon (7), Wage (4), dan Kliwon (8).
Dari situ, neptu hari lahir dan pasaran dijumlahkan, lalu digunakan untuk mengkategorikan pasangan berdasarkan sisa hasil bagi tiga.
Jika hasilnya 1 berarti kurang baik, 2 disebut ‘kemakmuran’, dan 0 justru diperingatkan ‘bermasalah’.
Namun ini hanyalah informasi tradisional dan bukan kebenaran mutlak.
Tradisi Serupa dalam Perspektif Global
Konsep mencocokkan pasangan berdasarkan huruf atau simbol lahir bukan hanya monopoli budaya Jawa.
Banyak budaya lain juga memiliki sistem astrologi jodoh, seperti dalam astrologi Barat atau zodiak Cina.
Meskipun bentuknya berbeda, fungsinya sama yaitu untuk memberikan kepastian emosional dan rasa ‘tepat’ dalam memilih pasangan.
Arxiv menyebutkan situs modern kini menawarkan aplikasi matchmaking yang menggabungkan sistem weton tradisional dengan logika teknologi digital.
Ini berguna untuk menarik pengguna yang tetap ingin berakar pada warisan budaya.
Apakah Jika Weton Cocok Maka Pernikahan Akan Sukses?
Situs Arxiv menyebutkan kepercayaan ini bisa bertahan kuat karena weton menawarkan simbolisme dan narasi optimis.
Label seperti jodoh atau pesthi memberi pasangan semacam ‘restu spiritual’ dan ketenangan batin.
Terlebih, kata-kata ini sering digunakan dalam upacara adat, memberi pasangan dan keluarga rasa aman emosional sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.
Namun, tidak ada bukti ilmiah yang membenarkan bahwa kecocokan weton secara statistik berpengaruh positif terhadap kebahagiaan atau durasi pernikahan.
Intinya, ini lebih soal keyakinan budaya daripada fakta empiris.
Fakta Nyata Efek Psikologis dan Sosial Weton
Dilansir dari situs Plutozing, meskipun tidak berbasis ilmiah, weton dapat membawa beberapa manfaat nyata.
-
Efek psikologis melahirkan kepercayaan bahwa weton cocok bisa meningkatkan rasa aman dan optimisme. Pasangan yang yakin berada dalam ‘jalur yang benar’ mungkin lebih sabar dan toleran terhadap konflik.
-
Dialog Pra nikah menjadi lebih bermakna. Proses membandingkan weton mendorong pasangan berdiskusi jauh tentang karakter, nilai hidup, dan harapan masa depan yang esensial untuk membangun pemahaman sebelumnya.
-
Apabila keluarga percaya pasangan memiliki kecocokan weton, dukungan moral dan sosial cenderung lebih kuat. Dukungan ini bisa membantu menjaga keharmonisan di tengah konflik.
Jadi, meski weton bukan rumus pasti, ia punya peran signifikan sebagai pemantik komunikasi, rasa percaya, dan stabilitas awal.
Secara ilmiah, wajar menyebut weton sebagai mitos budaya karena tidak ada studi empiris yang mendukungnya sebagai prediktor kebahagiaan pernikahan.
Namun, dari perspektif sosial dan psikologis, weton berfungsi sebagai ritual simbolis yang menghidupkan keyakinan, memperkuat ikatan, dan memberi dorongan awal bagi pasangan.
Akhirnya, jodoh yang bahagia dan awet lebih bergantung pada komunikasi efektif, komitmen, dan saling pengertian, bukan angka hari lahir.