Sabo – Kura-Kura Leher Ular Rote (Chelodina mccordi) masuk dalam daftar 25 jenis Kura-Kura langka di dunia. Upaya pelestarian dengan memperbanyak populasi Kura-Kura Leher Ular Rote berhasil dilakukan. Bahkan beberapa diantaranya sudah dilepasliarkan.
Pelepasliaran itu dipimpin langsung Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni di habitat aslinya Danau Ledulu, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Selasa (21/10). Raja mengatakan, pelepasliaran ini menjadi program konservasi pemerintah untuk memulihkan populasi satwa endemik Indonesia. Khususnya yang berstatus kritis (Critically Endangered) atau hampir punah.
“Pada hari ini kita bersama melaksanakan pelepasliaran 20 individu Kura-kura Rote,” kata Raja.
Dia mengatakan, status konservasi kritis mengindikasikan bahwa populasi alaminya berada di ambang kepunahan. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan kura-kura rote sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018.
Sebagai informasi, Kura-kura Leher Ular yang dilepasliarkan tersebut sebelumnya telah dikarantina di instalasi karantina hewan milik PT Alam Nusantara Jayatama. Proses karantina berlangsung selama satu minggu.
Setelah dikarantina, dilakukan observasi selama tiga bulan. Tujuannya untuk melihat kondisi kesehatan, kemampuan berburu hingga perilaku reproduksi. Setelah itu, Kura-kura Leher Ular Rote tersebut dipindahkan ke kandang habituasi di danau alami, yakni Danau Ledulu ataupun Danau Lendo Oen.
“Menjaga Rote sama dengan menjaga Indonesia tidak ada Rote tidak ada Indonesia. Tanpa kura-kura leher ular, maka tentu tidak ada juga Indonesia,” jelas Raja.
Dia mengatakan, sesuai Pasal 33, Kura-kura Leher Ular Rote tersebut bagian dari kekayaan Indonesia yang hanya dimiliki oleh Indonesia. Untuk itu harus dipertahankan populasinya, jangan sampai punah.
“Kita tidak hanya menyelamatkan kura-kura, tapi juga menyelamatkan masa depan keanekaragaman hayati Indonesia,” ujar Raja.
Dia menyebutkan, proses pelepasliaran ini dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan standar kesejahteraan satwa (animal welfare). Upaya tersebut melibatkan BBKSDA NTT, BRIN, Pemda, Masyarakat serta dukungan PT Alam Nusantara Jayatama dan Vantara Nature Rescue and Rehabilitation Center.
Raja menegaskan, Kura-kura Leher Ular Rote itu masuk sebagai salah satu dari 25 kura-kura terlangka di dunia. Sehingga harus benar-benar dijaga keberadaannya. Dia berharap ke depan semakin banyak populasi Kura-Kura Leher Ular Rote yang bisa dilepasliarkan.
Dukungan upaya pemulihan populasi spesies ini juga melibatkan masyarakat Kelompok Papadak Danau Ledulu, kelompok Papadak Lendeoen, dan Kelompok Papadak Danau Peto. Raja menilai kolaborasi dan sinergi dari seluruh pihak perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian satwa endemik Indonesia.
“Dari danau-danau kecil di Rote, kita belajar bahwa konservasi bukan pekerjaan segelintir orang,” tuturnya.
Melainkan sinergi bersama dalam memastikan bahwa pembangunan berkelanjutan benar-benar berpihak pada alam. Termasuk menjaga kelestarian satwa endemik seperti kura-kura leher ular rote ini.
Menurut sejumlah literatur, jumlah populasi pasti Kura-Kura Leher Ular Rote tidak diketahui secara pasti. Tetapi spesies ini terancam punah dan dianggap punah secara de facto di alam liar sejak tahun 2005. Upaya konservasi, termasuk program pengembangbiakan dan pelepasliaran individu hasil repatriasi, terus dilakukan.
Salah satu pemicu menurunnya jumlah populasi Kura-Kura Leher Ular Rote adalah eksploitasi berlebihan. Pada kurun 1980-1990 terjadi perburuan liar Kura-Kura Leher Ular Rote secara massif atau berlebihan. Upaya melindungi populasi Kura-Kura Leher Ular Rote dilakukan lewat pengembangbiakan ex-situ atau di luar habitatnya sejak 2009 lalu.






