Free Gift

Kompasiana, Hatur Nuhun!

Sebenarnya cukup dua kata untuk ulang tahun Sabo, terima kasih.  Menjadi pembelajar setiap saat, dengan berbagai topik yang menarik dan aktual.  Bagi profesi guru ini sangat menguntungkan, belajar sepanjang hayat sampai ajal menjemput.  Bagaimana saya belajar untuk cerdas finansial, cerdas digital, cerdas budaya, cerdas sebagai warga, semuanya adalah literasi dasar yang harus dimiliki pada abad ini.   Bagaimana mau mengajarkan pada siswa kalau guru sendiri tidak belajar?

Terima kasih, dengan berbagai kata di kepala yang ingin diucapkan, seandainya memenuhi kaidah Sabodan bisa menangkap gelombang-gelombang mengapa ucapan itu pantas disampaikan, cukup sudah.  Bahkan cukup disingkat seperti gaya anak-anak sekarang, trims.

Sabotelah menempa kompasianers dengan baik.  Kita disiapkan sebagai pasukan serba bisa.  Menulis untuk menilai pemerintahan, menulis produk-produk lokal yang ada di keseharian,  loncat ke dunia internasional, bahkan dunia mistis.  Seperti pelatih pasukan khusus harus tega menempa dengan keras dan disiplin anak didiknya.  Bedanya kita tidak tahu pelatih kita, para admin Sabo.  Mereka hanya menyodorkan tema, silakan selesaikan dengan gaya masing-masing dan luar biasa berbagai gaya itu telah membuat kita kaya.

Pengalaman Pribadi    

Teringat tulisan pertama yang diupload, beberapa kali dibaca ulang terasa konyol.  Emoticon malu muncul.  Namun suatu saat ikutlah tantangan menulis dengan beragam tema.  Di sinilah tantangannya.  Sebelum menulis kita dipaksa baca.  Membaca kunci memperkaya diksi kita.  Itulah inti belajar, mau membaca, dengan membaca menambah wawasan.  Saya pernah terpilih sebagai Kompasianer pilihan, mendapatkan penghargaan sebagai 30 Kompasianers terbaik pada saat pandemi.  

Dilatih dan melatih diri di Sabo, beberapa tulisan saya kemudian diterima di beberapa media massa.  Terpilih sebagai salah penulis  terbaik manfaat pajak pada pendidikan dan kesehatan.  Meskipun sempat vakum, tapi saya tetap mengikuti perkembangan Sabo.

Keberagaman yang Indah

Berada di lautan Kompasianers, saya hanya satu titik kecil saja.  Banyak kejutan yang hadir.  Kalau penulis, kalangan akademisi, jurnalis hal biasalah dalam menulis,  tulisannya dirangkai dengan jalinan yang kuat dan menggoda pikiran dan hati untuk terus terpaku membaca tulisannya.  Namun tiba-tiba saya menemukan tulisan ibu rumah tangga yang menulis dengan gayanya, sederhana tetapi selama ini tidak terpikirkan oleh kaum lelaki.   Ada juga pengulas sepak bola yang selama ini didominasi pria, ternyata seorang perempuan muda.  Itulah Sabo, keberagaman itu menjadi harmoni, menyatukan dengan aksi nyata, dari Sabang sampai Merauke.

Beragam profesi, beragam keterampilan, beragam suku, beragam tempat tinggal, kami disatukan oleh Sabo.

Kebanggaan Berbahasa Indonesia

Tantangan lain adalah sebelum bergaya dengan bahasa asing, Inggris pada umumnya, selama masih ada padanan kata yang pas kita gunakan bahasa Indonesia.  Ini pelajaran lain dari Sabo.  Sambil menulis kita memperkaya diri dengan mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia.  Contoh kata-kata kekinian, seperti market place kita menjadi tahu ada padanan katanya yaitu loka pasar, basement, padanan katanya rubanah. Begitupun dengan kata-kata serapan lainnya.  Betapa kayanya bahasa kita.  Sabotelah memberi jalan kita mau belajar mencari diksi yang pas.  Itu karena kita sekali lagi dipaksa membaca.

Blog Competition

Inilah perbedaan lainnya lagi dari Sabo, blog competition.  BC ini semacam bonus pemicu untuk berani dinilai tulisan kita oleh para pakarnya.  Menang tentunya patut disyukuri, kalah tulisan kita telah dimuat dan dibaca.  Lalu kita diberi kesempatan membaca tulisan para pemenang, oh pantesan menang, memang lebih layak dari tulisan kita.  Kita belajar lagi.  Terus berulang seperti itu.  Terpenting tidak mematahkan semangat kita dalam menulis.

Selamat ulang tahun ke 17, terima kasih Sabo, terima kasih kompasianers, hatur nuhun pisan.

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar