Free Gift

Ketika Gigi Dicabut, Makhraj Pun Berubah: Dampak Kesehatan Gigi terhadap Keindahan Bacaan Shalat

Ada satu hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya: bahwa gigi, sesuatu yang tampak kecil dan seolah hanya berfungsi untuk mengunyah, ternyata punya peran penting dalam keindahan bacaan shalat. Saya baru menyadari hal itu setelah mengalami sendiri perubahan dalam pelafalan bacaan setelah gigi depanku dicabut. 

Sejak itu, huruf-huruf yang dulu keluar dengan jelas dan ringan, kini terdengar berbeda. Saat melafalkan huruf “” dalam doa atau ayat pendek, bunyinya tak lagi sejernih dulu. Ada sedikit desis yang tak bisa kuhilangkan.

Awalnya aku mengira itu hanya perasaan, mungkin karena belum terbiasa setelah pencabutan. Namun setelah berminggu-minggu berlalu, perubahan itu tetap terasa. 

Aku mencoba membaca Al-Fatihah dengan hati-hati, memperhatikan setiap makhraj huruf, dan di sanalah aku menemukan kenyataan: ada beberapa huruf Arab yang tidak lagi bisa kuucapkan sejelas dulu. Bacaan shalat yang selama ini kuanggap indah, tiba-tiba terasa kurang sempurna.

Perasaan ini membuatku berpikir lebih jauh. Mengapa satu gigi bisa mengubah suara yang keluar dari mulutku? Bukankah bacaan shalat berasal dari hati dan niat yang tulus? 

Tapi ternyata, ibadah yang sempurna bukan hanya dari niat, melainkan juga dari kemampuan anggota tubuh kita untuk melafalkan ayat dengan benar.

Fenomena ini mungkin jarang dibicarakan, padahal banyak orang yang mengalami hal serupa. Setelah giginya dicabut, mereka merasa pelafalan bacaan Al-Qur’an atau shalat menjadi berbeda. 

Sebagian mungkin menertawakannya, menganggap ini sepele. Tapi jika kita memahami pentingnya makharijul huruf dalam ilmu tajwid, kita akan tahu bahwa perubahan kecil pada gigi bisa berdampak besar pada keindahan dan ketepatan bacaan.

Sejak saat itu, aku mulai menaruh perhatian lebih pada hubungan antara kesehatan gigi dan kualitas bacaan shalat. Ternyata, mulut yang sehat bukan hanya untuk senyum indah, tapi juga untuk melantunkan bacaan yang indah di hadapan Allah.

Fungsi Gigi dalam Fonetik dan Artikulasi

Dalam ilmu fonetik, gigi memiliki peran penting dalam menghasilkan bunyi yang jelas. Gigi tidak hanya membantu proses mengunyah, tetapi juga menjadi bagian dari alat artikulator yang bekerja sama dengan lidah dan bibir untuk membentuk suara. 

Tanpa gigi, arah udara yang keluar dari rongga mulut tidak bisa dikendalikan dengan baik, sehingga beberapa bunyi menjadi kabur atau terdengar aneh.

Gigi depan, khususnya gigi seri atas dan bawah, berperan besar dalam membentuk suara konsonan dental. Dalam bahasa Indonesia, contohnya huruf “t”, “d”, “s”, dan “z”. 

Sedangkan dalam bahasa Arab, beberapa huruf Al-Qur’an memiliki tempat keluarnya suara (makhraj) yang langsung melibatkan gigi. Huruf (tsa), misalnya, diucapkan dengan cara ujung lidah menyentuh ujung gigi seri atas. 

Huruf (dza) dan (zha) juga keluar dari pertemuan lidah dan gigi depan. Tanpa gigi, posisi dan arah lidah sulit dikontrol, menyebabkan bunyi huruf-huruf ini menjadi tidak akurat.

Menurut Imam Ibn al-Jazari, seorang ulama besar dalam ilmu tajwid, membaca Al-Qur’an dengan benar adalah kewajiban setiap Muslim, karena kesalahan dalam makhraj huruf bisa mengubah makna bacaan. 

Dengan kata lain, menjaga keutuhan alat ucap, termasuk gigi, merupakan bagian dari tanggung jawab spiritual seorang Muslim terhadap Al-Qur’an.

Dalam konteks medis, penjelasan ini didukung oleh studi dari Journal of Oral Rehabilitation (2021) yang menyebutkan bahwa kehilangan gigi anterior (gigi depan) dapat mengubah pola artikulasi konsonan dental dan alveolar hingga 30%. 

Perubahan ini menyebabkan penurunan kejernihan suara dalam percakapan sehari-hari. Maka bisa dibayangkan, dalam bacaan shalat yang memerlukan ketepatan makhraj huruf, dampaknya bisa lebih terasa.

Dari sini terlihat bahwa gigi tidak hanya penunjang estetika, tapi juga bagian dari sistem fonetik yang kompleks. Saat satu gigi hilang, sistem ini terganggu. 

idak heran jika setelah pencabutan, banyak orang merasakan perubahan pada suara atau pelafalan tanpa menyadari bahwa itu disebabkan oleh perubahan posisi lidah terhadap rongga mulut dan gigi.

Ketika kita berbicara tentang bacaan shalat, keindahan suara bukan hanya perkara merdu atau tidak, tapi seberapa tepat kita melafalkan huruf sesuai dengan makhraj yang telah ditetapkan dalam tajwid. Gigi, sekecil apa pun perannya, ikut menjaga ketepatan itu.

Dampak Pencabutan Gigi terhadap Bacaan Shalat

Setelah gigi dicabut, struktur rongga mulut mengalami perubahan. Ruang yang tadinya ditempati oleh gigi kini kosong, membuat lidah menyesuaikan posisinya setiap kali berbicara atau melafalkan huruf. 

Perubahan ini bisa menimbulkan kesulitan dalam mengontrol arah udara yang keluar, yang merupakan kunci utama dalam pembentukan bunyi.

Bagi orang yang terbiasa membaca Al-Qur’an dengan tartil, kehilangan gigi depan bisa menyebabkan pelafalan huruf seperti (sin) atau (shad) terdengar berbeda. 

Suara mendesis bisa muncul karena tekanan udara tidak lagi terarah dengan sempurna. Huruf (tsa) bahkan bisa berubah menjadi bunyi seperti “f” atau “t” jika posisi lidah tidak lagi mendapat tumpuan dari gigi depan.

Fenomena ini pernah dikaji dalam penelitian oleh Journal of Speech and Hearing Disorders (2020), yang menyebutkan bahwa kehilangan satu gigi depan saja dapat memengaruhi pelafalan konsonan dental hingga 50%, terutama pada bunyi yang melibatkan kontak langsung antara lidah dan gigi. 

Hal ini tentu memiliki implikasi dalam bacaan shalat, karena huruf-huruf tersebut sering muncul dalam ayat-ayat pendek maupun panjang.

Selain itu, perubahan struktur rahang juga dapat memengaruhi resonansi suara. Gigi berperan sebagai “pemantul” gelombang suara dalam rongga mulut. 

Saat satu bagian hilang, resonansi berubah — suara bisa terdengar lebih “lembek” atau tidak seimbang. Ini menjelaskan mengapa seseorang mungkin merasa bacaan shalatnya terdengar kurang kuat setelah mencabut gigi.

Tidak hanya dari sisi teknis, perubahan ini juga bisa berpengaruh secara psikologis. Banyak orang menjadi kurang percaya diri saat membaca keras-keras karena merasa suaranya berubah. 

Dalam konteks ibadah, hal ini bisa menurunkan kekhusyukan karena fokus terganggu oleh perubahan suara.

drg. Fery Setiawan, dosen di Fakultas Kedokteran Gigi IIK Bhakti Wiyata Kediri, dalam wawancara dengan Sabo(8 Oktober 2025), menjelaskan bahwa gigi adalah bagian penting dari sistem komunikasi manusia.

Menurutnya, banyak yang masih menganggap gigi bukan prioritas, padahal efeknya bisa menjalar ke seluruh tubuh. Termasuk berpengaruh pada konteks bacaan ibadah yang membutuhkan artikulasi presisi.

Dengan kata lain, menjaga gigi berarti menjaga kemampuan kita untuk membaca ayat-ayat suci dengan indah dan benar. Sebaliknya, terburu-buru mencabut gigi tanpa pertimbangan matang bisa berarti kehilangan sebagian kemampuan alami yang Allah anugerahkan untuk memuji-Nya.

Menjaga Keindahan Bacaan Lewat Kesehatan Gigi

Menjaga keindahan bacaan shalat tidak hanya dengan melatih suara atau memperbanyak hafalan, tetapi juga dengan merawat organ yang membantu menghasilkan suara itu — termasuk gigi. Sering kali kita melupakan hubungan sederhana ini: bahwa menjaga gigi juga bagian dari menjaga ibadah.

Langkah pertama tentu dengan mencegah kerusakan gigi sejak dini. Menyikat gigi dua kali sehari dengan teknik yang benar, menggunakan pasta gigi berfluoride, serta mengganti sikat gigi setiap tiga bulan adalah kebiasaan kecil yang berdampak besar. 

Menurut World Health Organization (WHO, 2022), kebersihan mulut yang baik dapat menurunkan risiko kehilangan gigi hingga 60%.

Namun, langkah yang lebih penting adalah mengubah cara pandang: jangan tunggu sakit baru ke dokter gigi. Pemeriksaan rutin setiap enam bulan membantu mendeteksi masalah lebih awal sebelum berujung pencabutan. 

drg. Fery Setiawan menegaskan bahwa edukasi kesehatan gigi seharusnya bersifat preventif, bukan reaktif. “Langkah kecil, tapi jika dilakukan terus-menerus, akan membentuk budaya sehat yang bertahan lama,” ujarnya.

Dalam konteks ibadah, menjaga kesehatan gigi juga bagian dari bentuk ihsan — melakukan sesuatu sebaik-baiknya karena Allah. 

Rasulullah SAW bahkan mencontohkan pentingnya kebersihan mulut sebelum shalat. Dalam hadis riwayat Bukhari, beliau bersabda: “Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak shalat.” Ini menunjukkan bahwa kebersihan mulut berkaitan langsung dengan kesempurnaan ibadah.

Selain menjaga kebersihan, penting juga memahami kapan gigi sebaiknya dicabut dan kapan bisa diselamatkan. Banyak kasus gigi ngilu yang sebetulnya hanya membutuhkan perawatan saraf atau penambalan, bukan pencabutan. 

Konsultasi dengan dokter gigi yang kompeten menjadi langkah bijak agar keputusan yang diambil tidak merugikan fungsi bicara dan fonetik.

Ada pula teknologi gigi tiruan atau implan yang kini menjadi solusi bagi mereka yang sudah kehilangan gigi. Meski tidak bisa sepenuhnya menggantikan fungsi alami, penelitian dari Journal of Prosthodontic Research (2023) menunjukkan bahwa penggunaan implan dapat memulihkan hingga 85% kemampuan artikulasi suara yang hilang akibat pencabutan. 

Ini menunjukkan bahwa ilmu kedokteran gigi dan kebutuhan spiritual bisa saling mendukung.

Lebih jauh, menjaga gigi juga berarti menjaga kepercayaan diri dalam membaca Al-Qur’an. Bacaan yang indah lahir dari hati yang ikhlas, tapi juga dari mulut yang terawat. Jika mulut bersih, lidah ringan, dan gigi kuat, maka setiap huruf yang keluar pun terdengar lebih jelas dan berwibawa.

Dengan begitu, merawat gigi bisa kita pandang sebagai bagian dari ibadah itu sendiri. Saat kita menjaga ciptaan Allah di dalam diri, kita sedang menyiapkan diri untuk beribadah dengan lebih sempurna. Tidak hanya shalat yang khusyuk, tapi juga bacaan yang tartil dan menenangkan.

Gigi, Makhraj, dan Amanah Ibadah

Kini saya memahami bahwa kehilangan gigi bukan sekadar kehilangan fungsi mengunyah, tapi juga kehilangan sebagian kemampuan untuk melafalkan huruf dengan sempurna. Setiap gigi memiliki tugas yang Allah titipkan, termasuk membantu lidah menyebut nama-Nya dengan fasih.

Menjaga gigi berarti menjaga alat yang membantu kita beribadah. Keindahan bacaan shalat bukan hanya lahir dari hati, tapi juga dari tubuh yang terawat dan bekerja sebagaimana mestinya.

Maka, sebelum kita menganggap gigi hanya soal estetika, ingatlah bahwa di baliknya tersimpan peran besar dalam menjaga keindahan ibadah kita. 

Karena bisa jadi, satu gigi yang hilang membuat satu huruf tak lagi terdengar indah — dan di situlah kita belajar, bahwa merawat ciptaan Allah adalah bagian dari rasa syukur itu sendiri.

Referensi:

Sabo, Wawancara dengan drg. Fery Setiawan (8 Oktober 2025).Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 48, No. 7 (2021).Journal of Speech and Hearing Disorders (2020).Journal of Prosthodontic Research (2023).World Health Organization (WHO). Oral Health Report (2022).Hadis Riwayat Bukhari tentang bersiwak sebelum shalat.

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar