Sabo.CO.ID, JAKARTA — Eks Vice President Supply and Distribution PT Pertamina tahun 2011-2015, Alfian Nasution mengungkapkan penyetopan operasi Terminal BBM milik PT Orbit Terminal Merak (OTM) bakal menimbulkan beban biaya tambahan bagi negara. Dari kalkulasinya, nilai kerugian bisa di angka Rp 150 miliar per tahun.
Hal itu dikatakan Alfian ketika bersaksi dalam sidang perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (20/10/2025) malam WIB. Alfian bersaksi bagi tiga terdakwa.
Mereka adalah beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza (anak Riza Chalid), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati, serta Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak (OTM) Gading Ramadhan Joedo. Mulanya, Kerry menanyakan kepada Alfian soal kajian dampak kalau OTM menghentikan operasionalnya.
“Perihal tambahan biaya, apakah Saudara sudah pernah melakukan kajian dengan pihak ketiga? Berapa tambahan biaya yang timbul akibat berhentinya PT Orbit Terminal Merak?” tanya Kerry dalam sidang itu.
Alfian mengakui pernah ada kajian oleh Surveyor Indonesia mengenai hal yang ditanyakan Kerry. “Surveyor Indonesia membuat simulasi apabila terminal itu berhenti beroperasi. Akan ada penambahan jumlah kapal sekitar lima unit,” jawab Alfian.
Dia menjelaskan kebutuhan tambahan kapal tersebut muncul lantaran pasokan BBM yang biasanya lewat Terminal OTM, mesti dialihkan melalui jalur dan fasilitas lain. “Kalau itu dirupiahkan tentu akan signifikan. Dari kajian Surveyor Indonesia, sekitar Rp 150 miliar per tahun,” ujar Alfian.
Walau demikian, Alfian menyatakan, angka itu belum mencakup dampak finansial secara komprehensif. “Itu hanya dari sisi penambahan kapal saja. Belum termasuk perhitungan mengenai efisiensi impor yang selama ini juga memanfaatkan OTM,” ujar Alfian.
Kerry lalu coba memastikan kepada Alfian lagi soal perhitungan biaya yang mencapai Rp 150 miliar per bulan. “Kalau hitungan Surveyor Indonesia itu sekitar Rp 150 miliar per tahun. Saya kurang jelas kalau disebut Rp 150 miliar per bulan,” kata Alfian.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza dan dua terdakwa lainnya menimbulkan kerugian keuangan negara yang dikalkulasi hingga Rp 285,1 triliun. Berdasarkan surat dakwaan, jaksa menyebut sejumlah perbuatan yang dipandang merugikan negara.
Salah satunya menyangkut kerjasama penyewaan Terminal BBM Merak antara perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Kerry yaitu PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak (OTM). Jaksa mengungkap kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak dilakukan dengan PT Pertamina Patra Niaga walau ketika itu Pertamina disebut belum memerlukan terminal BBM tambahan.
Adapun nilai kerugian dari kerja sama itu disebut hingga Rp 2,9 triliun.
Sementara itu, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina periode 2012-2014, Hanung Budya Huktyanta mengungkapkan, ia pernah didatangi Irawan Prakoso. Hanung mendapati informasi bahwa Irwan ialah rekan bisnis Mohammad Riza Chalid.
Hal itu dikatakan Hanung dalam sidang dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina pada 2018-2023. Hanung bersaksi bagi tiga terdakwa. “Apakah saudara saksi pernah dengar nama Irawan Prakoso?” tanya jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin malam WIB.
“Jadi pada suatu saat saya nggak ingat tanggalnya, tapi sekitar Maret atau April tahun 2013, saudara Irawan Prakoso datang ke rumah saya menyampaikan ini ada peluang Pertamina, ada terminal BBM yang bisa digunakan,” ucap Hanung.
Dia lantas mempersilakan Irawan Prakoso agar bersurat saja kepadanya. “Tawaran itu saya respons silakan kirim surat, kemudian Mei 2013 datanglah surat itu,” ucap Hanung.
Dia meyakini, Irawan ialah pihak yang ada dalam gurita bisnis Riza Chalid. Hanung mendapati informasi keduanya sudah saling kenal sejak 2004. “Irawan Prakoso ini bekerja dalam grup bisnis Mohammad Riza Chalid,” ujar Hanung.
Berikutnya, datang surat penawaran dari PT Oiltanking Merak yang ditandatangani oleh Gading Ramadhan Joedo. Gading kini berstatus terdakwa di kasus itu. “Surat penawaran yang ditandatangani Gading, ini ada kaitannya dengan permintaan dari Irawan Prakoso untuk kerja sama Terminal BBM dengan PT Pertamina?” tanya jaksa.
Hanung menerangkan isi surat penawaran tidak dijelaskan secara tertulis mengenai keterlibatan Irawan Prakoso maupun Riza Chalid. Tetapi, Hanung mengaku, surat penawaran tersebut berhubungan dengan informasi awal dari Irawan Prakoso. “Saya lihat konten suratnya terminal lokasi di Banten dengan kapasitas kurang lebih 300 ribu kilo. Saya berpikir ini ada kaitannya (dengan Irawan),” ujar Hanung.






