Free Gift

Ketahanan Pangan Dimulai dari Ayam Bahagia

Ayam itu seperti manusia, jika diperlakukan de­ngan baik, maka akan menghasilkan hal yang baik pula,” ujar Dr. Muhsin, Kepala Pusat Pengembangan Ternak Universitas Gadjah Mada.

Ungkapan itu menggambarkan makna mendalam di balik konsep ayam bebas sangkar atau cage-free chicken—sebuah sistem pemeliharaan ayam yang memberi kebebasan bagi unggas ini untuk hidup dan berperilaku alami tanpa dikurung di kandang sempit. Sistem ini mulai mendapat perhatian karena dianggap lebih manusiawi, sehat, dan berkelanjutan di­banding sistem konvensional battery cage yang masih banyak digunakan di Indonesia.

Dalam sistem kandang baterai, ayam-ayam dikurung dalam sel sempit dan berdesakan tanpa ruang untuk bergerak. Kondisi ini sering menimbulkan luka fisik, stres, dan mempercepat penyebaran penyakit. Tak hanya berdampak pada kesejahteraan ayam, hal ini juga memengaruhi kualitas telur dan keamanan pangan. Sebaliknya, sistem bebas sangkar membiarkan ayam hidup di ruang terbuka atau ruang luas yang meniru habitat alaminya. Ayam dapat berjalan, berlarian, bertengger, dan merentangkan sayap, menghasilkan telur dengan mutu lebih baik serta kandungan gizi yang lebih tinggi, seperti omega-3 yang lebih kaya.

Konsep ini bukan sekadar tren, tetapi bagian dari pergeseran nilai dalam industri pangan global. Konsumen kini semakin peduli terhadap asal-usul makanan mereka, termasuk bagaimana hewan ternak diperlakukan. Produk yang dihasilkan dengan cara etis dan ramah lingkungan kini lebih diminati, mendorong peternak untuk beralih ke sistem yang lebih manusiawi. Bahkan, di berbagai negara seperti Australia, Austria, dan Swiss, sistem kandang baterai telah dilarang melalui undang-undang. Sementara di Asia, ratusan perusahaan besar telah menyatakan komitmennya untuk mendukung sistem bebas sangkar sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan etika produksi pangan.

Indonesia pun tidak tertinggal. Pada 2017, Profesor Ali Agus dari Universitas Gadjah Mada memperkenalkan konsep “Telur Ayam Bahagia,” hasil dari ayam yang dipelihara dengan metode bebas sangkar. Konsep ini menjadi bukti bahwa kesejahteraan hewan dan ketahanan pangan dapat berjalan beriringan. Ayam yang hidup tanpa stres menghasilkan telur yang lebih sehat dan lebih aman dikonsumsi, sekaligus memperkuat sistem pangan yang berkelanjutan. Namun, penerapan sistem ini di tanah air masih menghadapi tantangan. Keterbatasan lahan, biaya pemeliharaan yang tinggi, dan belum adanya standar nasional membuat transisi ke sistem bebas sangkar belum merata. Harga telur dari ayam bebas sangkar juga relatif lebih mahal, sehingga akses bagi masyarakat luas masih terbatas.

Meski demikian, semangat perubahan terus tumbuh. Sejumlah akademisi, aktivis, dan pelaku usaha mulai membangun kemitraan dengan peternak kecil, biasanya dengan skala 500–1.000 ekor ayam, untuk memperluas praktik sistem free-range. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat ekonomi lokal, tetapi juga membentuk kesadaran baru tentang pentingnya kesejahteraan hewan sebagai bagian dari ekosistem pa­ngan yang sehat. Pemerintah pun didorong untuk ikut berperan, baik melalui regulasi, kampanye kesadaran publik, maupun dukungan terhadap riset dan inovasi di bidang peternakan berkelanjutan.

Mengelola ayam secara bebas sangkar memang bukan perkara mudah. Diperlukan pengawasan intensif agar kesehatan ayam tetap terjaga dan ling­kung­an sekitar tidak terganggu oleh limbah atau kebisingan. Namun manfaat jangka panjangnya jauh lebih besar: kualitas telur meningkat, risiko penyakit menurun, dan kepercayaan konsumen terhadap produk lokal pun tumbuh. Lebih dari itu, penerapan sistem ini mencerminkan nilai kemanusiaan dan ke­pe­dulian terhadap makhluk hidup lain—nilai yang sema­kin penting di tengah tantangan global terhadap ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan.

Pada akhirnya, kesejahteraan hewan bukan sekadar isu moral, melainkan fondasi dari sistem pangan yang sehat dan adil. Membangun ketahanan pangan berarti memastikan setiap makhluk di dalam rantai produksinya hidup dengan layak. Jika ayam diperla­kukan dengan baik, bukankah hasilnya juga akan baik bagi kita semua?

(Humayra Azzahra, Mahasiswa)

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar