Free Gift

Kesehatan Jemaah Asal Indonesia Jadi Tantangan Ibadah Haji 2026

JAKARTA, Sabo – Kesehatan jemaah asal Indonesia diperkirakan menjadi tantangan terbesar dalam penyelenggaraan ibadah haji 2026.

Badan Penyelenggara (BP) Haji mengaku mendapat teguran dari Pemerintah Arab Saudi terkait tingginya angka kematian jemaah, serta masih adanya calon haji yang berangkat meski tidak memenuhi syarat istithaah atau kemampuan fisik.

Kepala BP Haji Mochamad Irfan Yusuf atau Gus Irfan menuturkan, peringatan itu disampaikan langsung oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi beberapa hari setelah puncak ibadah haji di Arafah.

“Kami bertemu setelah musim haji kira-kira hari keempat atau kelima setelah Arafah. Sekali lagi kita ditegur soal kematian (jemaah). Apa yang mereka sampaikan, ‘Tolonglah Indonesia, kesehatannya diperhatikan. Haji ini adalah proses yang dilihat seluruh dunia. Kami tidak ingin haji ini dilihat sebagai ladang kematian oleh dunia’,” ujar Gus Irfan di Jakarta Pusat, Sabtu (23/8/2025).

Menurut dia, teguran serupa juga disampaikan Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman Al Saud ketika bertemu Presiden Prabowo Subianto.

“Ketika saya mendampingi Presiden Prabowo bertemu Prince MBS, sama, disinggung lagi, Indonesia menjadi penyumbang separuh dari kematian selama musim haji,” katanya.

Angka Kematian Melebihi Batas Toleransi

Gus Irfan menyebut, Pemerintah Arab Saudi hanya mentolerir sekitar 60 jemaah Indonesia meninggal dunia setiap musim haji.

Namun, pada 2025, jumlahnya mencapai 470 orang atau delapan kali lipat dari batas yang ditentukan.

“Seharusnya angka kematian yang ditolerir sekitar 60. Sementara kita tahun ini 470-an. Berarti delapan kali lipat dari angka yang ditolerir pemerintah Saudi,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Pemerintah Arab Saudi juga menyoroti adanya jemaah asal Indonesia yang tetap diberangkatkan meski memiliki kondisi medis serius.

“Saya ditegur oleh Kementerian Saudi, ini ada yang sudah (rentan) tiap bulan harus cuci darah 2-3 kali masih diberangkatkan, ‘ini gimana Indonesia?’,” ucapnya.

Bahkan, lanjut Gus Irfan, ada jemaah yang tetap berangkat meski sudah mengalami komplikasi berat.

“Bagaimana dia menemukan jemaah yang punggungnya sudah bolong karena diabetes, masih bisa berangkat,” ujarnya.

Perketat Istithaah, Jemaah Bisa Gagal Berangkat

Berkaca dari evaluasi haji 2025, BP Haji berkomitmen memperketat standar operasional prosedur (SOP) dalam menetapkan syarat istithaah.

Namun, kebijakan ini berpotensi membuat jemaah yang telah mengantre batal berangkat karena tak lolos skrining kesehatan.

“Akibatnya kami tahu, efeknya kami tahu. Akan banyak orang-orang yang sudah puluhan tahun menunggu antrean, ketika mendapatkan kesempatan berangkat, tidak bisa berangkat karena faktor kesehatan,” kata Gus Irfan.

Meski demikian, dia menegaskan, keselamatan jemaah harus lebih diutamakan dalam penyelenggaraan ibadah haji.

“Yang penting bagi kami, kami bisa menyelamatkan para calon jemaah haji kita. Kita bisa menyelamatkan nama baik Indonesia di mata dunia, menyelamatkan nama baik di mata tuan rumah Arab Saudi,” ujarnya.

Untuk mengantisipasi, BP Haji akan mempercepat tes kesehatan calon jemaah agar tersedia waktu cukup panjang bagi yang membutuhkan perbaikan kondisi.

“Masih ada jangka waktu cukup panjang antara tes awal dan rencana keberangkatan. Sehingga jika ada yang sakit, tentu saat dites tidak layak, masih ada perbaikan masa mungkin 8-10 bulan,” jelasnya.

Manasik Kesehatan Sebelum Keberangkatan

BP Haji juga menggandeng Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) dalam program Manasik Kesehatan.

Program ini mewajibkan calon jemaah menjalani pembinaan kesehatan sejak setahun sebelum keberangkatan.

“Kita berharap tahun ini benar-benar memaksimalkan SOP kesehatan kita. Bukan berarti selama ini tidak punya standar, tapi standar kita selama ini mungkin belum maksimal,” ucap Gus Irfan.

Ketua Dewan Pembina PP Perdokhi, Muchtaruddin Mansyur, mengatakan pihaknya menyiapkan 16 rekomendasi untuk memperkuat kebijakan istithaah.

Rekomendasi itu mencakup penambahan vaksin influenza berbasis sel, vaksin pneumonia, hingga pemberian imunomodulator asli Indonesia seperti ekstrak Phyllanthus Niruri yang dikombinasikan dengan multivitamin.

“Kalau dari pengajuan, kami berharap dalam satu tahun teridentifikasi itu ada pembinaan-pembinaan untuk pemeliharaan istithaah. Pak Dahnil sudah sampaikan minimal dua kali pemeriksaan,” kata Mansyur.

Sementara itu, Ketua Umum PP Perdokhi Syarief Hasan Lutfie menekankan perlunya vaksin influenza diberikan sebulan sebelum keberangkatan, serta imunomodulator dikonsumsi rutin tiga bulan sebelumnya.

“Entah itu Covid-19, entah itu pneumonia, itu akan menjadi isu-isu yang selalu ada setiap tahun. Karena mass gathering itu infectious,” ucapnya.

Dia juga menambahkan pentingnya penggunaan ekstrak Phyllanthus Niruri sejak dari Tanah Air untuk memperkuat daya tahan tubuh.

“Untuk meningkatkan daya tahan tubuh, menghadapi risiko infeksi yang meningkat. Perlu adanya stimulasi, perlu ada doping itu meningkatkan imunomodulator supaya nantinya daya tahan kardiovaskuler lebih bagus,” ujarnya.

Kewenangan BP Haji Mulai 2026

Sebagai informasi, sejak 1950 penyelenggaraan ibadah haji menjadi tugas Kementerian Agama.

Namun, sesuai Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2024, kewenangan itu resmi beralih ke BP Haji mulai 2026.

DPR RI bersama pemerintah kini tengah menuntaskan revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang menegaskan haji menjadi kewenangan penuh BP Haji.

Dalam beleid tersebut, BP Haji juga berpotensi ditingkatkan statusnya menjadi kementerian.

Want a free donation?

Click Here