bali.Sabo, DENPASAR – I Ketut Sumedana segera meninggalkan kursi Kajati Bali untuk menduduki posisi baru sebagai Kajati Sumatra Selatan (Sumsel) yang masuk tipe A.
I Ketut Sumedana pun memberikan “kado spesial” dalam penanganan kasus korupsi di Pulau Bali dengan menaikkan status dua kasus penting ke tahap penyidikan.
Pertama, dugaan korupsi di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Bali.
Kedua, dugaan korupsi konstruksi bangunun di Universitas Terbuka Denpasar dengan kerugian negara Rp 3 miliar.
Dalam kasus korupsi Tahura Ngurah Rai, I Ketut Sumedana menyebut penyidik Kejati Bali menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi dalam pengelolaan lahan.
“Kejati telah meningkatkan status dua perkara ke tahap penyidikan.
Salah satunya adalah kasus Tahura, di mana penyidik menemukan indikasi tindak pidana korupsi,” ujar Kajati Bali I Ketut Sumedana.
Menurutnya, penyidik telah memeriksa 20 saksi dan sejumlah dokumen penting telah diklarifikasi.
“Pemeriksaan kami melibatkan instansi terkait seperti Dinas Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kami ingin tahu siapa yang memegang hak pertama, kedua, dan ketiga. Semua akan terang di tahap penyidikan,” katanya.
Kajati Bali Ketut Sumedana menjelaskan kasus ini berawal dari alih fungsi tanah negara yang terjadi sejak tahun 1990-an.
Padahal, kawasan Tahura Ngurah Rai merupakan tanah negara yang tidak dapat diganggu gugat peruntukannya.
“Tahura adalah tanah negara yang wajib dilindungi.
Fungsinya tidak boleh diubah untuk kepentingan pribadi atau komersial. Namun, di masa lalu terjadi alih fungsi yang melanggar aturan,” ucapnya.
Bale Kertha Adhyaksa Bali
Bicara tentang Bale Kertha Adhyaksa Bali tak lepas dari sosok Kajati Ketut Sumedana yang sejak awal menjabat berkomitmen mensosialisasikan konsep tersebut.
Sosialisasi telah selesai dilakukan, didukung Gubernur Wayan Koster, bupati dan wali kota se-Bali.
Setelah tuntas sosialisasi, kini Pemprov Bali menyiapkan Bale Kertha Adhyaksa menjadi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali untuk menyelesaikan masalah perdata tanpa melalui jalur pengadilan.
I Ketut Sumedana termasuk sosok yang sejak awal memperjuangkan Bale Restorative Justice.
Hal itu boleh jadi merupakan manifestasi dari buku berjudul ‘Bale Mediasi dalam Perkembangan Hukum Nasional’ yang ditulisnya pada 2018.
Ini menjadi awal perjuangannya. Ia juga berkunjung ke sejumlah negara di Eropa untuk menganalisis dan mempelajari konsep tersebut.
Akhirnya, ia langsung menghadap Jaksa Agung RI, dan perjuangannya berhasil.
Jaksa Agung mengeluarkan Instruksi Jaksa Agung dan Peraturan Jaksa Agung terkait Bale Restorative Justice.
“Ternyata di sejumlah negara maju, yang paling utama dalam penegakan hukum adalah konsep perdamaian dan konsep win-win solution (restorative justice),” kata Ketut Sumedana yang juga mantan Kapuspenkum Kejagung RI ini.
Oleh karena itu, Bale Restorative Justice dengan nama Bale Sabha Adhyaksa ditempatkan di desa-desa adat dan desa dinas se-Bali.
Mulai dari desa di Bangli kemudian sekarang Tabanan. Selanjutnya desa di kabupaten kota se-Bali.
Menurutnya, jaksa akan hadir di tingkat desa untuk membantu krama Bali menyelesaikan konflik di desa.
Sekaligus membantu warga agar melek hukum di era modernisasi dan digitalisasi yang berkembang pesat.
“Di desa mana pun di belahan dunia ini pasti ada konflik, pertentangan, dan permasalahan.
Konflik ini tidak semua harus berujung ke pengadilan, maka di Bale Sabha Adhyaksa diselesaikan.
Ini fungsinya bendesa, tokoh masyarakat, tokoh agama diberdayakan untuk menyelesaikan masalah di tingkat desa,” ucap I Ketut Sumadana.
Ia menyebut, konsep ini merupakan sebuah efisiensi yang diterapkan oleh kejaksaan menindaklanjuti kebijakan pemerintah pusat.
Beban anggaran negara yang dialokasikan menangani perkara bisa dipangkas melalui konsep bale restorative justice.
“Saya konsentrasi terhadap hal-hal yang sifatnya ke masyarakat.
Semua yang berkaitan dengan hak masyarakat, kami berantas, kami turun kalau ada laporan, silakan laporkan ke saya pasti kami tindak,” imbuhnya.
Ketut Sumedana juga paham bahwa, pembangunan suatu daerah dan negara dimulai dari tingkat desa. Termasuk komitmen menjaga dan mengawal penyelenggaraan keuangan yang bersumber dari APBD dan APBN di tingkat desa.
“Bagaimana jaksa harus bisa mengayomi, melindungi, dan menjaga desa karena konsepnya pelayanan terdepan sebuah negara ada di tataran desa,” tuturnya. (lia/JPNN)
Profil Kajati Bali Dr Ketut Sumedana
Pendidikan
S3 Hukum – Universitas Mataram
Pengalaman Menjabat
1. Kasatgas Penuntutan KPK RI (2007-2012gv)
2. Koordinator di kejati JATIM (2012-2013)
3. Kajari Gianyar (2013-2015)
4. Kajari Bantul (2015-2018)
5. kajari mataram (2018-2019)
6. Aspidsus Kejati JATENG (2019-2020)
7. Koordinator di Jampidsus (2020-2021)
8. Wakajati Bali (2021-2022)
9. Kapuspenkum (2022-2024)
10. Kajati Bali (2024 -13 Oktober 2025)
Kegiatan Akademik
1. Aktif menjadi Tim Penguji program Doktoral di beberapa Perguruan Tinggi Negeri antara lain : Universitas Lampung, Universitas Hasanuddin, Universitas Diponegoro, Universitas Jember, Universitas Airlangga, Universitas Mataram dan Universitas Udayana.
2. Aktif menjadi narasumber di sejumlah event akademis BUMN, Pemerintah dan beberapa Universitas.
Penghargaan
1. Satya Lencana Karya Satya 10 Tahun (2008)
2. Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun (2018)
3. Public Relation terbaik 2022 diberikan oleh Lembaga Public Relation Indonesia
4. Public Relation berpengaruh di bidang Hukum 2023 diberikan oleh Majalah Ekonomi ID
5. Penghargaan Top Public Relations Leader 2023 for Service Credibility in Protecting People’s Interests diberikan oleh Warta ekonomi
6. Best Justice Leadership – CNN Indonesia Awards Bali 2024
7. Figur Akselerator Pembangunan – detikBali Awards 2025
8. Kerthi Bali Sewaka Nugraha – Penghargaan Khusus dari DPRD Bali (2025)






