Sabo Saat ini masa tinggal jemaah haji di Arab Saudi dipukul rata. Ketentuan sekarang masa tinggalnya 40 hari. Muncul usulan masa tinggal jemaah haji dibuat berbeda-beda. Menyesuaikan kondisi fisik atau jemaah haji yang bersangkutan.
Usulan masa tinggal haji yang berbeda-beda itu menjadi salah satu rekomendasi Perhimpunan Dokter Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi). Rekomendasi itu dibacakan Ketua Pembina Perdokhi Muchtaruddin Mansyur dalam Evaluasi Nasional Haji 2025 yang diselenggarakan Perdokhi bersama Badan Penyelenggara Haji (BPH) di Jakarta, Sabtu (23/8).
Dokter Muchtaruddin membagi lama tinggal jemaah haji Indonesia dalam tiga kelompok. “Pertama yaitu kelompok reguler dengan masa tunggu normal 40 hari,” katanya. Kemudian kelompok haji yang kedua adalah haji terbatas dengan masa tinggal 25 hari. Kelompok haji terbatas ini cukup mengejar rukun dan wajib haji saja.
Lalu kategori yang ketiga adalah haji prioritas dengan masa tinggal terpendek, hanya 15 hari. Muchtaruddin mengatakan kelompok haji terbatas dan haji prioritas itu untuk jemaah yang kurang sehat. Atau memiliki penyakit penyerta yang berat alias komorbit.
“Misalnya jemaah haji berisiko tinggi (risti) dimasukkan dalam haji prioritas. Di sana hanya 15 hari saja,” tuturnya. Mereka di Saudi cukup mengejar rukun dan wajib haji. Khususnya pada saat puncak haji di Wukuf di Arafah dan melontarkan jumrah di Mina. Untuk melontar jumrah juga bisa dibadalkan atau diwakilkan.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Perdokhi dokter Syarief Hasan Luthfie mendukung adanya rekomendasi kesehatan haji itu. Jadi tidak semua jemaah tinggal di Saudi selama lebih dari satu bulan. “Misalnya jemaah haji yang ada komorbit, tidak perlu ke Madinah. Cukup di Makkah saja,” jelasnya.
Syarief juga mendukung rencana BPH yang bakal berubah jadi Kementerian Haji dan Umrah untuk meningkatkan layanan pemerintah kesehatan calon jemaah haji. Menurut dia idealnya calon jemaah haji sudah menjalani pemerintah kesehatan setahun sebelum keberangkatan. Untuk itu pemerintah harus lebih dini mengumumkan nama-nama calon jemaah yang akan berangkat haji di tahun berikutnya.
“Kami dukung adanya manasik kesehatan,” tuturnya. Selama ini yang ada hanya makasik ibadah saja. Pemeriksaan kesehatan dilakukan cukup mepet dengan masa pemberangkatan. Akibatnya waktu untuk memberikan intervensi kesehatan kepada calon jemaah haji cukup singkat. Dia menekankan pergeseran dari pendekatan kuratif atau pengobatan ke pencegahan harus dilakukan.
Sementara itu Wakil BPH Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan urusan kesehatan jemaah haji menjadi prioritas mereka. Karena Saudi berkali-kali menegur Indonesia karena banyak jemaah yang meninggal. “Tahun ini lebih dari 50 persen jemaah wafat berasal dari Indonesia,” katanya. Dia mengatakan tahun ini ada 447 jemaah haji Indonesia yang wafat.
Dahnil menegaskan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan dengan baik. Tidak boleh ada moral hazard. Misalnya calon jemaah haji tidak sehat, ditulis sehat supaya bisa berhaji. Ternyata setibanya di Saudi hanya berada di kamar perawatan akibat sakit.
Dia mencontohkan ada jemaah perempuan punggungnya bolong karena sakit diabetes. Tetapi diloloskan istitoah kesehatan dan bisa terbang di Saudi. Namun selama di Saudi, jemaah perempuan itu tidak bisa melakukan aktivitas di luar pemondokan. “Dia hanya di kasur, tidurnya tengkurap. Kok bisa diloloskan berangkat haji,” tandasnya.