Sabo, GIANYAR – Sebanyak tiga hiu sirip putih dan seekor hiu sirip hitam aktif bergerak di tangki oval seukuran bak truk, berlomba dengan arus deras buatan di Marine Safari Bali (MSB), Minggu (12/10/2025). Keempat ikan berjenis kelamin betina tersebut sedang menunggu kelahiran anak. Mereka ditempatkan di fasilitas khusus untuk menghindari kanibal dari ikan lain.
“Saat melahirkan, hiu blacktip [sirip hitam] dan whitetip [sirip putih] akan mengeluarkan anak, jadi rentan dimakan hiu lain kalau tidak dipisahkan,” ujar Samuel Liu, Operation Manager MSB and Taman Safari Bali, Minggu. Samuel menjelaskan usaha membiakkan hiu blacktip dan whitetip baru pertama kali dilakukan di MSB.
Usaha konservasi ini sekaligus melengkapi keberhasilan pembiakan satwa lain di lokasi yang sama, seperti penetasan hiu bambu, pembiakan terumbu karang, konservasi sotong (cuttle fish), hingga pembesaran bibit bakau.
Sebagai gambaran, Marine Safari Bali (MSB) merupakan etalase yang memperkenalkan dunia perairan dan laut ke publik. Terdapat tujuh zona tematik di wahana ini, meliputi zona laut, zona pesisir, zona estuari, zona sungai, zona hutan hujan, dan zona sungai.
Pengunjung bisa mengenal karakter khas dari setiap zona. Selain bisa melihat beragam hewan atau tumbuhan, pengunjung bisa berinteraksi dengan cara memberi makan hewan maupun mendalami informasi melalui infografik yang disediakan.
Bali Safari Marine merawat lebih dari 10.000 satwa air dari 200 spesies. Mereka terpisah sekitar 51 habitat (sungai, pesisir, danau, laut dalam) air tawar dan air laut. Dari berbagai jenis satwa tersebut mayoritas terdiri dari jenis ikan, mamalia, dan penguin
Samuel menjelaskan sisi edukasi memang jadi salah satu fokus di MSB. Oleh karenanya, pendamping wisata (guide) bisa memberi penjelasan teknis, mulai dari asal hewan, karakter, keunikan, ciri khas zona, hingga inisiasi/terobosan konservasi yang sudah dijalankan.
Pengunjung bahkan bisa mendapat informasi detail dan melihat lebih dekat teknis terkait pengaturan kualitas air laut, rumah sakit hewan, laboratorium, hingga menu harian para satwa. Ragam informasi tersebut membuat MSB yang terletak di satu kawasan dengan Taman Safari Bali menjadi wahana rekreatif, edukatif yang sejalan dengan praktik konservasi.
Wisata Hijau Prospektif
Direktur Utama Taman Safari Indonesia Group Aswin Sumampau menjelaskan perseroan memiliki pilar dan visi menghadirkan wahana rekreasi, edukasi dan konservasi. Ketiganya jadi fokus guna menjawab kebutuhan konsumen, dan inovasi untuk menjangkau pasar lebih luas.
“Marine Safari Bali (MSB) disusun dengan standar internasional, memiliki inovasi baru untuk market dunia,” jelasnya kepada media, Minggu (12/10/2025), saat ditanya soal latar belakang pengembangan MSB di Bali.
Dia menggambarkan investasi MSB yang soft opening akhir 2024 lalu mencapai Rp500 miliar. Proses pembangunan dilakukan sejak 2017 dan sempat berhenti saat pandemi Covid-19. Tujuan pembangunan wahana ini salah satunya menghadirkan wisata hijau.
“Pariwisata hijau sangat diminati wisatawan dunia. Kami melihat ini, dan wisata bakal memiliki trickle down effect tinggi, dan ini berkelanjutan jangka panjang,” tuturnya.
Aswin menjelaskan semangat konservasi tidak hanya dilakukan Taman Safari di Bali. Taman Safari Prigen, Pasuruan juga memiliki perhatian terhadap konservasi burung dan sudah berhasil.
Sementara di Bali, penangkaran Jalak Bali yang diinisiasi sejak 15-16 tahun lalu dengan menggandeng sejumlah pihak juga berhasil. Terbukti sekarang banyak penangkar jalak bali yang legal.
Selain itu, jumlah burung jenis ini di habitat aslinya, Taman Nasional Bali Barat, juga sudah lebih dari 200 ekor. Padahal, pada 2004 populasi Jalak Bali di lokasi tersebut terdata hanya empat ekor.
Keberhasilan konservasi, lanjut dia, harus seiring kebutuhan ekonomi. Dalam contoh konservasi burung Jalak Bali, kini sudah banyak peternak yang berhasil membiakkan secara legal – sehingga tidak berburu ke alam liar.
“Edukasi soal konservasi juga penting, ke sekolah, ke masyarakat. Jadi konservasi dan edukasi merupakan pilar terpenting, pararel dilakukan Taman Safari Indonesia,” tegasnya soal komitmen konservasi.
Seperti diketahui, Taman Safari Indonesia Group mengelola Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, Taman Safari Bogor, Jakarta Aquarium dan Safari, Beach Safari Batang dan Varuna, Taman Safari Bali, Marine Safari Bali, dan Taman Safari Solo.
Taman Safari se-Indonesia secara group merawat sebanyak 670 spesies, dengan total 22.963 ekor satwa. Tingkat kunjungan wisatawan ke wahana wisata tersebut mencapai 5,1 juta sampai 5,2 juta per tahun.
Aswin menegaskan perseroan bakal terus meningkatkan kualitas taman edukasi dan konservasi kelolaannya. “Unit usaha eksisting bakal banyak peremajaan, renovasi, inovasi untuk terus meningkatkan kualitas, dan bakal terus mendorong konservasi,” tutupnya.






